Tampilkan postingan dengan label kawasan borobudur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kawasan borobudur. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Juli 2012

Candi Gunung Sari




Candi GunungSari

Di tempat tinggi keindahan terhampar namun terlupakan
Candi Gunungsari
14 Juli 2012, diluar rencana, perjalanan kali ini ku mengajak seorang rekan yang ketemu di tempat kerja. Tanpa memberi kesempatan berpikir ‘kupaksa’ hehehhe..
Jadilah… berangkat dari Ambarawa jam 10, meluncur ke tujuanku kali ini candi di sekitar Muntilan. Ada 2 petunjuk candi yang saat itu ku sempat melihatnya ketika beberapa pekan lalu liburan ke Jogja bersama keluarga.
Rute yang kutempuh Ambarawa-Jambu-Pringsurat, Grabag Soropadan, Magelang-Muntilan. Sambil mengingat2 keberadaan papan petunjuk kedua candi itu, saya mencoba menentukan tujuan Candi pertama yang saya datangi. Yang pertama kulihat petunjuk Candi Gunungsari, perkiraanku Candi Ngawen setelah Candi Gunungsari, eh ternyata salah…Sempat ‘keblabasen” sampai perbatasan dengan Sleman alias gerbang selamat datang DIY, balik lagi akhirnya berubah deh., tujuanku pertama Candi Gunungsari. Dan ternyata petunjuk Candi Ngawen berada setelah petunjuk Candi Gunungsari.
Dari Arah Jogja. Papan Petunjuk Candi Sari (agak) mudah terlihat, Jika Anda berangkat dari Jogja ke arah Magelang, kira-kira di km 24, Anda akan menemukan perempatan yang dikenal dengan perempatan Gulon. Perempatan ini terletak setelah melewati jembatan baru dan stasiun radio Merapi FM. Beloklah ke kiri (barat) di perempatan tersebut.
 sementara jika sobat dari arah semarang tentu sebaliknya alias kudu nengok kanan terus cari petunjuk. Jika dari arah Semarang,  setelah sobat lewat jalur satu arah, mentok atau kembali ke jalur 2 arah, ambil kiri kira2 ehm…kurang dari 2 km di sebelah kanan (lebih enak, jika pake motor yang boncenger yang liat/cari petunjuk ini, soalnya jika pengendara liat ndiri bisa bahaya…), akhirnya… tepat jam 11.(lebih 15 detik) sampailah.
Papan Petunjuk Candi Gunungsari
Gunungsari atau Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang terletak di Desa GulonKecamatan SalamKabupaten Magelang, Provinsi Jawa TengahIndonesia. Lokasi candi ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal. Candi Gunungsari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih tua daripada Candi Gunung Wukir (wikipedia)
Ikuti saja petunjuk pertama tersebut, bukan jepretan saya yang miring lho ya…tapi memang masangnya miring..(ups) kena usia atau penyebab lain (baca:iseng manusia).. setelah 1 km, sesuai petunjuk (lumayan kurang tepat jika lihat speedometer motor)… 
Ketemu lagi dengan papan hijau ini…Melihat gunung (background) gambar petunjuk tadi. Saya jadi ingat, pernah membaca blog salah seorang senior di dunia pencari batu… jika candi ini diatas gunung…. Dan harus mendaki…alamak salah kostum nic.., alias saya ga pakai sepatu namun sandal, parahnya sandal yang saya pakai untuk acara resepsi…. Wadoeh….
Benar juga, untuk meyakinkan diri, tantangan yang saya hadapi, bertanyalah pada seorang ibu warga yang kutemui…. “CANDI GUNUNGSARI Berada di Puncak gunung itu mas….., setelah ketemu masjid, mas terus aja naik di samping makam, nanti belok kekiri… ikuti jalan setapak itu sampai puncak.”…. lemes dec…. langsung kebayang di benak tantangan didepan mata.
Motor ku parkir didepan masjid,… sebenarnya sedikit ragu, (aman ga ya), namun Seorang bapak penyari rumput meyakinkan, …. “aman nak, Gapapa parkir disitu, banyak juga peziarah ke makam sering parkir disitu kok…” lumayan tenang.
Rute setapak menjak ke Candi Gunungsari
Langsung di suguhi jalan berundak, alias langsung nanjak… (untung tadi sempet beli air minum, hawa sesejuk langsung meresap, menandakan Gunungsari masih banyak pohon2 besar… sekaligus hawa merinding saya alami (hehehe saya penakut juga nic ) lewat makam… untuk menghilangkan ketakutan, ngobrolah saya dengan rekan seperjalanan…(untung tadi ku paksa ikut)… pertanyaan yang puas kujawab : kenapa makam ada di gunung,,, Ya biar cepet saja naik dan ketemu sama penguasa…hehehhe benar atau salah tau lah…. Yang pasti jika banjir ga ikut kebanjiran…wekekekek. Ati2 jangan kelewat bercanda saat di Gunungsari….
Setelah jalanan berundak2, kemudian jalan setapak. Di jalan ini banyak pula bekas jejak motor trail. Benar juga, ketika berpapasan dengan warga yang sedang mencari rumput soal keberadaan Candi Gunungsari, beliaunya menyuruh untuk ikuti saja jejak trail tersebut.
Jalanan semakin menantang saja, Namun terbayar pemandangan yang menakjubkan…. 
Dari atas gunung ini terlihat kota Muntilan… terlihat juga aktifitas penambang pasir di kejauhan… 







Candi Gunungsari
Dan…. Terlihat sudah papan penanda Candi Gunungsari ….

Mulailah saya bercerita dengan gambar….
Candi Gunungsari
Candi ini ditemukan pada tahun sekitar 1998 secara tidak sengaja. Waktu itu salah satu stasiun TV akan mendirikan sebuah pemancar Puncak Gunungsari. Dari hasil survai, ternyata dilokasi ini ditangkap sinyal yang paling kuat. Akhirnya diadakan penggalian untuk ditempat tersebut untuk membuat pondasi pemancar/tower. Saat penggalian ditemukan banyak batu-batu andesit berukuran persegi baik yang polos ataupun yang berornamen. Setelah penggalian diteruskan, ditemukan lebih banyak lagi batu terpendam di lokasi tersebut dan setelah diamati batu-batu tersebut adalah sebuah bangunan candi maka penggalian dihentikan dan dilaporkan ke BP3 Jateng.(dari cerita masyarakat- mohon maaf saya lupa tanya namanya) 


Keunikan Candi Gunungsari, Mencoba mengumpulkan berserak peninggalan nenek moyang, semoga masih berguna…
Jika hujan, batu mirip lumpang ini penuh dengan air, dari gambar sebelumnya...mungkin saja itu tutupnya, mungkin juga dulunya tempat menaruh abu jenasah raja... siapa tahu...








Di Batuan ini banyak simbol-simbol yang mungkin saja mampu bercerita.













uniknya Candi Gunungsari, dengan ditemukaanya (maaf) mirip model tong sampah modern.... (nyindir BP3nic...di Gunungsari ga ada tempat sampah). Karena bisa dibuka tutup, saya mengira ..mungkin dulunya untuk abu jenasah ya??? mohon dimaafkan jika salah....












di Candi Gunungsari juga terdapat Yoni unik, dengan hiasan kepala singa di ujungnya. singa. Yoni ini dibawahnya juga terdapat kaki-kaki. Namun sayang Lingganya sudah tidak ada.















Yoni dari Candi Gunungsari, yang membuktikan Candi ini adalah candi hindu.

Parade Reruntuhan Candi Gunungsari… (mencoba mengoleksi relief yang tersisa)






kira kira simbol itu apa ya artinya: jika sepintas gambar 2 orang, yang satu berdiri yang satu bersujud... antara raja dan rakyatnya mungkin????

relief hiasan yang masih tersisa


Jika terlalu lama dibiarkan, apakah kuat bertahan dengan kondisi seperti ini..????


Tumpukan batu candi ini konon banyak yang dibawa masyarakat/ warga sekitar, sebelum diketemukanya Candi Gunungsari ini, karena mereka tidak tahu.  Biasanya digunakan untuk material rumah, pondasi dll. kemudian atas perundingan warga, tokoh masyarakat dan BP3 Jateng, kemudian sedikit demi sedikit batuan itu di bawa ke atas gunung lagi. Sebuah usaha yang layak diberi apresiasi.

Monyet di Candi Gunungsari
Setelah cape hilang, saya putuskan turun, tentunya setelah puas mengambil gambar dan berfoto di candi Gunungsari. Saat perjalanan turun, tanpa sengaja saya mendengar beberapa ekor monyet berkelahi dengan suara keras… lagi lagi saya teringat kembali (tulisan di blog itu menceritakan adanya Monyet di Sekitar Candi… adrenalin meningkat, wah moga2 ga ada cerita monyet2 itu kejam, soalnya kami ga bawa perbekalan makanan…., tanda lingkaran merah tampak monyet sebelum melarikan diri karna tau kubidik kamera, takut di upload facebook kali… wkwkwk. Sungguh menyesal kenapa saya ga mengingat keberadaan monyet ini… lain kali pasti bawa buah tangan jika kesini… biar bisa poto bareng.
glosotan di Candi Gunungsari
Naik kepayahan, turun apalagi..tambah kepayahan, sampai glosotan…kali ini kulempar kesalahan pada sandalku saja, yang ga bisa diajak kompromi…
Energi terkuras, ngos2an tingkat tinggi, tapi samasekali alias secuil penyesalan ga terbesit. Pengalaman ke Candi Gunungsari membuatku semakin sadar, peradaban bangsa kita, nenek moyang dahulu sungguh tinggi….. pertanyaan terakhir Bagaimana cara membawa batu itu keatas…..????






Sampai ketemu di Candi Ngawen….
Perjalanan Pulang dari Candi GunungSari
Ciau…

Perhatian: …
Jika Ke Candisari…
1.    Dilarang pake sandal, apalagi sandal untuk resepsi. Pake Sepatu kets/olah raga saya sarankan.
2.   Bawa Oleh2 untuk para monyet… boleh Kacang/atau buah2an…. Jangan coklat,burger/pizza… nanti monyetnya ketagihan.
3.   Bawa Kantung plastik besar, untuk bawa sampah (lebih bagus lagi saat turun kantung plastik itu juga terisi penuh sampah yang banyak di sekitar candi)… Belum ada tong sampah di Candi Gunungsari/ kenapa ya? Mungkin ga ada penjaganya… (rumah u penjaga dah mulai rusak… Plis BP3 Jateng perbaiki dong, jika sudah ada dana restorasi dong… bagus lho untuk wisata religi….
4.   Bawa Air Minum.
5.   Jaga Kesopanan… (ini pesen bapak2 yang saya temui, saya salurkan sobat yang pingin kesana)


Minggu, 27 November 2011

Candi Pawon : Kehebatan Arsitektur Nenek Moyang yang Sering Terlewatkan


Candi Pawon 
Candi Pawon : cantik
 Ketika selesai di Candi Mendut, kembali cuaca sangat tidak bersahabat. Hujan deras terpaksa membuatku berteduh barang sebentar, siapa tahu seperti tadi yang hanya sebentar, tapi ternyata cukup lama. petunjuk yang saya terima tadi sebenarnya cukup jelas, tapi saya kok ya masih saja kesasar. “Setelah Candi Pawon, terus saja, ketemu jembatan bercabang yang satunya tidak terpakai ambil kiri”, begitu kata bapak penjaga tadi, tapi ku ga teliti, setelah Candi Mendut ada Jembatan dan ada belokan ke kiri….ternyata bukan itu, tapi saat saya kesasar saya jadi melihat keganasan Kali Progo ketika lahar dingin melewati kali itu, jembatannya sampai putus.
Masih dengan hujan yang membasahi jalan2 dan mantol saya, terpaksa balik arah, karena memang salah jurusan, setelah ketemu jembatan yang benar benar bapak penjaga itu maksudkan, saya berjalan pelan-pelan. Ada 3 Cabang jalan, kalau lurus ke arah Candi Borobudur, sementara ke kanan menuju Purworejo/ kota Magelang. Sementara jalan ke kiri (dengan) jalan yang lebih kecil karena masuk perkampungan, ambil ke kiri ini, karena dari jalan pun sudah terlihat stupa Candi Pawon.
Mulaiah......
Sama dengan Candi Mendut, ketika masuk kita musti membayar Rp. 3.300,- selain ada fasilitas asuransi tentunya bea masuk tadi juga sebagai dana untuk perawatan candi ini. Ga salah juga bila kita ga terima uang kembaliannya. Biar Bapak Penjaganya semangat.
Hujan gerimis menyambut saya, seakan Candi Pawon menguji kenekadan saya berkunjung ke Candi Pawon.
Candi Pawon memang lebih “kurus” dari Candi Mendut, tapi bagi saya tidak kalah cantik dari Candi Mendut. Candi Pawon dipugar tahun 1903. (dari berbagai sumber) Asal usul nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya kecuali J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa yaitu Awu yang berarti abu, mendapat awalan pa dan akhiran an yang menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti dapur, akan tetapi De Casparis mengartikan perabuan. Penduduk setempat juga menyebutkan candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata  Sansekerta vajra = "halilintar" dan anala = "api".
Di tangga masuk, kita akan disambut arca hewan (kalau saya tidak salah lihat) hewan penjaga candi hmmm mirip anjing, tapi sayangnya hanya tersisa yang sebelah kanan saja, sebelah kirinya raib. 


 
Di pintu masuk Candi Pawon juga dihiasi Kala.






Candi Pawon : di dalam candi
 Di dalam bilik candi ini kosong, sudah tidak ditemukan lagi adanya arca.  Hanya ada tempat menaruh (mungkin) arca di masa lalu. Yang lebih penasaran lagi, di candi ini ada lubang udara di sisi kanan,kiri dan belakangnya, apa mungkin benar dulunya Candi ini menjadi tempat perabuan Raja? Achhh… saya jadi merinding. 
 


 
Banyak orang mengira Candi Pawon merupakan sebuah makam, namun setelah diteliti ternyata merupakan tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera yang bernama Vajranala. Candi ini terbuat dari batu gunung berapi. Ditinjau dari seni bangunannya merupakan gabungan seni bangunan Hindu Jawa kuno dan India. Candi Pawon terletak tepat di sumbu garis yang menghubungkan Candi Borobudur dan Candi Mendut
Tidak bermaksud mengada-ada, memang ketika masuk ke dalam bilik candi ada perasaan aneh yang menyergap saya, entah karena saya sendirian, ditambah gelap dan hujan atau ada sesuatu yang ingin menyambut saya entah saya tak mau menyimpulkan, yang pasti saya menikmati suasana di dalam candi ini. 
----Saat saya menenangkan diri, suasana hati benar-benar tenang.----
 Candi pawoni tak kalah mengagumkan, adalah ragam hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari (mahluk setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung).
Kinari merupakan gambaran makhluk setengah manusia setengah burung. Kinari digambarkan berkepala manusia berbadan burung. Tata gerak kinari pada masing-masing sisi berbeda satu dengan yang lain. Melihat ornamen-ornamen yang ada, diduga kuat Candi Pawon merupakan bagian dari candi Borobudur. Hal ini didasarkan pada relief-relief yang terdapat pada Candi Pawon yang merupakan permulaan relief Candi Borobudur.
Letak Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat berjarak 1750m dari candi Borobudur dan 1150 m dari Candi Mendut.  7°36′21.98″S 110°13′10.3″E tepatnya di dusun Brojonalan Desa Wirogunan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Candi yang mempunyai nama lain Candi Brajanalan. Letak Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Barabudhur yang berada pada satu garis lurus mendasari dugaan bahwa ketiga candi Buddha tersebut mempunyai kaitan yang erat. Selain letaknya, kemiripan motif pahatan di ketiga candi tersebut juga mendasari adanya keterkaitan di antara ketiganya. Poerbatjaraka, bahkan berpendapat bahwa Candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi  Borobudur.




Setelah cukup puas menjelajahi setiap sudut Candi Pawon, akhirnya ku beranjak pulang, karena hujan sudah mulai reda. Tapi ketika saya baru melangkah hujan kembali deras, bahkan sepertinya air dimuntahkan dari khayangan ke Mayapada. Beruntung kedua kalinya saya di persilahkan, berteduh di pos Jaga. 

Bersama Bpk. Kusnadi
Bapak Kusnadi namanya, dengan ramahnya menceritakan suka-dukanya menjadi penjaga Candi Pawon. Ketika ngobrol, saya mendapatkan hal yang cukup menggiriskan, “Yang mengunjungi Candi Pawon ini dari 100 wisatawan luar negeri kurang dari 5 orang wisatawan dalam negeri”….. miris!, saat Merapi bangun dari tidur alias meletus kemarin, kata bapak Kusnadi Candi Pawon ini tertutup abu yang cukup tebal.
Sungguh bangsa yang tidak menghargai bangsanya sendiri…. ♫♪♫itulah Indonesia♫♪♫! Cita2 Gajahmada sia sia…(ups kok jadi ‘gladrah’)
Karena sudah jam 5, hujanpun sudah agak reda akhirnya ku berpamitan. Terimakasih kepada Bapak Kusnadi. Semoga masih semangat…
Sampai jumpa di perjalanan berikutnya....
(untuk Borobudur---saya masih menunggu Jagad Pramudhita besar : http://www.facebook.com/profile.php?id=100002886269049 ----)