Rabu, 18 Mei 2011

Candi Dieng

Ekspedisi Dieng
Candi Dieng sesaat setelah hujan

Pemandangan yang menakjubkan
15 Mei 2011, akhirnya kujawab tantangan seorang kawan lama. Yang bertanya kapan ke Dieng…?membuat panas jiwa dan darah petualangan. setelah melihat catatan perjalanan saya di Trowulan dia selalu ber”promosi” Dieng The next Heaven.. Singkat kata segala persiapan saya lakukan termasuk menghubungi seorang sahabat diWonosono.
Berangkat tepat jam 10.00 pagi, pada awalnya rencana rute ekspedisi lewat Gunungpati-Ungaran-Ambarawa-Temanggung-Parakan-Wonosobo-Dieng, karena rute itu yang biasa orang lalui. Akan tetapi, lagi-lagi seorang kawan lama yang memberikan tantangan malah menyarankan untuk lewat rute lain : Gunungpati-Boja-Singorojo-Patean-Sukorejo-Bejen-Ngadirejo-Jumprit-Perkebunan Teh Tambi-Dieng.
Alhasil, tertarik juga berangkat lewat rute ini,  rencana untuk pulangnya tetap lewat Temanggung. Benar apa yang dikatakan…. Jalur Lewat Kendal ini sungguh mengangumkan. Pemandangan sangat menakjubkan, mulai lembah yang menghijau, deretan perbukitan yang berbaris membentuk lukisan alam, udara segar yang menyehatkan paru-paru kita, kebun-kebun buah (durian+rambutan) di kanan kiri jalan yang bila musim berbuah (membuat kita pasti pingin berhenti sejenak---kalau bisa sedikit merasakan..hehehehehe) pasti menambah berwarnanya pemandangan. Semua itu kita temui sebelum Sukorejo di daerah Patean. Setelah Kebun buah, akan selanjutnya kita akan melihat pula deretan pohon cengkeh di kanan dan kiri. Tidak akan terputus keindahan sampai di kebun cengkeh ini. Akan tetapi sangat disayangkan kondisi jalan yang kurang baik (dibaca:rusak)…namun sedikit terobati sebenarnya dengan pemandangan yang (tukul bilang) AMAZING, tampaknya rute ini disukai beberapa komunitas otomotif. Terbukti dalam perjalanan saya bertemu dengan Komunitas Marcedes Bens Semarang (melihat Plat Nomor H semua; jadi saya tahu), Komunitas Vespa, ketemu juga dengan komunitas motorcross ’jejadian’ hehehe maaf soalnya banyak juga motor bebek  yang dimodifikasi.
Setelah itu beberapa lama kemudian akan kita temui keindahan ciri khas pegunungan yaitu barisan hutan pinus. Ada juga kawasan wisata disini. Pemandian/Situs Jumprit yang lumayan ramai saat saya lewat. Tidak mampir karena tujuan utama kali ini adalah Candi Dieng. Walaupun sebenarnya Pemandian Jumprit ini, seperti informasi yang saya dapat merupakan salah satu peninggalan majapahit.. Kalau Benar begitu Suatu saat saya agendakan kesana…karena saya PeCINTA Majapahit!
Tambi
Setelah Jumprit terlewati, rute dan medan jalan membutuhkan konsentrasi lebih, naik turun dengan kelokan tajam banyak kita hadapi di sepanjang jalan. Semua itu akan kita lupakan karena pemandangan dikanan kiri kita pegunungan. Selain kokohnya pegunungan yang berdiri, aktivitas petani kentang, kol dll juga banyak juga, menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi kita.

Perlu juga di persiapkan, masker karena akan banyak tercium polusi udara di sini, (pupuk kandang yang dipakai petani : bagus juga kan, mereka pakai sumber alam bukan buatan? Jadi tidak boleh protes). Lepas dari lahan pertanian masyarakat, kita masuk ke perkebunan teh Tambi yang terkenal itu. Saat saya melintas, banyak pekerja teh yang sedang memetik daun teh. Sebenarnya spot yang menarik untuk diambil gambar, saya terus jalan karena tidak sabar segera sampai di Dieng. Di Kawasan perkebunan Teh Tambi juga ada agrowisatanya.
Setelah melewati Perkebunan Teh Tambi, di pertigaan kita ambil arah ke kanan (kalau ke kiri arah wonosobo). Perjalanan selanjutnya tidak kalah mencengangkan, bagaimana tidak dari bawah terlihat perjalanan saya akan melewati awan : saya punya julukan sendiri Dieng kota diatas awan…(katanya dieng kota tertinggi ke-2 setelah Tibet) di beberapa tempat sudah dikeliling kabut. Apabila anda bisa sampai disini sekitar jam 6 disediakan Gardupandang di pinggir jalan bisa melihat silver sunrise….
Jam 12 saya sampai di gerbang Kompleks Candi Arjuna Dieng, akan tetapi karena waktu makan siang saya putuskan untuk mencari warung makan terlebih dahulu. Setelah muter-muter terlebih dahulu, akhirnya ketemu juga tempat makan yang lumayan murah.
Mr. Chiken, nama warung itu, makanya, dari gerbang candi lurus saja setelah candi Dwarawati berada. Kelar Makan siang yang cukup murah nasi ayam+the anget+2 tempe kemul Rp.12.000 ,-.

Candi Arjuna & Candi Semar
Masuk Ke kawasan Candi Arjuna tiket Rp. 6000,-, kemudian saya sarankan untuk toilet terlebih dahulu Rp.1.000,- agar nanti saat menikmati keindahan candi anda tidak terganggu. Bayar Parkir Rp. 2.000,-. Saat berkunjung ke sini jangan lupa bawa jas hujan/ payung (saran saya), ada juga persewaan payung Rp.5.000,- dari informasi yang saya peroleh saya melengkapi diri dengan jas hujan dan sewa payung karena sering hujan mendadak di Dieng ini. Rasanya tidak sabar untuk segera ‘eksplor’ candi ini. Cukup ramai pengunjung pada saat saya berada disini. Penataaan Candi lumayan rapi, terawat, bersih mengingatkan saya akan candi Bajangratu di Trowulan, ditambah keberadaan taman yang asri nan sejuk terasa menyegarkan mata.
Dimulai dengan candi Arjuna, bangunan ada di sebelah kanan sendiri, kemudian berhadapan candi Semar. Berurutan ke kiri candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi Sembadra, agak berjauhan ada candi Gatotkaca di Pintu Masuk kedua dari arah Banjarnegara. Ada juga Candi Setiyaki yang tempatnya menyendiri, agak terpisah, posisinya garis lurus dengan Candi Arjuna. Selain 7 candi utuh juga banyak berserakan bekas-bekas reruntuhan bebatuan yang lain yang akan kita temukan saat mulai memasuki Kawasan ini.
Pengalaman baru bagi saya, ketika harus mengambil gambar pada saat hujan, dengan jas hujan dan payung sewaan saya mencoba mengambil angle terbaik yang saya bisa, mklum masih belajar. Pengalaman yang berat pula sungguh saya paksakan bagi Canon EOSD1000 yang saya bawa. Kondisi lembab dengan suhu dingin tentunya menimbulkan embun di kamera saya. Apa boleh buat EOSD1000 (trims atas pengertiannya) kuatkan dirimu….. walaupun pasangan tripod  Exxell EX-280 setiamu lupa terbawa, dirimu rela ku dudukkan di bebatuan candi yang basah, kau tetap mengerti tugasmu… semakin lengkap tidak bawa lap kamera, cukup kaos yang saya pake untuk menghapus air di lensa.
Candi Srikandi
Candi Arjuna, terlihat bentuknya yang gagah sekaligus anggun, banyak stupa di atap sehingga candi ini terlihat lebih menarik, mungkin bisa dikatakan candi ini memang tampan selayaknya penggambaran Arjuna dalam pewayangan. Selain itu. Didalam candi terdapat tempat ibadah pada jaman dulu, Yoni.
Candi Semar, bentuknya kotak, seperti kubus, dengan lubang-lubang di kanan kirinya. Candi Semar paling sederhana desain dibanding candi lainnya.
Candi Srikandi adalah candi paling kecil di Kompleks candi Arjuna
Candi Puntadewa, candi yang paling kekar, sekaligus besar dibanding candi lainnya.
Candi Sembadra, terletak paling kiri di deretan candi ini.
Yang jadi pertanyaan pribadi saya, Nama Kompleks candi ini Candi Arjuna, kok ada candi Puntadewa Ya….?
Candi Gatotkaca
Candi Gatot Kaca, kira-kira 150meter berjalan kaki dari candi Arjuna. Kesan Kekuatan, menyihir dari bentuknya.
Candi Setiyaki, candi ini tampaknya banyak terlewat oleh para pengunjung, terlihat dari jalan ke arah candi, bila anda dari candi Gatotkaca jalan yang tersedia benar benar menipu. Kondisi hujan, membuat rumput tidak mampu menahan sepatu saya untuk tetap diatas air, alhasil basah dan berlumpurlah perjalan ke Candi Setiyaki. Kepalang basah, langkah tetap saya lanjutkan, sebuah perjalanan yang tidak sia-sia
Candi Setiyaki
Dari jalan Wonosobo –Banjarnegara, Candi ini terlihat menyendiri sepi, pemugaran candi inipun belum sempurna. Atap candi ini belum tersusun dengan benar, sehingga masih melompong, mungkin atap yang ada dulu runtuh kemudian lapuk dimakan usia, bisa juga atapmu dibawa oleh para kolektor “bangsat” yang iri akan keelokan rupamu. (maaf saya sungguh benci dengan keadaan dan sikap oknum pencuri ornamen2 candi). Reruntuhan di sekitar candi Setiyaki merana ditemani semak belukar yang mencoba untuk menutupi keberadaan seonggok batu bisu saksi sejarah masa lalu itu….
Candi Semar
Candi Puntadewa
Setelah puas berdingin ria, ditemani EOSD1000, melepas lelah sambil menikmati jagung bakar pedas dan gandos gurih nan hangat di tepi candi. Dengan obrolan santai, Pak Penjual Jagung bakar menceritakan di daerah sini banyak sekali tempat wisata, telaga warna, air panas dan-lain lain yang wajib untuk dikunjungi. Sungguh tertarik untuk mengetahui kebesaran Illahi itu, pesona telagawarna, dan telaga yang lain, akan tetapi pak, mohon maaf ya saya masih pingin ber’ekspedisi’ candi-candi dulu, bukankah kata bapak masih ada beberapa candi di kawasan ini yang belum sempat saya kunjungi, apalagi waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Satu jagung bakar pedas Rp. 3.000,- Gandos gurih satunya Rp.1.000,-.
Dengan perasaan yang cukup puas, lega dan bangga kemudian saya berlalu dari kawasan candi Arjuna. Di ruko depan pintu masuk menghangatkan badan dengan menyeduh kopi susu hangat terlebih dulu ditemani semangkok mie rebus pake telur ala dieng.
Perjalan pulang yang sungguh tidak saya sangka, sungguh memacu adrenalin kearah ketakutan. Berbagi pengalaman, agar para sahabat tidak mengalami pengalaman seberat yang saya alami.
Dimulai dengan kecerobohan saya tangki vixion yang saya biarkan posisi jarum bensin di simbol merah alias E dan itu berarti hampir habis. Berbekal informasi pembuat kopi susu di warung tadi, yang katanya banyak penjual bensin di pinggir jalan, agak tenang pikiran saya. Yang terjadi sebaliknya, disepanjang jalan, yang jual bensin menutup warung dan berdiam diri dirumah, kabut saat itu mulai turun, hujan mulai deras. Dapat dibayangkan kekawatiran saya, bila bensin saya habis di tengah hujan (sementara Vixion kalau bensin sampai kehabisan bisa berabe) dan ditambah kabut pekat, jarak pandang tidak lebih 10m. Plat Platinum yang ada dikaki kanan saya juga mulai bereaksi dengan suhu super dingin, ditambah dengan celana yang basah lengkaplah penderitaan saya.
Untungnya jalan pulang 75% menurun, bersyukurnya lagi lampu motor bisa dinyalakan tanpa mengidupkan mesin walau resiko aki bekerja lebih keras. Ditengah perjalanan tidak henti tengok kanan kiri, terus mencari penjual bensin. Cukup jauh, sampai di desa PatakBanteng yang tahun lalu saya pernah berkunjung ke perpus didesa itu belum juga menemukan penjual bensin. Detak jantung semakin kencang karena banyak juga pengendara motor yang sudah kehabisan bensin, bahkan mereka membayar orang untuk membelikan bensin,(Ojek bensin) menggelikan tapi saya tidak bisa tertawa.
Hujan semakin deras dan kabut masih pekat, sesekali bertemu kendaraan berat dari arah wonosobo, jalan lengang dan sepi saat itu. Setelah melewati Gardu Pandang, keadaan mulai sedikit menenangkan,walau belum mampu membuat tersenyum sedikitpun, plus kabut mulai berkurang, akan tetapi hujan masih mengguyur. Hasil bertanya kesana kemari dipinggir jalan, ternyata bila kabut turun, para penjual bensin lebih suka menutup warung, dan itu terjadi tiap hari. Sungguh ceroboh apa yang saya lakukan.
Jagung Bakar Dieng
Akhirnya di satu daerah dengan turunan yang cukup tajam, ada satu penjual yang sesaat lagi menutup kiosnya. “Pak bensinnya masih ada?Masih mas….tapi hanya seliter saja” Wuahhh rasanya lega buanget… “Ahh tidak apa-apa….”  Satu masalah selesai. Masalah masih menimpa saya, selain tangan yang beku, kaki saya juga mulai sakit, padahal sudah saya lapisi dengan celana anti air. Kaos kaki dan sepatu yang basah menambah penderitaan saya. Satu-satunya harapan saya, adalah saya hampir sampai di kota Wonosobo, dan itu cukup melegakan hati saya. Pom Bensin pertama menjadi jujugan saya untuk menutupi kekurangan bensin ditangki untuk sampai rumah.
Sesampainya di Pusat kota Wonosobo, saya mencari kuliner khas: Mie ongklok. Sambil menikmati malam di Lapangan Alun-alun Mie Ongklok + sate sapinya saya lahap mengurangi rasa tersiksa di atas tadi. Kabar dari teman juga melegakan hati, bersedia meyambangi di alun-alun.
Untuk rute perjalanan pulang, saya melalui jalur Wonosobo-Kertek-Parakan-Temanggung-Secang-Jambu-Ambarawa-Ungaran-Gunungpati. Untuk perjalanan ini kilometer di motor menunjukkan jarak yang saya tempuh untuk ekspedisi kali ini 234km, dengan biaya keseluruhan yang harus saya keluarkan Rp. 120.000,- Cukup Murah untuk mendapatkan Pengalaman berharga ini. Setelah ini, kemanapun ekspedisi selanjutnya rencana harus lebih matang. Tambahan bila ke Dieng :
Jangan melupakan Jas Hujan,payung dan pakaian Hangat
Saat Hujan di Dieng
Siapkan Logistik Secukupnya
Cek Kondisi Kendaraan
BBM Kendaraan anda diperhatikan
Siapkan kondisi fisik anda  yang paling penting siapkan rencana yang matang.
Tulisan Ini saya dedikasikan untuk
1. Devi “axl” Arizona,http://www.facebook.com/profile.php?id=100000637230772 yang selalu pamer keindahan Dieng, menantang saya berekspedisi sekaligus menyarankan rute yang menarik.. 

2.      Seto Panser Sejati, http://www.facebook.com/jalusetoastamurtiawak wonosobo yang bersedia saya repoti, menampung beberapa jam untuk berteduh… serta merelakan salah satu celana trainningnya saya bajak…. Wah lumayan kekecilan sob….. hahahahahaha.
3.      Semua orang yang cinta budaya…. Siapa lagi yang tidak mencintai jika bukan kita sendiri???? Karena saya PECINTA MAJAPAHIT.

Terimakasih

Gedong Songo. The Great Art

Gedongsongo

Pagung Kesenian Rakyat di Pintu Masuk Gedongsongo
Dimulai tanpa rencana, sama sekali, bahkan tidak kepikiran hari ini saya hunting foto ke Candi Gedong Songo, saat ngobrol dengan seorang teman kerja, lha kok yang dekat belum di “eksplor?”, seperti tersadar dari tidur… kok iya ya…. Candi Gedongsongo belum ku jelajahi.
Kamis 11 Mei 2011 Jam 4 sore, dengan membulatkan hati harus ke Gedongsongo. Saat berangkat, sudah dihadang cuaca yang kurang bersahabat. Tapi dengan kebulatan tekat, tetap ku teruskan niat ke Gedongsongo. Perjalanan kurang lebih dari Ungaran-Bandungan-Gedongsongo membutuhkan waktu 30menit (lumayan ngebut). Setelah Parkir, dan membayar Tiket Masuk Rp. 5.000,-. Mulailah ekspedisi Gedongsongo kali ini.
Candi Gedongsongo ini, sesuai dengan namanya ; Gedong yang berarti bangunan dan Songo yang berarti Sembilan. Jumlah candi ada 9 buah dengan kondisi yang bervariasi dan letak yang agak berjauhan. Candi Gedongsongo ada di Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Semarang Kecamatan bandungan. Berada di Lereng Gunung Ungaran. Kepercayaan nenek moyang kita bahwa:
Gunung adalah tempat persembahan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan ini merupakan tradisi masyarakat lokal pra Hindu. Sedangkan gunung juga merupakan tempat tingga dewa-dewa menurut tradisi Hindu yang saat itu sedang berkembang secara global mempengaruhi hampir separuh dunia. Tradisi lokal biasanya terkurangi perannya oleh tradisi global, ternyata keduanya mampu berdiri setara di Gedongsongo.
Vanaprasta
Di Candi ini, biasa disebut Kompleks Candi Gedongsongo juga dilengkapi dengan pendopo,panggung kesenian/hiburan rakyat, taman, kios kerajinan dan makanan. Juga ada jasa berkeliling dengan kuda, yang terbaru, sejak tahun 2010 kemarin ada fasilitas baru yang sudah diresmikan Vanaprasta Gedongsongo Park (rumah heritage, meditasi/yoga, spa&reflexiology, kolam rendam, resto).
Candi Gedongsongo adalah candi hindu yang dibangun abad VIII SM pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Tahun 1740, Loten menemukan kompleks Candi Gedongsongo. Tahun 1804, Raffles mencatat kompleks tersebut dengan nama Gedong Pitoe karena hanya ditemukan tujuh kelompok bangunan. Van Braam membuat publikasi pada tahun 1925, Friederich dan Hoopermans membuat tulisan tentang Gedongsongo pada tahun 1865. Tahun 1908 Van Stein Callenfels melakukan penelitian terhadapt kompleks candi dan Knebel melakukan inventarisasi pada tahun 1910-1911.
Candi Gedong 1
Relief Kera
reruntuhan candi perwara


Candi Gedong I dari atas
Yoni di Candi Gedong I
Sekitar 200 meter dari pintu masuk, kita temui Candi Gedong I, seperti namanya, Candi Gedong I ada di posisi pertama yang akan kita jumpai saat masuk ke Gedongsongo. Relief di candi ini seperti candi candi hindu lain, ada relief batara kala, hewan hewan seperti naga, kera dll. Di belakang kanan candi ada reruntuhan yang dulunya dimungkinkan candi perwara/pendamping candi ini. Di dalam candi, adapula yoni sebagi tempat dupa untuk peribadatan zaman dulu. Sementara itu dibelakang candi ada aliran air yang sangat jernih. Atap candi I tidak sempurna dalam susunannya. Mungkin karena lapuk dimakan usia atau bisa juga banyak batu candi yang dibawa oleh para kolektor. Bisa suja karena rusak disambar petir. Karena bila hujan, kawasan candi ini relatif tinggi intensitas terjadinya petir, walaupun sudah ada usaha memasang alat penangkal petir. Di dalam candi masih ada yoni, sementara lingganya sudah tidak ada.

Candi Gedong II

Menuju candi Gedong 2, ada beberapa perubahan jalan menuju kearah Candi II, jalan yang baru sedikit lebih jauh dari jalan sebelumnya, memutar memasuki vanaprasta park. Karena terburu buru, dan masih banyak pengunjung yang menerobos lewat bekas jalan yang lama saya jadi ikut-ikutan. Antara Candi I dan Candi II melewati Pemandian air dingin disebelah kiri jalan, sementara di sebelah kanan Vanaprasta Park, hutan pinus (seingat saya di hutan pinus itu ada tempat pertapaan, semoga benar, dulu saat turun dari puncak gunung Ungaran pernah melewati jalur gedong songo ini). Juga masih ada sisa dari gardu pandang. Tinggal bangunan yang tidak diketahui bangunan itu dipergunakan untuk apa.
Candi Gedong II
Pemandangan di Gedong II lebih indah dari Candi Gedong I. Sebelum masuk area candi ada sebongkah batu besar yang seringkali menjadi tempat berfoto ria bagi pengunjung candi. Disamping kiri dan depan candi ada reruntuhan candi yang belum tersusun dengan baik. Untuk bangunan candi utama ini kondisinya masih bagus, dibandingkan dengan Candi Gedong I.
Candi Gedong II
Pada saat berada di Candi II, keadaan sudah mulai gelap, bau belerang semakin kuat yang berasal dari mata air panas yang ada di dekat Candi Gedong III ( dekat : terletak di lembah di depan Candi Gedong III, dengan jalan yang sama untuk menuju Candi Gedong IV)
Candi Gedong II





Pemandian Air Panas
Karena konsisi sudah mulai tidak bersahabat; kabut mulai turun, Guntur bersahutan tanda sesaat lagi hujan, serta saya (mungkin) pengunjung terakhir yang masih di kawasan ini, ekplorasi Candi Gedong III sementara dengan berat hati hanya bisa menampilkan gambar dulu, itupun versi malam... Candi Gedong III masih utuh, juga candi perwaranya masih bisa dinikmati baik yang berada didepan maupun disamping, akan tetapi karena kondisi sudah tidak memungkinkan lagi… dengan sangat terpaksa ekpedisi kali ini harus saya akhiri,  (bersambung)
Candi Gedong III
Sate Kelinci
Oh ya… Apabila anda berkunjung ke Gedongsongo, jangan lupa mencoba Sate Kelincinya… dijamin mantabzzz……






Jumat, 06 Mei 2011

Candi Tugu

Satu Batas daerah kekuasaan kerajaan besar Majapahit dan Pajajaran Sebagai sarana perdamaian dua kerajaan besar di tanah jawa yang berdampinan Padjajaran dengan cinta kasihnya Majapahit dengan hegemoni kekuasaannya...


Setelah Makam ada gang masuk....
Candii ini melalui gang ini...
(TANPA ADA PAPAN PETUNJUK---gmn nic pemkot smg??!!)
Candi Tugu ini berada pada Jalan Mangkang KM 11, sekitar 2 km dari IAIN Walisongo, arah Semarang Jakarta berada di sisi kanan jalan, atau beberapa ratus meter saja dari RSUD Tugurejo..  tepatnya di belakang makam. Apabila anda tertarik ke Candi Tugu ini, dari arah Kalibanteng ataupun dari terminal Mangkang sangat mudah dijangkau, kalau dari kalibanteng setelah RSUD Tugu maju lagi 200m, apabila di sebelah kanan makam, maka anda sudah sampai. cari saja tempat untuk memutarbalik....., Kalau dari terminal mangkang langsung saja berhenti di depan makam (jalan yang agak menikung) tepatnya Kuburan Lanji terletak di desa Jrakah Kecamatan Tugu Semarang. Hanya 200m dari jalan raya Jakarta-Semarang. dari Jauh sudah terlihat keberadaan Candi Tugu ini, karena terletak di bukit yang tinggi....menjulang-- Kesan magis, (merinding...) langsung terasa saat melewati jalan di samping makam ini, seperti cerita masyarakat sekitar yang berkembang memang makam ini keramat. Cerita yang turun temurun Makam Lanji ini merupakan makam kuno yang sudah ada sejak zaman majapahit-padjajaran, karena dulu merupakan tapal batas kedua kerajaan yang dimakamkan disini pun para punggawa perbatasan kedua kerajaan yang meninggal saat bertugas di tempat ini. 
        Pada sekitar tahun tujuh puluhan Kuburan Lanji dibongkar untuk pembangunan Pabrik Baja. Sehingga hampir semua tulang belulang dipindahkan. Sebagian ke makam Krajan Jrakah dan yang lainnya dimakam Pelem Kerep Utara. Nah saat pemindahan makam tersebut. Ternyata banyak makam yang tidak bisa dipindah karena masalah non tekhnis. Banyak kuburan yang tidak bisa dibongkar, sampai ada cerita tentang orang tua berjubah putih yang menunggui dan tidak ikhlas untuk dipindahkan.Mbah Lebe (Mbah Syamsudin) adalah perangkat desa Jrakah saat itu yang pernah diserahi tugas oleh almarhum pak H. Rabon Barokah Kepala Desa yang menjabat saat itu ketika proses pemindahan bila ada masalah diluar nalar menuturkan, saat penggalian beliau pernah menemukan beberapa logam kuning layaknya emas dibeberapa makam, seperti kembang pentul rambut, ikat lengat layaknya wayang orang dan lain sebagainya.
Jalan Masuk.... Candi Tugu
halaman candi tugu
Tidak ada tempat parkir disini, tapi ada rumah penduduk yang saat itu bersedia saya titipi parkir sepeda motor, dan tanpa diduga, ada 2 anak kecil yang minta uang parkir... kaget tapi agak lucu juga.... dasar preman junior, minta uang tapi alasan parkir.... (kok bisa?) lha wong buat parkir kok minta didepan bayarnya, suruh jagain ga mau, alasannya mow ngaji... ya sudah.... Rp. 1000,- untuk anak kecil itu...
Setelah kelar parkir motor.... Langsung tancap gas.... tidak sabar untuk 'eskplor' candi ini, disambut 65 anak tangga yang lumayang tinggi (tinggi satu anak tangga 20cm...
Membutuhkan energi ekstra + Sepadan dengan Pemandangan yang tersaji
saran saya untuk membawa bekal terutama air mineral.... (hehehe lumayan 'ngos-ngosan'...
Ada 5 bangunan, yang terpenting adalah Tugu Tapal batas ini, kemudian ada 1 candi utama, 2 candi pintu gerbang dan gua (tempat semedi)
Bagian 1. Watu Tugu, yang tingginya 2x orang dewasa ini, pada era penjajahan belanda, tahun 1938 (atas masukan Sejarawan J Knebel) diadakan pemugaran terhadap situs ini, lalu dibawah situs tersebut dan diletakan prasasti dengan tulisan belanda dan jawa dibawahnya. Dan tahun 80-an, candi ini kembali direnovasi oleh pemkot kota Semarang.... sayangnya saat ini candi ini mulai dilupakan!
Bagian 2. Pintu Gerbang Utara
 Setelah Berjuang cukup keras...(1 botol air mineral kandas) sampailah ke pintu gerbang Candi Tugu sebelah Selatan.... Kekecewaan ata apa yang terlihat langsung menyeruak.... banyak coretan coretan yang tidak bertanggungjawab. Vandalisme modern seakan menjadi budaya, siapapun yang kesini berebutan tidak mau ketinggalan untuk memberikan coretan,.... padahal apa yang di hasilkan dari coretan itu? kenangan? BODOH kalau orang berpikir demikian, yang diakibatkan tentunya adalah Ketidaknyamanan....Candi yang seharusnya menjadi warisan budaya malah menjadi sarana ekspresi ugal-ugalan.... sangat disayangkan perilaku masyarakat kita.....
Kapan ya ada bersih candi Tugu....Pingin Ikut....

Pemandangan dari sini cukup mengagumkan,
sayangnya terganggu tangan tangan  bodoh  tak berguna
Bagian 3. Pintu Gerbang Barat
Uang mengalahkan Segalanya...
Keindahan yang tertumpas oleh kekuasaan
Lebih Tragis...... atas nama kapitalisme, atas nama uang Candi ini dikorbankan, siapapun pemilik tanan di sebelah candi tugu (siapa lagi kalo bukan Pemkot Semarang? kalo memang milik pribadi kenapa tdk di bebaskan untuk kepentingan budaya dan wisata????!!!!), bagaimana tidak.... disebelahnya adalah warisan budaya, sejarah yang bernilai tinggi, di eksploitasi untuk ..pengambilan dan pemecahan batu....
Ironi ditengah perkembangan jaman.....
Kalau melihat kemampuan Pemkot Semarang mengelola Sam Poo Koong.... cukup berhasil, walaupun peran tidak sepenuhnya, akan tetapi saya pikir pemkot juga bisa memaksimalkan potensi sejarah yang ada di candi tugu untuk wisata budaya...
Belum ada 5 menit, sudah terlihat polusi debu yang dihasilkan pabrik pengeruk uang disebelah candi ini, belum lagi polusi suara yang dibunyikan mesin pemecah suara. Kamera yang saya bawa juga bayak menempel debu, 
Masih Diamkah kita??????


Bagian 4. Goa 
Di sebelah timur, candi ada Goa yang dijadikan tempat untuk berSemedi. Kesan tidak terawat langsung terlihat, banyak coret-coretan di dinding goa. Kadang -kadang, Jika Malam jumat kliwon/Malam suro tempat ini masih sering digunakan untuk tempat beribadah, dengnan banyak ditemukannya sisa-sisa pembakaran kemenyan. 


  Bagian 6. Candi Utama

Bila anda telah sampai lokasi situs melalui pintu utara dari arah makam maka perasaan akan bercampur aduk. Indahnya lokasi situs, anggunya bangunan, suasana dan hawa magis menyengat menjadi satu. Watu/ batu tugu bertengger dipondasi prasasti Kolonial berada disebelah paling barat, atau paling depan bila lewat pintu barat. Pondasi prasati sebelah selatan berhurufkan Jawa (Hanacaraka). Sedang bagian timur berbahasa Belanda. Disebelah Watu/ Batu Tugu bertengger Candi Hindu hasil pugaran Pemerintah kota Semarang diawal tahun delapan puluhan. Candi menghadap arah barat menyongsong datangnya sinar matahari tersebut terlihat indah dengan ornamen pahatan batu berbentuk kepala naga pada tangga naik. Pada kanan dan kiri pintu masuk candi ada pahatan dewa-dewi. Dinding utara, barat dan 


selatan juga dihiasi ornament/ pahatan para dewa. Tercium bau kemenyan dan bunga pada dalam candi. Menurut warga sekitar, pada hari-hari tertentu biasanya digunakan untuk ritual kepercayaan oleh orang luar daerah dengan pakaian jubah putih dan kuning ala Saolin.
Arca berbentuk Gajah
Dengan kondisi yang memprihatinkan, Bagian Kepala dibawa oleh tangan penjahat yang tidak beradab....
Tempat  dupa/kemenyan
 Tulisan -tulisan ini menunjukkan orang yang pernah kesini tidak menghardai peradaban manusia...
Sambutan di Pintu Gerbang Candi Tugu....Butho



Beristirahat melepas penat, ditempat ini terasa nyaman, semilir angin yang  sejuk, pemandangan indah terbentang di depan mata, pantai, gunung dan segala aktifitas di jalan raya terlihat disini.....
Sampai ketemu di Tempat tempat lain yang   menyimpan seni budaya leluhur bangsa kita....
wassalam.....