Belajar Mengungkapkan,Membagikan, secuil budaya satu persatu semampu sekuatku
Rabu, 08 Juni 2011
Negarakertagama
Pupuh I
1. Om! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki Pelindung jagat
Siwa-Buda Janma-Batara sentiasa tenang tenggelam dalam Samadi
Sang Sri Prawatanata, pelindung para miskin, raja adiraja dunia
Dewa-Batara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah
2. Merata serta meresapi segala makhluk, nirguna bagi kaum Wisnawa
Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagai Jambala
Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi
Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia
3. Begitulah pujian pujangga penggubah sejarah raja, kepada Sri Nata
Rajasanagara, Sri Nata Wilwatikta yang sedang memegang tampuk negara
Bagai titisan Dewa-Batara beliau menyapu duka rakyat semua
Tunduk setia segenap bumi Jawa, bahkan malah seluruh nusantara
4. Tahun Saka masa memanah surya (1256) beliau lahir untuk jadi narpati
Selama dalam kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran
Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar
Gunung Kampud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari
negara
5. Itulah tanda bahwa Batara Girinata menjelma bagai raja besar
Terbukti, selama bertakhta, seluruh tanah Jawa tunduk menadah p’rintah
Wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian
Durjana berhenti berbuat jahat, takut akan keberanian Sri Nata
Pupuh II
1. Sang Sri Rajapatni yang ternama adalah nenekanda Sri Baginda
Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya
Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda
Tahun Saka dresti saptaruna (1272) kembali beliau ke Budaloka
2. Ketika Sri Rajapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung
Kembali gembira bersembah bakti semenjak Baginda mendaki takhta
Girang ibunda Tribuwana Wijayatunggadewi mengemban takhta
Bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendra-putera
Pupuh III
1. Beliau bersembah bakti kepada ibunda Sri Rajapatni
Setia mengikuti ajaran Buda, menyekar yang telah mangkat
Ayahanda Baginda raja yalah Sri Kertawardana raja
Keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja
2
2. Ayahnya Sri Baginda raja bersemayam di Singasari
Bagai Ratnasambawa menambah kesejahteraan bersama
Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara
Mahir mengemudikan perdata, bijak dalam segala kerja
Pupuh IV
1. Puteri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan
Bertakhta di Daha, cantik tak bertara, bersandar nam guna
Adalah bibi Baginda, adik maharani di Jiwana
Rani Daha dan rani Jiwana bagai bidadari kembar
2. Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker
Rupawan bagai titisan Upendra, mashur bagai sarjana
Setara raja Singasari, sama teguh di dalam agama
Sangat mashurlah nama beliau di seluruh tanah Jawa
Pupuh V
1. Adinda Baginda raja di Wilwatikta:
Puteri jelita, bersemayam di Lasem
Puteri jelita Daha, cantik ternama
Indudewi puteri Wijayarajasa
2. Dan lagi puteri bungsu Kertawardana
Bertakhta di Pajang, cantik tidak bertara
Puteri Sri Narapati Jiwana yang mashur
Terkenal sebagai adinda Sri Baginda
Pupuh VI
1. Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana
Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun
Bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya
Raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala
2. Sri Singawardana, rupawan, bagus, muda, sopan dan perwira
Bergelar raja Paguhan, beliaulah suami rani Pajang
Mulia perkawinannya laksana Sanatkumara dan dewi Ida
Bakti kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat
3. Bhre Lasem Menurunkan puteri jelita Nagarawardani
Bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi
Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana
Bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri narendra
3
4. Puteri bungsu rani Pajang mem’rintah daerah Pawanuhan
Berjuluk Surawardani masih muda indah laksana gambar
Para raja pulau Jawa masing-masing mempunyai negara
Dan Wilwatikta tempat mereka bersama menghamba Sri nata
Pupuh VII
1. Melambung kidung merdu pujian sang prabu, beliau membunuh musuhmusuh
Bagai matahari menghembus kabut, menghimpun negara di dalam kuasa
Girang janma utama bagai bunga tunjung, musnah durjana bagai kumuda
Dari semua desa di wilayah negara pajak mengalir bagai air
2. Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu menghujani bumi
Menghukum penjahat bagai dewa Yana, menimbun harta bagaikan Waruna
Para telik masuk menembus segala tempat laksana Hyang Batara Bayu
Menjaga pura sebagai dewi Pretiwi, rupanya bagus seperti bulan
3. Seolah-olah Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan pura
Semua para puteri dan isteri sibiran dahi Sri Ratih
Namun sang permaisuri, keturunan Wijayarajasa, tetap paling cantik
Paling jelita bagaikan Susumna, memang pantas jadi imbangan Baginda
4. Berputeralah beliau puteri mahkota Kusumawardani, sangat cantik
Sangat rupawan jelita mata, lengkung lampai, bersemayam di Kabalan
Sang menantu Sri Wikramawardana memegang perdata seluruh negara
Sebagai dewa-dewi mereka bertemu tangan, menggirangkan pandang
Pupuh VIII
1. Tersebut keajaiban kota: tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura
Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas,
bersabuk parit
Pohon brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka
ragam
Di situlah tempat tunggu para tanda terus-menerus meronda, jaga paseban
2. Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir
Di sebelah timur: panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih
mengkilat
Di bagian utara, di selatan pekan, rumah berjejal jauh memanjang, sangat
indah
Di selatan jalan perempat: balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra
3. Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap
padang watangan
4
Yang meluas ke empat arah; bagaian utara paseban pujangga dan menteri
Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buda, yang bertugas membahas
upacara
Pada masa grehana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia
4. Di sebelah timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil siwa
Di sebelah tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap
panggung korban
Bertegak di halaman sebelah barat; di utara tempat Buda bersusun tiga
Puncaknya penuh berukir; berhamburan bunga waktu raja turun
berkorban
5. Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat pintu, itulah paseban
Rumah bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga
lebat
Agak jauh di sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira
Tepat di tengah-tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai
berkicau
6. Di dalam, di selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura
yang kedua
Dibuat bertingkat-tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri
Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela
Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar
tutur
Pupuh IX
1. Inilah para penghadap: pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang
Nyu Gading Janggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama
Waisangka kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang Jayagung
Dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan, dan banyak lagi
2. Begini keindahan lapang watangan luas bagaikan tak berbatas
Menteri, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka
Bhayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua
Di sebelah utara pintu istana, di selatan satria dan pujangga
3. Di bagian barat: beberapa balai memanjang sampai mercudesa
Penuh sesak pegawai dan pembantu serta para perwira penjaga
Di bagian selatan agak jauh: beberapa ruang, mandapa dan balai
Tempat tinggal abdi Sri narapati Paguhan, bertugas menghadap
4. Masuk pintu kedua, terbentang halaman istana berseri-seri
Rata dan luas, dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias
Di sebelah timur menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan
Itulah balai tempat terima tatamu Sri nata di Wilwatikta
5
Pupuh X
1. Inilah pembesar yang sering menghadap di balai witana
Wredamentri, tanda menteri pasangguhan dengan pengiring
Sang Panca Wilwatikta: mapatih, demung, kanuruhan, rangga
Tumenggung, lima priyayi agung yang akrab dengan istana
2. Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan
Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh
Jika datang, berkumpul di kepatihan seluruh negara
Lima menteri utama, yang mengawal urusan negara
3. Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap
Berdiri di bawah lindungan asoka di sisi witana
Begitu juga dua dharmadhyaksa dan tujuh pembantunya
Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan
Pupuh XI
1. Itulah penghadap balai witana, tempat takhta, yang terhias serba bergas
Pantangan masuk ke dalam istana timur, agak jauh dari pintu pertama
Ke Istana Selatan, tempat Singawardana, permaisuri, putra dan putrinya
Ke Istana Utara, tempat Kertawardana. Ketiganya bagai kahyangan
2. Semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni
Kakinya dari batu merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan
Genting atapnya bersemarak serba meresapkan pandang, menarik
perhatian
Bunga tanjung, kesara, campaka dan lain-lainnya terpencar di halaman
Pupuh XII
1. Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng
Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja
Selatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka
Barat tempat arya, menteri dan sanak-kadang adiraja
2. Di timur, tersekat lapangan, menjulang istana ajaib
Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci
Berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani Lasem
Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta
3. Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi
Di situ menetap patih Daha, adinda Baginda di wengker
Batara Narapati, termashur sebagai tulang punggung praja
Cinta taat kepada raja, perwira, sangat tangkas dan bijak
6
4. Di timur laut rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada
Menteri wira, bijaksana, setia bakti kepada negara
Fasih bicara, teguh tangkas, tenang tegas, cerdik lagi jujur
Tangan kanan maharaja sebagai, penggerak roda negara
5. Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus
Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda
Terlangkahi rumah para menteri, para arya dan satria
Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura
6. Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang
Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama
Negara-negara di nusantara, dengan Daha bagai pemuka
Tunduk menengadah, berlindung di bawah Wilwatika
Pupuh XIII
1. Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu M’layu:
Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut
Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane
Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang
2. Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus
Itulah terutama negara-negara Melayu yang t’lah tunduk
Negara-negara di pulau Tanjungnegara: Kapuas-Katingan
Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut
Pupuh XIV
1. Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan
Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir
Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei
Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura
2. Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu
Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu
Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah
Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun
3. Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut:
Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah
Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo
Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus
4. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah
Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya
Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk
Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk
7
5. Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi
Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar
Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin
Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain
Pupuh XV
1. Inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan
Siam dengan Ayudyapura, begitu pun Darmanagari
Marutma, Rajapura, begitu juga Singanagari
Campa, Kamboja dan Yawana yalah negara sahabat
2. Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara asing
Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu
Konon tahun Saka lautan menantang bumi, itu saat
Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh
3. Semenjak nusantara menadah perintah Sri Baginda
Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti
Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan
Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti
Pupuh XVI
1. Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di nusantara
Dilarang mengabaikan urusan negara, mengejar untung
Seyogyanya, jika mengemban perintah ke mana juga
Menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat
2. Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata
Dalam perjalanan mengemban perintah Baginda Nata
Dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa
Karena penghuninya bukan penganut ajaran Buda
3. Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun, bali
Boleh dijelajah tanpa ada yang dikecualikan
Bahkan menurut kabaran mahamuni Empu Barada
Serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah teguh
4. Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja
Dikirim ke timur ke barat, di mana mereka sempat
Melakukan persajian seperti perintah Sri Nata
Resap terpandang mata jika mereka sedang mengajar
5. Semua negara yang tunduk setia menganut perintah
Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari pulau Jawa
Tapi yang membangkang, melanggar perintah, dibinasakan
Pimpinan angkatan laut, yang telah mashur lagi berjasa
8
Pupuh XVII
1. Telah tegak teguh kuasa Sri Nata di Jawa dan wilayah nusantara
Di Sripalatikta tempat beliau bersemayam, menggerakkan roda dunia
Tersebar luas nama beliau, semua penduduk puas, girang dan lega
Wipra, pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi mashur
2. Sungguh besar kuasa dan jasa beliau, raja agung dan raja utama
Lepas dari segala duka, mengeyam hidup penuh segala kenikmatan
Terpilih semua gadis manis di seluruh wilayah Janggala Kediri
Berkumpul di istana bersama yang terampas dari negara tetangga
3. Segenap tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kuasa Baginda
Ribuan orang berkunjung laksana bilangan tentara yang mengepung pura
Semua pulau laksana daerah pedusunan tempat menimbun bahan
makanan
Gunung dan rimba hutan penaka taman hiburan terlintas tak berbahaya
4. Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling
Desa Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura
Ramai tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara prasetyan
Girang melancong mengunjungi Wewe Pikatan setempat dengan candi
lima
5. Atau pergilah beliau bersembah bakti ke hadapan Hyang Acalapati
Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai
Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin
Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun
6. Tahun Aksatisurya (1275) sang prabu menuju Pajang membawa banyak
pengiring
Tahun Saka angga-naga-aryama (1276) ke Lasem, melintasi pantai
samudra
Tahun Saka pintu-gunung-mendengar-indu (1279) ke laut selatan
menembus hutan
Lega menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu dan Sideman
7. Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281) di Badrapada bulan
tambah
Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang
Naik kereta diiringi semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi
Menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta
8. Juga yang menyamar Prapanca girang turut mengiring paduka Maharaja
Tak tersangkal girang sang kawi, putera pujangga, juga pencinta kakawin
Dipilih Sri Baginda sebagai pembesar kebudaan mengganti sang ayah
Semua pendeta Buda umerak membicarakan tingkah lakunya dulu
9
9. Tingkah sang kawi waktu muda menghadap raja, berkata, berdamping,
tak lain
Maksudnya mengambil hati, agar disuruh ikut beliau ke mana juga
Namun belum mampu menikmati alam, membinanya, mengolah dan
menggubah
Karya kakawin; begitu warna desa sepanjang marga terkarang berturut
10. Mula-mula melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah
Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat Kanci
Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkaja memanjang bersambungsambungan
Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu Hanyar letaknya di tepi
jalan
11. Habis berkunjung pada candi makam Pancasara, menginap di
Kapulungan
Selanjutnya sang kawi bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari
pantai
Yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama Saraya
Tetapi masih tetap dalam tangan lain, rindu termenung-menung
menunggu
Pupuh XVIII
1. Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan, berdesak abdi berarak
Sepanjang jalan penuh kereta, penumpangnya duduk berimpit-impit
Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki
Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda
2. Tak terhingga jumlah kereta, tapi berbeda-beda tanda cirinya
Meleret berkelompok-kelompok, karena tiap ment’ri lain lambangnya
Rakrian sang menteri patih amangkubumi penatang kerajaan
Keretanya beberapa ratus berkelompok dengan aneka tanda
3. Segala kereta Sri Nata Pajang semua bergambar matahari
Semua kereta Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih
Kendaraan Sri Nata Daha bergambar Dahakusuma mas mengkilat
Kereta Sri Nata Jiwana berhias bergas menarik perhatian
4. Kereta Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah maja
Beratap kain geringsing, berhias lukisan mas, bersinar merah indah
Semua pegawai, parameswari raja dan juga rani Sri Sudewi
Ringkasnya para wanita berkereta merah, berjalan paling muka
5. Kereta Sri Nata berhias mas dan ratna manikam paling belakang
Jempana-jempana lainnya bercadar beledu, meluap gemerlap
10
Rapat rampak prajurit pengiring Janggala Kediri, Panglarang, Sedah
Bhayangkari gem’ruduk berbondong-bondong naik gajah dan kuda
6. Pagi-pagi telah tiba di Pancuran Mungkur; Sri Nata ingin rehat
Sang rakawi menyidat jalan, menuju Sawungan mengunjungi akrab
Larut matahari berangkat lagi tepat waktu Sri Baginda lalu
Ke arah timur menuju Watu Kiken, lalu berhenti di Matanjung
7. Dukuh sepi kebudaan dekat tepi jalan, pohonnya jarang-jarang
Berbeda-beda namanya Gelanggang, Badung, tidak jauh dari Barungbung
Tak terlupakan Ermanik, dukuh teguh-taat kepada Yanatraya
Puas sang dharmadhyaksa mencicipi aneka jamuan makan dan minum
8. Sampai di Kulur, Batang di Gangan Asem perjalanan Sri Baginda Nata
Hari mulai teduh, surya terbenam, telah gelap pukul tujuh malam
Baginda memberi perintah memasang tenda di tengah-tengah sawah
Sudah siap habis makan, cepat-cepat mulai membagi-bagi tempat
Pupuh XIX
1. Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam
Dari Baya melalui Katang, Kedung Dawa, Rame, menuju Lampes,Times
Serta biara pendeta di Pogara mengikut jalan pasir lemah-lembut
Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, kereta masih terus lari
2. Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah
Tanahnya anugerah Sri Baginda kepada Gajah Mada, teratur rapi
Di situlah Baginda menempati pasanggrahan yang terhias sangat bergas
Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandi-bakti
Pupuh XX
1. Sampai di desa kasogatan Baginda dijamu makan minum
Pelbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra
Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar, We Petang
Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap
2. Begitu pula desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul
Termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan
Itulah empat belas desa kasogatan yang berakuwu
Sejak dahulu delapan saja yang menghasilkan bahan makanan
Pupuh XXI
1. Fajar menyingsing; berangkat lagi Baginda melalui
Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah, Bare-bare, Dawohan
11
Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang serta Kasaduran
Kereta berjalan cepat-cepat menuju Pawijungan
2. Menuruni lurah, melintasi sawah, lari menuju
Jaladipa, Talapika, Padali, Arnon dan Panggulan
Langsung ke Payaman, Tepasana ke arah kota Rembang
Sampai di Kemirahan yang letaknya di pantai lautan
Pupuh XXII
1. Di Dampar dan Patunjungan Sri Baginda bercengkerma menyisir tepi
lautan
Ke jurusan timur turut pasisir datar, lembut-limbur dilintas kereta
Berhenti beliau di tepi danau penuh teratai, tunjung sedang berbunga
Asyik memandang udang berenang dalam air tenang memperlihatkan
dasarnya.
2. Terlangkahi keindahan air telaga yang lambai-melambai dengan lautan
Danau ditinggalkan, menuju Wedi dan Guntur tersembunyi di tepi jalan
Kasogatan Bajraka termasuk wilayah Taladwaja sejak dulu kala
Seperti juga Patunjungan, akibat perang, belum kembali ke asrama.
3. Terlintas tempat tersebut, ke timur mengikut hutan sepanjang tepi lautan
Berhenti di Palumbon berburu sebentar, berangkat setelah surya larut
Menyeberangi sungai Rabutlawang yang kebetulan airnya sedang surut
Menuruni lurah Balater menuju pantai lautan, lalu bermalam lagi
4. Pada waktu fajar menyingsing, menuju Kunir Basini, di Sadeng bermalam
Malam berganti malam Baginda pesiar menikmati alam Sarampuan
Sepeninggalnya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai
Heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti
hujan
5. Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan
Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, terus menuju Tumbu dan Habet
Galagah, Tampaling, beristirahat di Renes seraya menanti Baginda
Segera berjumpa lagi dalam perjalanan ke Jayakreta-Wanagriya
Pupuh XXIII
1. Melalui Doni Bontong, Puruhan, Bacek
Pakisaji, Padangan terus ke Secang
Terlintas Jati Gumelar, Silabango
Ke utara ke Dewa Rame dan Dukun
2. Lalu berangkat lagi ke Pakembangan
Di situ bermalam; segera berangkat
12
Sampailah beliau ke ujung lurah daya
Yang segera dituruni sampai jurang
3. Dari pantai ke utara sepanjang jalan
Sangat sempit, sukar amat dijalani
Lumutnya licin akibat kena hujan
Banyak kereta rusak sebab berlanggar
Pupuh XXIV
1. Terlalu lancar lari kereta melintas Palayangan
Dan Bangkong, dua desa tanpa cerita, terus menuju
Sarana, mereka yang merasa lelah ingin berehat
Lainnya bergegas berebut jalan menuju Surabasa
2. Terpalang matahari terbenam berhenti di padang lalang
Senja pun turun, sapi lelah dilepas dari pasangan
Perjalanan membelok ke utara melintas Turayan
Beramai-ramai lekas-lekas ingin mencapai Patukangan
Pupuh XXV
1. Panjang lamun dikisahkan kelakuan para ment’ri dan abdi
Beramai-ramai Baginda telah sampai di desa Patukangan
Di tepi laut lebar tenang rata terbentang di barat Talakrep
Sebelah utara pakuwuan pasanggrahan Baginda Nata
2. Semua menteri, mancanagara hadir di pakuwuan
Juga jaksa Pasungguhan Sang Wangsadiraja ikut menghadap
Para Upapati yang tanpa cela, para pembesar agama
Panji Siwa dan Panji Buda, faham hukum dan putus sastera
Pupuh XXVI
1. Sang adipati Suradikara memimpin upacara sambutan
Diikuti segenap penduduk daerah wilayah Patukangan
Menyampaikan persembahan, girang bergilir dianugerahi kain
Girang rakyat girang raja, pakuwuan berlimpah kegirangan
2. Untuk pemandangan ada rumah dari ujung memanjang ke lautan
Aneka bentuknya, rakit halamannya, dari jauh bagai pulau
Jalannya jembatan goyah kelihatan bergoyang ditempuh ombak
Itulah buatan sang arya bagai persiapan menyambut raja
13
Pupuh XXVII
1. Untuk mengurangi sumuk akibat teriknya matahari
Baginda mendekati permaisuri seperti dewa-dewi
Para puteri laksana apsari turun dari kahyangan
Hilangnya keganjilan berganti pandang penuh heran-cengang
2. Berbagai-bagai permainan diadakan demi kesukaan
Berbuat segala apa yang membuat gembira penduduk
Menari topeng, bergumul, bergulat, membuat orang kagum
Sungguh beliau dewa menjelma, sedang mengedari dunia
Pupuh XXVIII
1. Selama kunjungan di desa Patukangan
Para menteri dari Bali dan Madura
Dari Balumbung, kepercayaan Baginda
Menteri seluruh Jawa Timur berkumpul
2. Persembahan bulu bekti bertumpah-limpah
Babi, gudel, kerbau, sapi, ayam dan anjing
Bahan kain yang diterima bertumpuk timbun
Para penonton tercengang-cengang, memandang
3. Tersebut keesokan hari pagi-pagi
Baginda keluar di tengah-tengah rakyat
Diiringi para kawi serta pujangga
Menabur harta, membuat gembira rakyat
Pupuh XXIX
1. Hanya pujangga yang menyamar Prapanca sedih tanpa upama
Berkabung kehilangan kawan kawi-Buda Panji Kertayasa
Teman bersuka-ria, teman karib dalam upacara ‘gama
Beliau dipanggil pulang, sedang mulai menggubah karya megah
2. Kusangka tetap sehat, sanggup mengantar aku ke mana juga
Beliau tahu tempat-tempat mana yang layak pantas dilihat
Rupanya sang pujangga ingin mewariskan karya megah indah
Namun, mangkatlah beliau, ketika aku tiba, tak terduga
3. Itulah lantarannya aku turut berangkat ke desa Keta
Meliwati Tal Tunggal, Halalang-panjang, Pacaran dan Bungatan
Sampai Toya Rungun, Walanding, terus Terapas, lalu bermalam
Paginya berangkat ke Lemah Abang, segera tiba di Keta
14
Pupuh XXX
1. Tersebut perjalanan Sri Narapati ke arah barat
Segera sampai Keta dan tinggal di sana lima hari
Girang beliau melihat lautan, memandang balai kambang
Tidak lupa menghirup kesenangan lain sehingga puas
2. Atas perintah sang arya semua menteri menghadap
Wiraprana bagai kepala, upapati Siwa-Buda
Mengalir rakyat yang datang sukarela tanpa diundang
Mambawa bahan santapan, girang menerima balasan
Pupuh XXXI
1. Keta t’lah ditinggalkan. Jumlah pengiring malah bertambah
Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai Sampora
Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gebang, Krebilan
Sampai di Kalayu Baginda berhenti ingin menyekar
2. Kalayu adalah nama desa perdikan kasogatan
Tempat candi makam sanak kadang Baginda raja
Penyekaran di makam dilakukan dengan sangat hormat
“Memegat sigi” nama upacara penyekaran itu
3. Upacara berlangsung menepati segenap aturan
Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama
Para patih mengarak Sri Baginda menuju paseban
Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak
4. Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan
Mengunjungi desa-desa di sekitarnya genap lengkap
Beberapa malam lamanya berlumba dalam kesukaan
Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja
5. Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan
Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam
Tanah anugerah Sri Nata kepada Tumenggung Nala
Candinya Buda menjulang tinggi, sangat elok bentuknya
6. Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela
Tidak diuraikan betapa rahap Baginda Nata bersantap
Paginya berangkat lagi ke Halses, B’rurang, Patunjungan
Terus langsung melintasi Patentanan, tarub dan Lesan
Pupuh XXXII
1. Segera Sri Baginda sampai di Pajarakan, di sana bermalam pat hari
Di tanah lapang sebelah selatan candi Buda beliau memasang tenda
15
Dipimpin Arya Sujanottama para mantri dan pendeta datang menghadap
Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima anugerah uang
2. Berangkat dari situ Sri Baginda menuju asrama di rimba Sagara
Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Buluh
Melalui wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara
Letaknya gaib ajaib di tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum
rindu
3. Sang pujangga Prapanca yang memang senang bermenung tidak selalu
menghadap
Girang melancong ke taman melepaskan lelah melupakan segala duka
Rela melalaikan paseban mengabaikan tata tertib para pendeta
Memburu nafsu menjelajah rumah berbanjar-banjar dalam deretan
berjajar
4. Tiba di taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh
lebat
Suka cita Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di
dalam cita
Di atas tiap atap terpahat ucapan seloka yang disertai nama
Pancaksara pada penghabisan tempat terpahat samara-samar,
menggirangkan
5. Pemandiannya penuh lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi
Berhamburan bunga nagakusuma di halaman yang dilingkungi selokan
Andung, karawira, kayu mas, menur serta kayu puring dan lain-lainnya
Kelapa gading kuning rendah menguntai di sudut mengharu-rindu
pandangan
6. Tiada sampailah kata meraih keindahan asrama yang gaib dan ajaib
Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar berkesan kerasnya tata tertib
Semua para pertapa, wanita dan priya, tua-muda, nampaknya bijak
Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia
Pupuh XXXIII
1. Habis berkeliling asrama, Baginda lalu dijamu
Para pendeta pertapa yang ucapannya sedap-resap
Segala santapan yang tersedia dalam pertapaan
Baginda membalas harta, membuat mereka gembira
2. Dalam pertukaran kata tentang arti kependetaan
Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan
Akhirnya cengkerma ke taman penuh dengan kesukaan
Kegirang-girangan para pendeta tercengang memandang
16
3. Habis kesukaan memberi isyarat akan berangkat
Pandang sayang yang ditingggal mengikuti langkah yang pergi
Bahkan yang masih remaja puteri sengaja merenung
Batinnya: dewa asmara turun untuk datang menggoda
Pupuh XXXIV
1 Baginda berangkat, asrama tinggal berkabung
Bambu menutup mata sedih melepas selubung
Sirih menangis merintih, ayam roga menjerit
Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya
2 Kereta lari cepat, karena jalan menurun
Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan
Segera sampai Arya, menginap satu malam
Paginya ke utara menuju desa Ganding
3 Para ment’ri mancanegara dikepalai
Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda
Membawa santapan sedap dengan upacara
Gembira dibalas Baginda dengan mas dan kain
4 Agak lama berhenti seraya istirahat
Mengunjungi para penduduk segenap desa
Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding
Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat
Pupuh XXXV
1. Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan
Menganut jalan raya kereta lari beriring-iring ke Andoh Wawang
Ke Kedung Peluk dan ke Hambal, desa penghabisan dalam ingatan
Segera Baginda menuju kota Singasari bermalam di balai kota
2. Prapanca tinggal di sebelah barat Pasuruan ingin terus melancong
Menuju asrama Indarbaru yang letaknya di daerah desa Hujung
Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan perkara tanah asrama
Lempengan piagam pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca
3. Isi piagam: tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara
Begitu pula sebagian Markaman, ladang Balunghura, sawah Hujung
Isi piagam membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura
Bila telah habis kerja di pura, ingin ia menyingkir ke Indarbaru
4. Sebabnya terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama
Karena ingat akan giliran menghadap di balai Singasari
17
Habis menyekar di candi makam, Baginda mengumbar nafsu kesukaan
Menghirup sari pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan
Bureng
Pupuh XXXVI
1. Pada subakala Baginda berangkat ke selatan menuju Kagenengan
Akan berbakti kepada makam batara bersama segala pengiringnya
Harta, perlengkapan, makanan, dan bunga mengikuti jalannya kendaraan
Didahului kibaran bendera, disambut sorak-sorai dari penonton
2. Habis penyekaran, narapati keluar, dikerumuni segenap rakyat
Pendeta Siwa-Buda dan para bangsawan berderet leret di sisi beliau
Tidak diceritakan betapa rahap Baginda bersantap sehingga puas
Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah
Pupuh XXXVII
1. Tersebut keindahan candi makam, bentuknya tiada bertara
Pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar
Di dalam terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya
Ditanami aneka ragam bunga, tanjung, nagasari ajaib
2. Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah
Seperti gunung Meru, dengan arca batara Siwa di dalamnya
Karena Girinata putera disembah bagai dewa batara
Datu-leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia
3. Sebelah selatan candi makam ada candi sunyi terbengkalai
Tembok serta pintunya yang masih berdiri, berciri kasogatan
Lantai di dalam, hilang kakinya bagian barat, tingggal yang timur
Sanggar dan pemujaan yang utuh, bertembok tinggi dari batu merah
4. Di sebelah utara, tanah bekas kaki rumah sudahlah rata
Terpencar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman
Di luar gapura pabaktan luhur, tapi telah longsor tanahnya
Halamannya luas tertutup rumput, jalannya penuh dengan lumut
5. Laksana perempuan sakit merana lukisannya lesu-pucat
Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut bergelung
Kelapa gading melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu
Buluh gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya
6. Sedih mata yang memandang, tak berdaya untuk menyembuhkan
Kecuali Hayam Wuruk sumber hidup segala makhluk
Beliau mashur bagai raja utama, bijak memperbaiki jagad
Pengasih bagi yang menderita sedih, sungguh titisan batara
18
7. Tersebut lagi, paginya Baginda berkunjung ke candi Kidal
Sesudah menyembah batara, larut hari berangkat ke Jajago
Habis menghadap arca Jina, beliau berangkat ke penginapan
Paginya menuju Singasari, belum lelah telah sampai Bureng
Pupuh XXXVIII
1. Keindahan Bureng: telaga tergumpal airnya jernih
Kebiru-biruan, di tengah: candi karang bermekala
Tepinya rumah berderet, penuh pelbagai ragam bunga
Tujuan para pelancong penyerap sari kesenangan
2. Terlewati keindahannya; berganti cerita narpati
Setelah reda terik matahari, melintas tegal tinggi
Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang
Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang
3. Seraya berkeliling kereta lari tergesa-gesa
Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan
Sang pujangga singgah di rumah pendeta Buda, sarjana
Pengawas candi dan silsilah raja, pantas dikunjungi
4. Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan
Setia, sopan, darah luhur, keluarga raja dan mashur
Meski sempurna dalam karya, jauh dari tingkah tekebur
Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru k’insafannya
5. Tamu mendadak diterima dengan girang dan ditegur:
“Wahai, orang bahagia, pujangga besar pengiring raja
Pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih
Jamuan apa yang layak bagi paduka dan tersedia?”
6. Maksud kedatangannya: ingin tahu sejarah leluhur
Para raja yang dicandikan, masih selalu dihadap
Ceriterakanlah mulai dengan Batara Kagenengan
Ceriterakan sejarahnya jadi put’ra Girinata
Pupuh XXXIX
1. Paduka Empuku menjawab: “Rakawi
Maksud paduka sungguh merayu hati
Sungguh paduka pujangga lepas budi
Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup
2. Izinkan saya akan segera mulai:
Cita disucikan dengan air sendang tujuh
19
Terpuji Siwa! Terpuji Girinata!
Semoga terhindar aral, waktu bertutur
3. Semoga rakawi bersifat pengampun
Di antara kata mungkin terselib salah
Harap percaya kepada orang tua
Kurang atau lebih janganlah dicela
Pupuh XL
1. Pada tahun Saka lautan dasa bulan (1104) ada raja perwira yuda
Putera Girinata, konon kabarnya, lahir di dunia tanpa ibu
Semua orang tunduk, sujud menyembah kaki bagai tanda bakti
Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak
2. Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur
Di situlah tempat putera sang Girinata menunaikan darmanya
Menggirangkan budiman, menyirnakan penjahat, meneguhkan negara
Ibu negara bernama Kutaraja, penduduknya sangat terganggu
3. Tahun Saka lautan dadu Siwa (1144) beliau melawan raja Kediri
Sang adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa
Kalah, ketakutan, melarikan diri ke dalam biara terpencil
Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh
4. Setelah kalah narapati Kediri, Jawa di dalam ketakutan
Semua raja datang menyembah membawa tanda bakti hasil tanah
Bersatu Janggala Kediri di bawah kuasa satu raja sakti
Cikal bakal para raja agung yang akan memerintah pulau Jawa
5. Makin bertambah besar kuasa dan megah putera sang Girinata
Terjamin keselamatan pulau Jawa selama menyembah kakinya
Tahun Saka muka lautan Rudra (1149) beliau kembali ke Siwa pada
Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usana bagai Buda
Pupuh XLI
1. Batara Anusapati, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan
Selama pemerintahannya, tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti
Tahun Saka perhiasan gunung Sambu (1170) beliau pulang ke Siwaloka
Cahaya beliau diujudkan arca Siwa gemilang di candi makam Kidal
2. Batara Wisnuwardana, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan
Beserta Narasinga bagai Madawa dengan Indra memerintah negara
Beliau memusnahkan perusuh Linggapati serta segenap pengikutnya
Takut semua musuh kepada beliau, sungguh titisan Siwa di bumi
20
3. Tahun Saka rasa gunung bulan (1176) Batara Wisnu menobatkan
puteranya
Segenap rakyat Kediri Janggala berduyun-duyun ke pura mangastubagia
Raja Kertanagara nama gelarannya, tetap demikian seterusnya
Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti nama praja Singasari
4. Tahun Saka awan sembilan mengebumikan tanah (1192) raja Wisnu
berpulang
Dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, di Jajago arca Buda
Sementara itu Batara Narasingamurti pun pulang ke Surapada
Dicandikan di Wengker, di Kumeper diarcakan bagai Siwa mahadewa
5. Tersebut Sri Baginda Kertanagara membinasakan perusuh, penjahat
Bersama Cayaraja, musnah pada tahun Saka naga mengalahkan bulan
(1192)
Tahun Saka muda bermuka rupa (1197) Baginda menyuruh tundukkkan
Melayu
Berharap Melayu takut kedewaan beliau, tunduk begitu sahaja
Pupuh XLII
1. Tahun Saka janma sunyi surya (1202) Baginda raja memberantas penjahat
Mahisa Rangga, karena jahat tingkahnya dibenci seluruh negara
Tahun Saka badan langit surya (1206) mengirim utusan menghancurkan
Bali
Setelah kalah rajanya menghadap Baginda sebagai orang tawanan
2. Begitulah dari empat jurusan orang lari berlindung di bawah Baginda
Seluruh Pahang, segenap Melayu tunduk menekur di hadapan beliau
Seluruh Gurun, segenap Bakulapura lari mencari perlindungan
Sunda Madura tak perlu dikatakan, sebab sudah terang setanah Jawa
3. Jauh dari tingkah alpa dan congkak, Baginda waspada tawakal dan bijak
Faham akan segala seluk beluk pemerintahan sejak zaman Kali
Karenanya tawakal dalam agama dan tapa untuk teguhnya ajaran Buda
Menganut jejak para leluhur demi keselamatan seluruh praja
Pupuh XLIII
1. Menurut kabaran sastra raja Pandawa memerintah sejak zaman Dwapara
Tahun Saka lembu gunung indu tiga (3179) beliau pulang ke Budaloka
Sepeninggalnya datang zaman Kali, dunia murka, timbul huru hara
Hanya batara raja yang faham dalam nam guna, dapat menjaga Jagad
21
2. Itulah sebabnya Baginda teguh bakti menyembah kaki Sakyamuni
Teguh tawakal memegang pancasila, laku utama, upacara suci
Gelaran Jina beliau yang sangat mashur yalah Sri Jnyanabadreswara
Putus dalam filsafat, ilmu bahasa dan lain pengetahuan agama
3. Berlumba-lumba beliau menghirup sari segala ilmu kebatinan
Pertama-tama tantra Subuti diselami, intinya masuk ke hati
Melakukan puja, yoga, samadi demi keselamatan seluruh praja
Menghindarkan tenung, mengindahkan anugerah kepada rakyat murba
4. Di antara para raja yang lampau tidak ada yang setara beliau
Faham akan nan guna, sastra, tatwopadesa, pengetahuan agama
Adil, teguh dalam Jinabrata dan tawakal kepada laku utama
Itulah sebabnya beliau turun-temurun menjadi raja pelindung
5. Tahun Saka laut janma bangsawan yama (1214) Baginda pulang ke
Jinalaya
Berkat pengetahuan beliau tentang upacara, ajaran agama
Beliau diberi gelaran: Yang Mulia bersemayam di alam Siwa-Buda
Di makam beliau bertegak arca Siwa-Buda terlampau indah permai
6. Di Sagala ditegakkan pula arca Jina sangat bagus dan berkesan
Serta arca Ardanareswari bertunggal dengan arca Sri Bajradewi
Teman kerja dan tapa demi keselamatan dan kesuburan negara
Hyang Wairocana-Locana bagai lambangnya pada arca tunggal, terkenal
Pupuh XLIV
1. Tatkala Sri Baginda Kertanagara pulang ke Budabuana
Merata takut, duka, huru hara, laksana zaman Kali kembali
Raja bawahan bernama Jayakatwang, berwatak terlalu jahat
Berkhianat, karena ingin berkuasa di wilayah Kediri
2. Tahun Saka laut manusia (1144) itulah sirnanya raja Kertajaya
Atas perintah Siwaput’ra Jayasaba berganti jadi raja
Tahun Saka delapan satu satu (1180) Sastrajaya raja Kediri
Tahun tiga sembilan Siwa raja (1193) Jayakatwang raja terakhir
3. Semua raja berbakti kepada cucu putera Girinata
Segenap pulau tunduk kepada kuasa raja Kertanagara
Tetapi raja Kediri Jayakatwang membuta dan mendurhaka
Ternyata damai tak baka akibat bahaya anak piara Kali
4. Berkat keulungan sastra dan keuletannya jadi raja sebentar
Lalu ditundukkan putera Baginda; ketenteraman kembali
Sang menantu Dyah Wijaya, itu gelarnya yang terkenal di dunia
Bersekutu dengan bangsa Tatar, menyerang melebur Jayakatwang
22
Pupuh XLV
1. Sepeninggal Jayakatwang jagad gilang-cemerlang kembali
Tahun Saka masa rupa surya (1216) beliau menjadi raja
Disembah di Majapahit, k’sayangan rakyat, pelebur musuh
Bergelar Sri Narapati Kretarajasa Jayawardana
2. Selama Kretarajasa Jayawardana duduk di takhta
Seluruh tanah Jawa bersatu padu, tunduk menengadah
Girang memandang pasangan Baginda empat jumlahnya
Puteri Kertanagara cantik-cantik bagai bidadari
Pupuh XLVI
1. Sang Parameswari Tribuwana yang sulung, luput dari cela
Lalu Parameswari Mahadewi, rupawan tidak bertara
Prajnyaparamita Jayendradewi, cantik manis m’nawan hati
Gayatri, yang bungsu, paling terkasih, digelarai Rajapatni
2. Perkawinan beliau dalam kekeluargaan tingkat tiga
Karena Batara Wisnu dengan Batara Narasingamurti
Akrab tingkat pertama; Narasinga menurunkan Dyah Lembu Tal
Sang perwira yuda, dicandikan di Mireng dengan arca Buda
Pupuh XLVII
1. Dyah Lembu Tal itulah bapa Baginda Nata
Dalam hidup atut runtun sepakat sehati
Setitah raja diturut, menggirangkan pandang
Tingkah laku mereka semua meresapkan
2. Tersebut tahun Saka tujuh orang dan surya (1217)
Baginda menobatkan put’ranya di Kediri
Perwira, bijak, pandai, putera Indreswari
Bergelar Sang raja putera Jayanagara
3. Tahun Saka surya mengitari tiga bulan (1231)
Sang prabu mangkat, ditanam di dalam pura
Antahpura, begitu nama makam beliau
Dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa
Pupuh XLVIII
1. Beliau meninggalkan Jayanagara sebagai raja Wilwatikta
Dan dua orang puteri keturunan Rajapatni, terlalu cantik
23
Bagai dewi Ratih kembar, mengalahkan rupa semua bidadari
Yang sulung jadi rani di Jiwana, yang bungsu jadi rani Daha
2. Tersebut pada tahun Saka mukti guna memaksa rupa (1238) bulan Madu
Baginda Jayanagara berangkat ke Lumajang menyirnakan musuh
Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan
Giris miris segenap jagad melihat keperwiraan Sri Baginda
3. Tahun Saka bulatan memanah surya (1250) beliau berpulang
Segera dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama
Di Sila Petak dan Bubat ditegakkan arca Wisnu terlalu indah
Di Sukalila terpahat arca Buda sebagai jelmaan Amogasidi
Pupuh XLIX
1. Tahun Saka Uma memanah dwi rupa (1256)
Rani Jiwana Wijayatunggadewi
Bergilir mendaki takhta Wilwatikta
Didampingi raja put’ra Singasari
2. Atas perintah ibunda Rajapatni
Sumber bahagia dan pangkal kuasa
Beliau jadi pengemban dan pengawas
Raja muda, Sri Baginda Wilwatikta
3. Tahun Saka api memanah hari (1253)
Sirna musuh di Sadeng, Keta diserang
Selama bertakhta, semua terserah
Kepada menteri bijak, Mada namanya
4. Tahun Saka panah musim mata pusat (1265)
Raja Bali yang alpa dan rendah budi
Diperangi, gugur bersama balanya
Menjauh segala yang jahat, tenteram.
5. Begitu ujar Dang Acarya Ratnamsah
Sungguh dan mengharukan ujar Sang Kaki
Jelas keunggulan Baginda di dunia
Dewa asalnya, titisan Girinata
6. Barangsiapa mendengar kisah raja
Tak puas hatinya, bertambah baktinya
Pasti takut melakukan tidak jahat
Menjauhkan diri dari tindak durhaka
7. Paduka Empu minta maaf berkata:
“Hingga sekian kataku, sang rakawi
Semoga bertambah pengetahuanmu
Bagai buahnya, gubahlah puja sastra
24
8. Habis jamuan rakawi dengan sopan
Minta diri kembali ke Singasari
Hari surut sampai pesanggrahan lagi
Paginya berangkat menghadap Baginda
Pupuh L
1. Tersebut Baginda Raja berangkat berburu
Berlengkap dengan senjata, kuda dan kereta
Dengan bala ke hutan Nandawa, rimba belantara
Rungkut rimbun penuh gelagah rumput rampak
2. Bala bulat beredar membuat lingkaran
Segera siap kereta berderet rapat
Hutan terkepung, terperanjat kera menjerit
Burung ribut beterbangan berebut dulu
3. Bergabung sorak orang berseru dan membakar
Gemuruh bagaikan deru lautan mendebur
Api tinggi menyala menjilat udara
Seperti waktu hutan Kandawa terbakar
4. Lihat rusa-rusa lari lupa darat
Bingung berebut dahulu dalam rombongan
Takut miris menyebar, ingin lekas lari
Malah menengah berkumpul tumpuk timbun
5. Banyaknya bagai banteng di dalam Gobajra
Penuh sesak, bagai lembu di Wresabapura
Celeng, banteng, rusa, kerbau, kelinci
Biawak, kucing, kera, badak dan lainnya
6. Tertangkap segala binatang dalam hutan
Tak ada yang menentang, semua bersatu
Srigala gagah, yang bersikap tegak-teguh
Berunding dengan singa sebagai ketua
Pupuh LI
1. Izinkanlah saya bertanya kepada sang raja satwa
Sekarang raja merayah hutan, apa yang diperbuat?
Menanti mati sambil berdiri ataukah kita lari
Atau tak gentar serentak melawan, jikalau diserang?
2. Seolah-olah demikian kata srigala dalam rapat
Kijang, kaswari, rusa dan kelinci serempak menjawab:
“Hemat patik tidak ada jalan lain kecuali lari
Lari mencari keselamatan diri sedapat mungkin”.
25
3. Banteng, kerbau, lembu serta harimau serentak berkata:
“Amboi! Celaka bang kijang, sungguh binatang hina lemah
Bukanlah sifat perwira lari, atau menanti mati.
Melawan dengan harapan menang, itulah kewajiban.”
4. Jawab singa: Usulmu berdua memang pantas diturut
Tapi harap dibedakan, yang dihadapi baik atau buruk.
Jika penjahat, terang kita lari atau kita lawan
Karena sia-sia belaka, jika mati terbunuh olehnya
5. Jika kita menghadapi tripaksa, resi Siwa-Buda
Seyogyanya kita ikuti saja jejak sang pendeta
Jika menghadapi raja berburu, tunggu mati saja
Tak usah engkau merasa enggan menyerahkan hidupmu
6. Karena raja berkuasa mengakhiri hidup makhluk
Sebagai titisan Batara Siwa berupa narpati
Hilang segala dosanya makhluk yang dibunuh beliau
Lebih utama daripada terjun ke dalam telaga
7. Siapa di antara sesama akan jadi musuhku?
Kepada tripaksa aku takut, lebih utama menjauh
Niatku, jika berjumpa raja, akan menyerahkan hidup
Mati olehnya, tak akan lahir lagi bagai binatang
Pupuh LII
1. Bagaikan katanya: “Marilah berkumpul!”
Kemudian serentak maju berdesak
Prajurit darat yang terlanjur langkahnya
Tertahan tanduk satwa, lari kembali
2. Tersebut adalah prajurit berkuda
Bertemu celeng sedang berdesuk kumpul
Kasihan! Beberapa mati terbunuh
Dengan anaknya dirayah tak berdaya
3. Lihatlah celeng jalang maju menerjang
Berempat, berlima, gemuk, tinggi, marah
Buas membekos-bekos, matanya merah
Liar dahsyat, saingnya seruncing golok
Pupuh LIII
1. Tersebut pemburu kijang rusa riuh seru menyeru
Ada satu yang tertusuk tanduk, lelah lambat jalannya
26
Karena luka kakinya, darah deras meluap-luap
Lainnya mati terinjak-injak, menggelimpang kesakitan
2. Bala kembali berburu, berlengkap tombak serta lembing
Berserak kijang rusa di samping bangkai bertumpuk timbun
Banteng serta binatang galak lainnya bergerak menyerang
Terperanjat bala raja bercicir lari tunggang langgang
3. Ada yang lari berlindung di jurang, semak, kayu rimbun
Ada yang memanjat pohon, ramai mereka berebut puncak
Kasihanlah yang memanjat pohon tergelincir ke bawah
Betisnya segera diseruduk dengan tanduk, pingsanlah!
4. Segera kawan-kawan datang menolong dengan kereta
Menombak, melembing, menikam, melanting, menjejak-jejak
Karenanya badak mundur, meluncur berdebak gemuruh
Lari terburu, terkejar; yang terbunuh bertumpuk timbun
5. Ada pendeta Siwa dan Buda yang turut menombak, mengejar
Disengau harimau, lari diburu binatang mengancam
Lupa akan segala darma, lupa akan tata sila
Turut melakukan kejahatan, melupakan darmanya
Pupuh LIV
1. Tersebut Baginda telah mengendarai kereta kencana
Tinggi lagi indah ditarik lembu yang tidak takut bahaya
Menuju hutan belantara, mengejar buruan ketakutan
Yang menjauhkan diri lari bercerai-berai meninggalkan bangkai
2. Celeng, kaswari, rusa dan kelinci tinggal dalam ketakutan
Baginda berkuda mengejar yang riuh lari bercerai-berai
Menteri, tanda dan pujangga di punggung kuda turut memburu
Binatang jatuh terbunuh, tertombak, terpotong, tertusuk, tertikam
3. Tanahnya luas lagi rata, hutannya rungkut, di bawah terang
Itulah sebabnya kijang dengan mudah dapat diburu kuda
Puaslah hati Baginda, sambil bersantap dihadap pendeta
Bercerita tentang caranya berburu, menimbulkan gelak tawa
Pupuh LV
1. Terlangkahi betapa narpati sambil berburu menyerap sari keindahan
Gunung dan hutan, kadang-kadang kepayahan kembali ke rumah
perkemahan
Membawa wanita seperti cengkerma; di hutan bagai menggempur negara
Tahu kejahatan satwa, beliau tak berdosa terhadap darma ahimsa
27
2. Tersebut beliau bersiap akan pulang, rindu kepada keindahan pura
Tatkala subakala berangkat menuju Banyu Hanget, Banir dan Talijungan
Bermalam di Wedwawedan, siangnya menuju Kuwarahan, Celong dan
Dadamar
Garuntang, Pagar Telaga, Pahanjangan, sampai di situ perjalanan beliau
3. Siangnya perjalanan melalui Tambak, Rabut, Wayuha terus ke Balanak
Menuju Pandakan, Banaragi, sampai Pandamayan beliau lalu bermalam
Kembali ke selatan, ke barat, menuju Jejawar di kaki gunung berapi
Disambut penonton bersorak gembira, menyekar sebentar di candi
makam
Pupuh LVI
1. Adanya candi makam tersebut sudah sejak zaman dahulu
Didirikan oleh Sri Kertanagara, moyang Baginda raja
Di situ hanya jenazah beliau sahaja yang dimakamkan
Kar’na beliau dulu memeluk dua agama Siwa-Buda
2. Bentuk candi berkaki Siwa, berpuncak Buda, sangat tinggi
Di dalamnya terdapat arca Siwa, indah tak dapat dinilai
Dan arca Maha Aksobya bermahkota tinggi tidak bertara
Namun telah hilang; memang sudah layak, tempatnya: di Nirwana
Pupuh LVII
1. Konon kabarnya tepat ketika arca Hyang Aksobya hilang
Ada pada Baginda guru besar, mashur, Pada Paduka
Putus tapa, sopan suci penganut pendeta Sakyamuni
Telah terbukti bagai mahapendeta, terpundi sasantri
2. Senang berziarah ke tempat suci, bermalam dalam candi
Hormat mendekati Hyang arca suci, khidmat berbakti sembah
Menimbulkan iri di dalam hati pengawas candi suci
Ditanya, mengapa berbakti kepada arca dewa Siwa
3. Pada Paduka menjelaskan sejarah candi makam suci
Tentang adanya arca Aksobya indah, dahulu di atas
Sepulangnya kembali lagi ke candi menyampaikan bakti
Kecewa! Tercengang memandang arca Maha Aksobya hilang
4. Tahun Saka api memanah hari (1253) itu hilangnya arca
Waktu hilangnya halilintar menyambar candi ke dalam
Benarlah kabaran pendeta besar bebas dari prasangka
Bagaimana membangun kembali candi tua terbengkalai?
28
5. Tiada ternilai indahnya, sungguh seperti surga turun
Gapura luar, mekala serta bangunannya serba permai
Hiasan di dalamnya naga puspa yang sedang berbunga
Di sisinya lukisan puteri istana berseri-seri
6. Sementara Baginda girang cengkerma menyerap pemandangan
Pakis berserak sebar di tengah tebat bagai bulu dada
Ke timur arahnya di bawah terik matahari Baginda
Meninggalkan candi Pekalongan girang ikut jurang curam
Pupuh LVIII
1. Tersebut dari Jajawa Baginda b’rangkat ke desa Padameyan
Berhenti di Cunggrang, mencahari pemandangan, masuk hutan rindang
Ke arah asrama para pertapa di lereng kaki gunung menghadap jurang
Luang jurang ternganga-nganga ingin menelan orang yang memandang
2. Habis menyerap pemandangan, masih pagi kereta telah siap
Ke barat arahnya menuju gunung melalui jalannya dahulu
Tiba di penginapan Japan, barisan tentara datang menjemput
Yang tinggal di pura iri kepada yang gembira pergi menghadap
3. Pukul tiga itulah waktu Baginda bersantap bersama-sama
Paling muka duduk Baginda, lalu dua paman berturut tingkat
Raja Matahun dan Paguhan bersama permaisuri agak jauhan
Di sisi Sri Baginda; terlangkahi berapa lamanya bersantap
Pupuh LIX
1. Paginya pasukan kereta Baginda berangkat lagi
Sang pujangga menyidat jalan ke Rabut, Tugu, Pengiring
Singgah di Pahyangan, menemui kelompok sanak kadang
Dijamu sekadarnya karena kunjungannya mendadak
2. Banasara dan Sangkan Adoh telah lama dilalui
Pukul dua Baginda t’lah sampai di perbatasan kota
Sepanjang jalan berdesuk-desuk, gajah, kuda, pedati
Kerbau, banteng dan prajurit darat sibuk berebut jalan
3. Teratur rapi mereka berarak di dalam deretan
Narpati Pajang, permaisuri dan pengiring paling muka
Di belakangnya, tidak jauh, berikut Narpati Lasem
Terlampau indah keretanya, menyilaukan yang memandang
4. Rani Daha, rani Wengker semuanyan urut belakang
Disusul rani Jiwana bersama laki dan pengiring
29
Bagai penutup kereta Baginda serombongan besar
Diiringi beberapa ribu perwira dan para ment’ri
5. Tersebut orang yang rapat rampak menambak tepi jalan
Berjejal ribut menanti kereta Baginda berlintas
Tergopoh-gopoh perempuan ke pintu berebut tempat
Malahan ada yang lari telanjang lepas sabuk kainnya
6. Yang jauh tempatnya, memanjat ke kayu berebut tinggi
Duduk berdesak-desak di dahan, tak pandang tua muda
Bahkan ada juga yang memanjat batang kelapa kuning
Lupa malu dilihat orang, karena tepekur memandang
7. Gemuruh dengung gong menampung Sri Baginda raja datang
Terdiam duduk merunduk segenap orang di jalanan
Setelah raja lalu, berarak pengiring di belakang
Gajah, kuda, keledai, kerbau berduyun beruntun-runtun
Pupuh LX
1. Yang berjalan rampak berarak-arak
Barisan pikulan bejalan belakang
Lada, kesumba, kapas, buah kelapa
Buah pinang, asam dan wijen terpikul
2. Di belakangnya pemikul barang berat
Sengkeyegan lambat berbimbingan tangan
Kanan menuntun kirik dan kiri genjik
Dengan ayam itik di k’ranjang merunduk
3. Jenis barang terkumpul dalam pikulan
Buah kecubung, rebung, s’ludang, cempaluk
Nyiru, kerucut, tempayan, dulang, periuk
Gelaknya seperti hujan panah jatuh
4. Tersebut Baginda telah masuk pura
Semua bubar masuk ke rumah masing-masing
Ramai bercerita tentang hal yang lalu
Membuat gembira semua sanak kadang
Pupuh LXI
1. Waktu lalu; Baginda tak lama di istana
Tahun Saka dua gajah bulan (1282) Badra pada
Beliau berangkat menuju Tirib dan Sempur
Nampak sangat banyak binatang di dalam hutan
30
2. Tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka
Baginda raja berangkat menyekar ke Palah
Dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur hati
Di Lawang Wentar, Blitar menenteramkan cita
3. Dari Blitar ke selatan jalannya mendaki
Pohonnya jarang, layu lesu kekurangan air
Sampai Lodaya bermalam beberapa hari
Tertarik keindahan lautan, menyisir pantai
4. Meninggalkan Lodaya menuju desa Simping
Ingin memperbaiki candi makam leluhur
Menaranya rusak, dilihat miring ke barat
Perlu ditegakkan kembali agak ke timur
Pupuh LXII
1. Perbaikan disesuaikan dengan bunyi prasati, yang dibaca lagi
Diukur panjang lebarnya; di sebelah timur sudah ada tugu
Asrama Gurung-gurung diambil sebagai denah candi makam
Untuk gantinya diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara
2. Waktu pulang mengambil jalan Jukung, Jnyanabadran terus ke timur
Berhenti di Bajralaksmi dan bermalan di candi Surabawana
Paginya berangkat lagi, berhenti di Bekel, sore sampai pura
Semua pengiring bersowang-sowang pulang ke rumah masing-masing
Pupuh LXIII
1. Tersebut paginya Sri naranata dihadap para ment’ri semua
Di muka para arya, lalu pepatih, duduk teratur di manguntur
Patih amangkubumi Gajah Mada tampil ke muka sambil berkata:
“Baginda akan melakukan kewajiban yang tak boleh diabaikan
2. Atas perintah sang rani Sri Tribuwana Wijayatunggadewi
Supaya pesta serada Sri Rajapatni dilangsungkan Sri Baginda
Di istana pada tahun Saka bersirah empat (1284) bulan Badrapada
Semua pembesar dan Wreda menteri diharap memberi sumbangan.”
3. Begitu kata sang patih dengan ramah, membuat gembira Baginda
Sorenya datang para pendeta, para budiman, sarjana dan ment’ri
Yang dapat pinjaman tanah dengan Ranadiraja sebagai kepala
Bersama-sama membicarakan biaya di hadapan Sri Baginda
4. Tersebut sebelum bulan Badrapada menjelang surutnya Srawana
Semua pelukis berlipat giat menghias “tempat singa” di setinggil
Ada yang mengetam baki makanan, bokor-bokoran, membuat arca
Pandai emas dan perak turut sibuk bekerja membuat persiapan
31
Pupuh LXIV
1. Ketika saatnya tiba, tempat telah teratur sangat rapi
Balai Witana terhias indah, di hadapan rumah-rumahan
Satu di antaranya berkaki batu karang, bertiang merah
Indah dipandang, semua menghadap ke arah takhta Baginda
2. Barat, mandapa dihias janur rumbai, tempat duduk para raja
Utara, serambi dihias berlapis ke timur, tempat duduk
Para isteri, pembesar, menteri, pujangga serta pendeta
Selatan, beberapa serambi berhias bergas untuk abdi
3. Demikian persiapan Sri Baginda memuja Buda Sakti
Semua pendeta Buda berdiri dalam lingkaran bagai saksi
Melakukan upacara, dipimpin oleh pendeta Stapaka
Tenang, sopan, budiman faham tentang sastra tiga tantra
4. Umurnya melintasi seribu bulan, masih belajar tutur
Tubuhnya sudah rapuh, selama upacara harus dibantu
Empu dari Paruh selaku pembantu berjalan di lingkaran
Mudra, mantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan
5. Tanggal dua belas nyawa dipanggil dari surga dengan doa
Disuruh kembali atas doa dan upacara yang sempurna
Malamnya memuja arca bunga bagai penampung jiwa mulia
Dipimpin Dang Acarya, mengheningkan cipta, mengucap puja
Pupuh LXV
1. Pagi purnamakala arca bunga dikeluarkan untuk upacara
Gemuruh disambut dengan dengung salung, tambur, terompet serta
genderang
Didudukkan di atas singasana, besarnya setinggi orang berdiri
Berderet beruntun-runtun semua pendeta tua muda memuja
2. Berikut para raja, parameswari dan putera mendekati arca
Lalu para patih dipimpin Gajah Mada maju ke muka berdatang sembah
Para bupati pesisir dan pembesar daerah dari empat penjuru
Habis berbakti sembah, kembali mereka semua duduk rapi teratur
3. Sri Nata Paguhan paling dahulu menghaturkan sajian makanan sedap
Bersusun timbun seperti pohon, dan sirih bertutup kain sutera
Persembahan raja Matahun arca banteng putih seperti lembu Nandini
Terus-menerus memuntahkan harta dan makanan dari nganga mulutnya
4. Raja Wengker mempersembahkan sajian berupa rumah dengan taman
bertingkat
Disertai penyebaran harta di lantai balai besar berhambur-hamburan
32
Elok persembahan raja Tumapel berupa perempuan cantik manis
Dipertunjukkan selama upacara untuk mengharu-rindukan hati
5. Paling haibat persembahan Sri Baginda berupa gunung besar Mandara
Digerakkan oleh sejumlah dewa dan danawa dahsyat menggusarkan
pandang
Ikan lambora besar berlembak-lembak mengebaki kolam bujur lebar
Bagaikan sedang mabuk diayun gelombang, ditengah tengah lautan
besar
6. Tiap hari persajian makanan yang dipersembahkan dibagi-bagi
Agar para wanita, menteri, pendeta dapat makanan sekenyangnya
Tidak terlangkahi para kesatria, arya dan para abdi di pura
Tak putusnya makanan sedap nyaman diedarkan kepada bala tentara
Pupuh LXVI
1. Pada hari keenam pagi Sri Baginda bersiap mempersembahkan persajian
Pun para kesatria dan pembesar mempersembahkan rumah-rumahan
yang terpikul
Dua orang pembesar mempersembahkan perahu yang melukiskan
kutipan kidung
Seperahu sungguh besarnya, diiringi gong dan bubar mengguntur
menggembirakan
2. Esoknya patih mangkubumi Gajah Mada sore-sore menghadap sambil
menghaturkan
Sajian perempuan sedih merintih di bawah nagasari dibelit rajasa
Menteri, arya, bupati, pembesar desa pun turut menghaturkan persajian
Berbagai ragamnya, berduyun-duyun, ada yang berupa perahu, gunung,
rumah, ikan....
3. Sungguh- sungguh mengagumkan persembahan Baginda raja pada hari
yang ketujuh
Beliau menabur harta, membagi-bagi bahan pakaian dan hidangan
makanan
Luas merata kepada empat kasta, dan terutama kepada para pendeta
Hidangan jamuan kepada pembesar, abdi dan niaga mengalir bagai air
4. Gemeruduk dan gemuruh para penonton dari segenap arah, berdesakdesak
Ribut berebut tempat melihat peristiwa di balai agung serta para luhur
Sri Nata menari di balai witana khusus untuk para puteri dan para istri
Yang duduk rapat rapi berimpit, ada yang ngelamun karena tercengang
memandang
33
5. Segala macam kesenangan yang menggembirakan hati rakyat
diselenggarakan
Nyanyian, wayang, topeng silih berganti setiap hari dengan paduan suara
Tari perang prajurit, yang dahsyat berpukul-pukulan, menimbulkan
gelak-mengakak
Terutama derma kepada orang yang menderita membangkitkan gembira
rakyat
Pupuh LXVII
1. Pesta serada yang diselenggarakan serba meriah dan khidmat
Pasti membuat gembira jiwa Sri Rajapatni yang sudah mangkat
Semoga beliau melimpahkan berkat kepada Baginda raja
Sehingga jaya terhadap musuh selama ada bulan dan surya
2. Paginya pendeta Buda datang menghormati, memuja dengan sloka
Arwah Prajnyaparamita yang sudah berpulang ke Budaloka
Segera arca bunga diturunkan kembali dengan upacara
Segala macam makanan dibagikan kepada segenap abdi
3. Lodang lega rasa Baginda melihat perayaan langsung lancar
Karya yang masih menunggu, menyempurnakan candi di Kamal Pandak
Tanahnya telah disucikan tahun dahana tujuh surya (1274)
Dengan persajian dan puja kepada Brahma oleh Jnyanawidi
Pupuh LXVIII
1. Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya
Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah
Karena cinta raja Erlangga kepada dua puteranya
2. Ada pendeta Budamajana putus dalam tantra dan yoga
Diam di tengah kuburan Lemah Citra, jadi pelindung rakyat
Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di air lautan
Hyang Mpu Barada nama beliau, faham tentang tiga zaman
3. Girang beliau menyambut permintaan Erlangga membelah negara
Tapal batas negara ditandai air kendi, mancur dari langit
Dari barat ke timur sampai laut; sebelah utara, selatan
Yang tidak jauh, bagaikan dipisahkan oleh samudera besar
4. Turun dari angkasa sang pendeta berhenti di pohon asam
Selesai tugas kendi suci ditaruhkan di dusun Palungan
Marah terhambat pohon asam tinggi yang puncaknya mengait jubah
Mpu Barada terbang lagi, mengutuk asam agar jadi kerdil
34
5. Itulah tugu batas gaib, yang tidak akan mereka lalui
Itu pula sebabnya dibangun candi, memadu Jawa lagi
Semoga Baginda serta rakyat tetap tegak, teguh, waspada
Berjaya dalam memimpin negara, yang sudah bersatu padu
Pupuh LXIX
1. Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun
Arca Sri Rajapatni diberkahi oleh Sang pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, faham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
2. Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
3. Candi makam Sri Rajapatni tersohor sebagai tempat keramat
Tiap bulan Badrapada disekar oleh para menteri dan pendeta
Di tiap daerah rakyat serentak membuat peringatan dan memuja
Itulah suarganya, berkat berputera, bercucu narendra utama
Pupuh LXX
1. Tersebut pada tahun Saka angin delapan utama (1285)
Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam
Siap lengkap segala persajian tepat menurut adat
Pengawasnya Rajaparakrama memimpin upacara
2. Faham tentang tatwopadesa dan kepercayaan Siwa
Memangku jabatannya semenjak mangkat Kertarajasa
Ketika menegakkan menara dan mekala gapura
Bangsawan agung Arya Krung, yang diserahi menjaganya
3. Sekembalinya dari Simping, segera masuk ke pura
Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering
Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran Jawa
Di pulau Bali serta kota Sadeng memusnahkan musuh
Pupuh LXXI
1. Tahun Saka tiga angin utama (1253) beliau mulai memikul tanggung jawab
Tahun rasa (1286) beliau mangkat; Baginda gundah, terharu, bahkan
putus asa
Sang dibyacita Gajah Mada cinta kepada sesama tanpa pandang bulu
Insaf bahwa hidup ini tidak baka, karenanya beramal tiap hari
35
2. Baginda segera bermusyawarah dengan kedua rama serta ibunda,
Kedua adik dan kedua ipar tentang calon pengganti Ki patih Mada
Yang layak akan diangkat hanya calon yang sungguh mengenal tabiat rakyat
Lama timbang-menimbang, tetapi seribu sayang tidak ada yang memuaskan
3. Baginda berpegang teguh, Adimenteri Gajah Mada tak akan diganti
Bila karenanya timbul keberatan, beliau sendiri bertanggung jawab
Memilih enam menteri yang menyampaikan urusan negara ke istana
Mengetahui segala perkara, sanggup tunduk kepada pimpinan Baginda
Pupuh LXXII
1. Itulah putusan rapat tertutup
Hasilnya yang diperoleh perundingan
Terpilih sebagai wredamenteri
Karib Baginda bernama Mpu Tandi
2. Penganut karib Sri Baginda Nata
Pahlawan perang bernama Mpu Nala
Mengetahui budi pekerti rakyat
Mancanegara bergelar tumenggung
3. Keturunan orang cerdik dan setia
Selalu memangku pangkat pahlawan
Pernah menundukkan negara Dompo
Serba ulet menaggulangi musuh
4. Jumlahnya bertambah dua menteri
Bagai pembantu utama Baginda
Bertugas mengurus soal perdata
Dibantu oleh para upapati
5. Mpu Dami menjadi menteri muda
Selalu ditaati di istana
Mpu Singa diangkat sebagai saksi
Dalam segala perintah Baginda
6. Demikian titah Sri Baginda Nata
Puas, taat teguh segenap rakyat
Tumbuh tambah hari setya baktinya
Karena Baginda yang memerintah
Pupuh LXXIII
1. Baginda makin keras berusaha untuk dapat bertindak lebih bijak
Dalam pengadilan tidak serampangan, tapi tepat mengikut undangundang
36
Adil segala keputusan yang diambil, semua pihak merasa puas
Mashur nama beliau, mampu menembus zaman, sungguhlah titisan
batara
2. Candi makam serta bangunan para leluhur sejak zaman dahulu kala
Yang belum siap diselesaikan, dijaga dan dibina dengan saksama
Yang belum punya prasasti, disuruh buatkan piagam pada ahli sastra
Agar kelak jangan sampai timbul perselisihan, jikalau sudah temurun
3. Jumlah candi makam raja seperti berikut, mulai dengan Kagenengan
Disebut pertama karena tertua: Tumapel, Kidal, Jajagu,Wedwawedan
Di Tuban, Pikatan, Bakul, Jawa-jawa, Antang Trawulan, Kalang Brat
dan Jago
Lalu Balitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger
Pupuh LXXIV
1. Makam rani : Kamal Pandak, Segala, Simping
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
2. Itulah dua puluh tujuh candi raja
Pada Saka tujuh guru candra (1287) bulan Badra
Dijaga petugas atas perintah raja
Diawasi oleh pendeta ahli sastra
Pupuh LXXV
1. Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara
Orang utama, yang saksama dan tawakal membina semua candi
Setia kepada Baginda, hanya memikirkan kepentingan bersama
Segan mengambil keuntungan berapa pun penghasilan candi makam
2. Desa-desa perdikan ditempatkan di bawah perlindungan Baginda
Darmadyaksa kasewan bertugas membina tempat ziarah dan pemujaan
Darmadyaksa kasogatan disuruh menjaga biara kebudaan
Menteri her-haji bertugas memelihara semua pertapaan
Pupuh LXXVI
1. Desa perdikan Siwa yang bebas dari pajak: biara relung Kunci, Kapulungan
Roma, Wwatan, Iswaragreha, Palabdi, Tanjung, Kutalamba, begitu pula Taruna
Parhyangan, Kuti Jati, Candi Lima, Nilakusuma, Harimandana, Uttamasuka
Prasada-haji, Sadang, Panggumpulan, Katisanggraha, begitu pula Jayasika
2. Tak ketinggalan: Spatika, Yang Jayamanalu, Haribawana, Candi Pangkal, Pigit
Nyudonta, Katuda, Srangan, Kapukuran, Dayamuka, Kalinandana, Kanigara
37
Rambut, Wuluhan, Kinawung, Sukawijaya, dan lagi Kajaha, demikian pula
Campen, Ratimanatasrama, Kula, Kaling, ditambah sebuah lagi Batu Putih
3. Desa perdikan kasogatan yang bebas dari pajak: Wipulahara, Kutahaji
Janatraya, Rajadanya, Kuwanata, Surayasa, Jarak, Lagundi, serta Wadari
Wewe Pacekan, Pasaruan, Lemah Surat, Pamanikan, Srangan serta Pangiketan
Panghawan, Damalang, Tepasjita, Wanasrama, Jenar, Samudrawela dan
Pamulang
4. Baryang, Amretawardani, Wetiwetih, Kawinayan, Patemon, serta
Kanuruhan
Engtal, Wengker, Banyu Jiken, Batabata, Pagagan, Sibok dan Padurungan
Pindatuha, Telang, Suraba, itulah yang terpenting, sebuah lagi Sukalila
Tak disebut perdikan tambahan seperti Pogara, Kulur, Tangkil dan sebagainya
Pupuh LXXVII
1. Selanjutnya disebut berturut desa kebudaan Bajradara:
Isanabajra, Naditata, Mukuh, Sambang, Tanjung, Amretasaba
Bangbang, Bodimula, Waharu Tampak, serta Puruhan dan Tadara
Tidak juga terlangkahi Kumuda, Ratna serta Nadinagara
2. Wungajaya, Palandi, Tangkil, Asahing, Samici serta Acitahen
Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng, Pojahan dan Balamasin
Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaya, Panumbangan, serta Kahuripan
Ketaki, Telaga Jambala, Jungul ditambah lagi Wisnuwala
3. Badur, Wirun, Wungkilur, Mananggung, Watukura serta Bajrasana
Pajambayan, Salanten, Simapura, Tambak Laleyan, Pilanggu
Pohaji, Wangkali, Biru, Lembah, Dalinan, Pangadwan yang terakhir
Itulah desa kebudaan Bajradara yang sudah berprasasti
Pupuh LXXVIII
1. Desa keresian seperti berikut: Sampud, Rupit dan Pilan
Pucangan, Jagadita, Pawitra, masih sebuah lagi Butun
Di situ terbentang taman, didirikan lingga dan saluran air
Yang Mulia Mahaguru—demikian sebutan beliau—
2. Yang diserahi tugas menjaga sejak dulu menurut piagam
Selanjutnya desa perdikan tanpa candi, di antaranya yang penting:
Bangawan, Tunggal, Sidayatra, Jaya Sidahajeng, Lwah Kali dan Twas
Wasista, Palah, Padar, Siringan, itulah desa perdikan Siwa
3. Wangjang, Bajrapura, Wanara, Makiduk, Hanten, Guha dan Jiwa
Jumpud, Soba, Pamuntaran, dan Baru, perdikan Buda utama
38
Kajar, Dana Hanyar, Turas, Jalagiri, Centing, Wekas
Wandira, Wandayan, Gatawang, Kulampayan dan Talu, pertapaan resi
4. Desa perdikan Wisnu berserak di Batwan serta Kamangsian
Batu, Tanggulian, Dakulut, Galuh, Makalaran, itu yang penting
Sedang, Medang, Hulun Hyan, Parung, Langge, Pasajan, Kelut, Andelmat
Paradah, Geneng, Panggawan, sudah sejak lama bebas pajak
5. Terlewati segala dukuh yang terpencar di seluruh Jawa
Begitu pula asrama tetap yang bercandi serta yang tidak
Yang bercandi menerima bantuan tetap dari Baginda raja
Begitu juga dukuh pengawas, tempat belajar upacara
Pupuh LXXIX
1. Telah diteliti sejarah berdirinya segala desa di Jawa
Perdikan, candi, tanah pusaka, daerah dewa, biara dan dukuh
Yang berpiagam dipertahankan; yang tidak segera diperintahkan
Pulang kepada dewan desa di hadapan Sang Arya Ranadiraja
2. Segenap desa sudah diteliti menurut perintah Raja Wengker
Raja Singasari bertitah mendaftar jiwa serta seluk-salurannya
Petugas giat menepati perintah, berpegang kepada aturan
Segenap penduduk Jawa patuh mengindahkan perintah Baginda raja
3. Semua tata aturan patuh diturut oleh pulau Bali
Candi, asrama, pesanggrahan telah diteliti sejarah tegaknya
Pembesar kebudaan Badahulu, Badaha Lo Gajah ditugaskan
Membina segenap candi, bekerja rajin dan mencatat semuanya
Pupuh LXXX
1. Perdikan kebudayaan Bali sebagai berikut; biara Baharu (hanyar)
Kadikaranan, Purwanagara, Wiharabahu, Adiraja, Kuturan
Itulah enam kebudayaan Bajradara, biara kependetaan
Terlangkahi biara dengan bantuan negara seperti Arya-dadi
2. Berikut candi makam di Bukit Sulang, Lemah Lampung, dan Anyawasuda
Tatagatapura, Grehastadara, sangat mashur, dibangun atas piagam
Pada tahun Saka angkasa rasa surya (1260) oleh Sri Baginda Jiwana
Yang memberkahi tanahnya, membangun candinya: upasaka wreda
mentri
3. Semua perdikan dengan bukti prasasti dibiarkan tetap berdiri
Terjaga dan terlindungi segala bagunan setiap orang budiman
Begitulah tabiat raja utama, berjaya, berkuasa, perkasa
Semoga kelak para raja sudi membina semua bangunan suci
39
4. Maksudnya agar musnah semua durjana dari muka bumi laladan
Itulah tujuan melintas, menelusur dusun-dusun sampai ke tepi laut
Menenteramkan hati pertapa yang rela tinggal di pantai, gunung dan hutan
Lega bertapa brata dan bersamadi demi kesejahteraan negara
Pupuh LXXXI
1. Besarlah minat Baginda untuk tegaknya tripaksa
Tentang piagam beliau bersikap agar tetap diindahkan
Begitu pula tentang pengeluaran undang-undang, supaya
Laku utama, tata sila dan adat-tutur diperhatikan
2. Itulah sebabnya sang caturdwija mengejar laku utama
Resi, Wipra, pendeta Siwa Buda teguh mengindahkan tutur
Catur asrama terutama catur basma tunduk rungkup tekun
Melakukan tapa brata, rajin mempelajari upacara
3. Semua anggota empat kasta teguh mengindahkan ajaran
Para menteri dan arya pandai membina urusan negara
Para puteri dan satria berlaku sopan, berhati teguh
Waisya dan sudra dengan gembira menepati tugas darmanya
4. Empat kasta yang lahir sesuai keinginan Hyang Maha Tinggi
Konon tunduk rungkup kepada kuasa dan perintah Baginda
Teguh tingkah tabiatnya, juga ketiga golongan terbawah
Candala, Mleca dan Tuca mencoba mencabut cacad-cacadnya
Pupuh LXXXII
1. Begitulah tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata
Penegakan bangunan-bangunan suci membuat gembira rakyat
Baginda menjadi teladan di dalam menjalankan enam darma
Para ibu kagum memandang, setuju dengan tingkah laku sang prabu
2. Sri Nata Singasari membuka ladang luas di daerah Sagala
Sri Nata Wengker membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang
Mendirikan perdikan Buda di Rawi, Locanapura, Kapulungan
Baginda sendiri membuka ladang Watsari di Tigawangi
3. Semua menteri mengenyam tanah pelenggahan yang cukup luas
Candi, biara dan lingga utama dibangun tak ada putusnya
Sebagai tanda bakti kepada dewa, leluhur, para pendeta
Memang benar budi luhur tertabur mengikuti jejak Sri Nata
40
Pupuh LXXXIII
1. Begitulah keluhuran Sri Baginda ekananta di Wilwatika
Terpuji bagaikan bulan di musim gugur, terlalu indah terpandang
Durjana laksana tunjung merah, sujana seperti teratai putih
Abdi, harta, kereta, gajah, kuda berlimpah-limpah bagai samudera
2. Bertambah mashur keluhuran pulau Jawa di seluruh jagad raya
Hanya Jambudwipa dan pulau Jawa yang disebut negara utama
Banyak pujangga dan dyaksa serta para upapati, tujuh jumlahnya
Panji Jiwalekan dan Tengara yang menonjol bijak di dalam kerja
3. Mashurlah nama pendeta Brahmaraja bagai pujangga, ahli tutur
Putus dalam tarka, sempurna dalam seni kata serta ilmu naya
Hyang brahmana, sopan, suci, ahli weda, menjalankan nam laku utama
Batara Wisnu dengan cipta dan mentera membuat sejahtera negara
4. Itulah sebabnya berduyun-duyun tamu asing datang berkunjung
Dari Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa dan Karnataka
Goda serta Siam mengarungi lautan bersama para pedagang
Resi dan pendeta, semua merasa puas, menetap dengan senang
5. Tiap bulan Palguna Sri Nata dihormat di seluruh negara
Berdesak-desak para pembesar, empat penjuru, para prabot desa
Hakim dan pembantunya, bahkan pun dari Bali mengaturkan upeti
Pekan penuh sesak pembeli penjual, barang terhampar di dasaran
6. Berputar keliling gamelan dalam tanduan diarak rakyat ramai
Tiap bertabuh tujuh kali, pembawa sajian menghadap ke pura
Korban api, ucapan mantra dilakukan para pendeta Siwa-Buda
Mulai tanggal delapan bulan petang demi keselamatan Baginda
Pupuh LXXXIV
1. Tersebut pada tanggal patbelas bulan petang Baginda berkirap
Selama kirap keliling kota busana Baginda serba kencana
Ditata jempana kencana, panjang berarak beranut runtun
Menteri, sarjana, pendeta beriring dalam pakaian seragam
2. Mengguntur gaung gong dan salung, disambut terompet meriah sahutmenyahut
Bergerak barisan pujangga menampung beliau dengan puja sloka
Gubahan kawi raja dari pelbagai kota dari seluruh Jawa
Tanda bukti Baginda perwira bagai Rama, mulia bagai Sri Kresna
3. Telah naik Baginda di takhta mutu-manikam, bergebar pancar sinar
Seolah-olah Hyang Trimurti datang mengucapkan puji astuti
Yang nampak, semua serba mulia, sebab Baginda memang raja agung
Serupa jelmaan Sang Sudodanaputera dari Jina bawana
41
4. Sri nata Pajang dengan sang permaisuri berjalan paling muka
Lepas dari singgasana yang diarak pengiring terlalu banyak
Menteri Pajang dan Paguhan serta pengiring jadi satu kelompok
Ribuan jumlahnya, berpakaian seragam membawa panji dan tunggul
5. Raja Lasem dengan permaisuri serta pengiring di belakangnya
Lalu raja Kediri dengan permaisuri serta menteri dan tentara
Berikut maharani Jiwana dengan suami dan para pengiring
Sebagai penutup Baginda dan para pembesar seluruh Jawa
6. Penuh berdesak sesak para penonton ribut berebut tempat
Di tepi jalan kereta dan pedati berjajar rapat memanjang
Tiap rumah mengibarkan bendera, dan panggung membujur sangat panjang
Penuh sesak perempuan tua muda, berjejal berimpit-impitan
7. Rindu sendu hatinya seperti baru pertama kali menonton
Terlangkahi peristiwa pagi, waktu Baginda mendaki setinggil
Pendeta menghaturkan kendi berisi air suci di dulang berukir
Menteri serta pembesar tampil ke muka menyembah bersama-sama
Pupuh LXXXV
1. Tanggal satu bulan Caitra bala tentara berkumpul bertemu muka
Menteri, perwira, para arya dan pembantu raja semua hadir
Kepala daerah, ketua desa, para tamu dari luar kota
Begitu pula para kesatria, pendeta dan brahmana utama
2. Maksud pertemuan agar para warga mengelakkan watak jahat
Tetapi menganut ajaran Rajakapakapa, dibaca tiap Caitra
Menghindari tabiat jahat, seperti suka mengambil milik orang
Memiliki harta benda dewa, demi keselamatan masyarakat
Pupuh LXXXVI
1. Dua hari kemudian berlangsung perayaan besar
Di utara kota terbentang lapangan bernama Bubat
Sering dikunjungi Baginda, naik tandu bersudut singa
Diarak abdi berjalan, membuat kagum tiap orang
2. Bubat adalah lapangan luas lebar dan rata
Membentang ke timur setengah krosa sampai jalan raya
Dan setengah krosa ke utara bertemu tebing sungai
Dikelilingi bangunan menteri di dalam kelompok
3. Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah padang
Tiangnya penuh berukir dengan isi dongengan parwa
Dekat di sebelah baratnya bangunan serupa istana
Tempat menampung Baginda di panggung pada bulan Caitra
42
Pupuh LXXXVII
1. Panggung berjajar membujur ke utara menghadap barat
Bagian utara dan selatan untuk raja dan arya
Para menteri dan dyaksa duduk teratur menghadap timur
Dengan pemandangan bebas luas sepanjang jalan raya
2. Di situlah Baginda memberi rakyat santapan mata
Pertunjukan perang tanding, perang pukul, desuk-mendesuk
Perang keris, adu tinju, tarik tambang, menggembirakan
Sampai tiga empat hari lamanya baharu selesai
3. Seberangkat Baginda, sepi lagi, panggungnya dibongkar
Segala perlombaan bubar: rakyat pulang bergembira
Pada Caitra bulan petang Baginda menjamu para pemenang
Yang pulang menggondol pelbagai hadiah bukan pakaian
Pupuh LXXXVIII
1. Segenap ketua desa dan wadana tetap tinggal, paginya mereka
Dipimpin Arya Ranadikara menghadap Baginda minta diri di pura
Bersama Arya Mahadikara, kepala pancatanda dan padelegan
Sri Baginda duduk di atas takhta, dihadap para abdi dan pembesar
2. Berkatalah Sri nata Wengker di hadapan para pembesar dan wadana:
“Wahai, tunjukkan cinta serta setya baktimu kepada Baginda raja
Cintailah rakyat bawahanmu dan berusahalah memajukan dusunmu
Jembatan, jalan raya, beringin, bangunan dan candi supaya dibina
3. Terutama dataran tinggi dan sawah, agar tetap subur, peliharalah
Perhatikan tanah rakyat, jangan sampai jatuh di tangan petani besar
Agar penduduk jangan sampai terusir dan mengungsi ke desa tetangga
Tepati segala peraturan untuk membuat desa bertambah besar
4. Sri nata Kertawardhana setuju dengan anjuran memperbesar desa
“Harap dicatat nama penjahat dan pelanggaran setiap akhir bulan
Bantu pemeriksaan tempat durjana, terutama pelanggar susila
Agar bertambah kekayaan Baginda demi kesejahteraan negara
5. Kemudian bersabda Baginda nata Wilwatikta memberi anjuran:
“Para budiman yang berkunjung kemari, tidak boleh dihalang-halangi
Rajakarya, terutama bea-cukai, pelawang, supaya dilunasi
Jamuan kepada para tetamu budiman supaya diatur pantas
Pupuh LXXXIX
1. Undang-undang sejak pemerintahan ibunda harus ditaati
Hidangan makanan sepanjang hari harus dimasak pagi-pagi
43
Jika ada tamu loba tamak mengambil makanan, merugikan
Biar mengambilnya, tetapi laporkan namanya kepada saya
2. Negara dan desa berhubungan rapat seperti singa dan hutan
Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan
Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita
Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!”
3. Begitu perintah Baginda kepada wadana, yang tunduk mengangguk
Sebagai tanda mereka sanggup mengindahkan perintah beliau
Menteri, upapati serta para pembesar menghadap bersama
Tepat pukul tiga mereka berkumpul untuk bersantap bersama
4. Bangunan sebelah timur laut telah dihiaisi gilang cemerlang
Di tiga ruang para wadana duduk teratur menganut sudut
Santapan sedap mulai dihidangkan di atas dulang serba emas
Segera deretan depan berhadap-hadapan di muka Baginda
5. Santapan terdiri dari daging kambing, kerbau, burung, rusa, madu
Ikan, telur, domba, menurut adat agama dari zaman purba
Makanan pantangan: daging anjing, cacing, tikus, keledai dan katak
Jika dilanggar, mengakibatkan hinaan musuh, mati dan noda
Pupuh XC
1. Dihidangkan santapan untuk orang banyak
Makanan serba banyak serta serba sedap
Berbagai-bagai ikan laut dan ikan tambak
Berderap cepat datang menurut acara
2. Daging katak, cacing, keledai, tikus, anjing
Hanya dihidangkan kepada para penggemar
Karena asalnya dari pelbagai desa
Mereka diberi kegemaran, biar puas
3. Mengalir pelbagai minuman keras segar
Tuak nyiur, tal, arak kilang, brem, tuak rumbya
Itulah hidangan minuman yang utama
Wadahnya emas berbentuk aneka ragam
4. Porong dan guci berdiri terpencar-pencar
Berisi minuman keras dari aneka bahan
Beredar putar seperti air yang mengalir
Yang gemar, minum sampai muntah serta mabuk
5. Meluap jamuan Baginda dalam pesta
Hidangan mengalir menghampiri tetamu
Dengan sabar segala sikap diizinkan
Penyombong, pemabuk jadi buah gelak tawa
44
6. Merdu merayu nyanyian para biduan
Melagukan puji-pujian Sri Baginda
Makin deras peminum melepaskan nafsu
Habis lalu waktu, berhenti gelak-gurau
Pupuh XCI
1. Pembesar daerah angin membadut dengan para lurah
Diikuti lagu, sambil bertandak memilih pasangan
Solah tingkahnya menarik gelak, menggelikan pandangan
Itulah sebabnya mereka memperoleh hadiah kain
2. Disuruh menghadap Baginda, diajak minum bersama
Menteri upapati berurut minum bergilir menyanyi
Nyanyian Manghuri Kandamuhi dapat sorak pujian
Baginda berdiri, mengimbangi ikut melaras lagu
3. Tercengang dan terharu hadirin mendengar swara merdu
Semerbak meriah bagai gelak merak di dahan kayu
Seperti madu bercampur dengan gula terlalu sedap manis
Resap mengharu kalbu bagai desiran buluh perindu
4. Arya Ranadikara lupa bahwa Baginda berlagu
Bersama Arya Mahadikara mendadak berteriak
Bahwa para pembesar ingin beliau menari topeng
“Ya!” jawab beliau; segera masuk untuk persiapan
5. Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak
Bergegas lekas panggung disiapkan di tengah mandapa
Sang permaisuri berhias jamang laras menyanyiakan lagu
Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati
6. Bubar mereka itu, ketika Sri Baginda keluar
Lagu rayuan Baginda bergetar menghanyutkan rasa
Diiringkan rayuan sang permaisuri rapi rupendah
Resap meremuk rasa merasuk tulang sungsum pendengar
7. Sri Baginda warnawan telah mengenakan tampuk topeng
Delapan pengiringnya di belakang, bagus, bergas pantas
Keturunan arya, bijak, cerdas, sopan tingkah lakunya
Itulah sebabnya banyolannya selalu tepat kena
8. Tari sembilan orang telah dimulai dengan banyolan
Gelak tawa terus-menerus, sampai perut kaku beku
Babak yang sedih meraih tangis, mengaduk haru dan rindu
Tepat mengenai sasaran, menghanyutkan hati penonton
45
9. Silam matahari waktu lingsir, perayaan berakhir
Para pembesar minta diri mencium duli paduka
Katanya: “Lenyap duka oleh suka, hilang dari bumi!”
Terlangkahi pujian Baginda waktu masuk istana
Pupuh XCII
1. Begitulah suka mulia Baginda raja di pura, tercapai segala cita
Terang Baginda sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan negara
Meskipun masih muda, dengan suka rela berlaku bagai titisan Buda
Dengan laku utama beliau memadamkan api kejahatan durjana
2. Terus membumbung ke angkasa kemashuran dan peperwiraan Sri
Baginda
Sungguh beliau titisan Batara Girinata untuk menjaga buana
Hilang dosanya orang yang dipandang, dan musnah letanya abdi yang
disapa
3. Itulah sebabnya keluhuran beliau mashur terpuji di tiga jagad
Semua orang tinggi, sedang, dan rendah menuturkan kata-kata pujian
Serta berdoa agar Baginda tetap subur bagai gunung tempat berlindung
Berusia panjang sebagai bulan dan matahari cemerlang menerangi bumi
Pupuh XCIII
1. Semua pendeta dari tanah asing menggubah pujian Baginda
Sang pendeta Budaditya menggubah rangkaian seloka Bogawali
Tempat tumpah darahnya Kancipuri di Sadwihara di Jambudwipa
Brahmana Sri Mutali Saherdaya menggubah pujian seloka indah
2. Begitu pula para pendeta di Jawa, pujangga, sarjana sastra
Bersama-sama merumpaka seloka puja sastra untuk nyanyian
Yang terpenting puja sastra di prasasti, gubahan upapati Sudarma
Berupa kakawin, hanya boleh diperdengarkan di dalam istana
Pupuh XCIV
1. Mendengar pujian para pujanggga pura bergetar mencakar udara
Prapanca bangkit turut memuji Baginda, meski tak akan sampai pura
Maksud pujiannya, agar Baginda gembira jika mendengar gubahannya
Berdoa demi kesejahteraan negara, terutama Baginda dan rakyat
2. Tahun Saka gunung gajah budi dan janma (1287) bulan aswina hari purnama
Siaplah kakawin pujaan tentang perjalanan jaya keliling negara
Segenap desa tersusun dalam rangkaian, pantas disebut desawarnana
Dengan maksud, agar Baginda ingat jika membaca hikmat kalimat
46
3. Sia-sia lama bertekun menggubah kakawin menyurat di atas daun lontar
Yang pertama “Tahun Saka”, yang kedua “Lambang” kemudian “Parwasagara”
Berikut yang keempat “Bismacarana”, akhirnya cerita“Sugataparwa”
Lambang dan Tahun Saka masih akan diteruskan, sebab memang belum
siap
4. Meskipun tidak semahir para pujangga di dalam menggubah kakawin
Terdorong cinta bakti kepada Baginda, ikut membuat puja sastra
Berupa karya kakawin, sederhana tentang rangkaian sejarah desa
Apa boleh buat harus berkorban rasa, pasti akan ditertawakan
Pupuh XCV
1. Nasib badan dihina oleh para bangsawan, canggung tingggal di dusun
Hati gundah kurang senang, sedih, rugi tidak mendengar ujar … manis
Teman karib dan orang budiman meningggalkan tanpa belas kasihan
Apa gunanya mengenal ajaran kasih, jika tidak diamalkan?
2. Karena kemewahan berlimpah, tidak ada minat untuk beramal
Buta, tuli, tak nampak sinar memancar dalam kesedihan, kesepian
Seyogyanya ajaran sang Mahamuni diserapkan bagai pegangan
Mengharapkan kasih yang tak kunjung datang, akan membawa mati muda
3. Segera bertapa brata di lereng gunung, masuk ke dalam hutan
Membuat rumah dan tempat persajian di tempat sepi dan bertapa
Halaman rumah ditanami pohon kamala, asana, tinggi-tinggi
Memang Kamalasana nama dukuhnya sudah sejak lama dikenal
Pupuh XCVI
1. Pra panca itu pra lima buah
Cirinya: cakapnya lucu
Pipinya sembab, matanya ngeliyap
Gelaknya terbahak-bahak
2. Terlalu kurang ajar, tidak pantas ditiru
Bodoh, tak menurut ajaran tutur
Carilah pimpinan yang baik dalam tatwa
Pantasnya ia dipukul berulang kali
Pupuh XCVII
1. Ingin menyamai Mpu Winada
Mengumpulkan harta benda
Akhirnya hidup sengsara
Tapi tetap tinggal tenang
47
2. Winada mengejar jasa
Tanpa ragu wang dibagi
Terus bertapa berata
Mendapat pimpinan hidup
3. Sungguh handal dalam yuda
Yudanya belum selesai
Ingin mencapai nirwana
Jadi pahlawan pertapa
Pupuh XCVIII
1. Beratlah bagi para pujangga menyamai Winada, bertekun dalam tapa
Membalas dengan cinta kasih perbuatan mereka yang senang
Menghina orang-orang yang puas dalam ketenangan dan menjauhkan
diri dari segala tingkah, menjauhkan diri dari kesukaan dan kewibawaan
dengan harapan akan memperoleh faedah.
Segan meniru perbuatan mereka yang dicacat dan dicela di dalam pura.
Sumber: Prof. Dr. Slamet Mulyana (Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya)
Diterbitkan oleh PT Tiga Serangkai, Solo
SEJARAH BERDIRINYA MAJAPAHIT
Surya Majapahit |
Majapahit adalah Kerajaan yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Didahului oleh kerajaan Sriwijaya, yang beribukotakan Palembang di pulau Sumatra. Kerajaan ini dirintis oleh Raden Wijaya yang merupakan keturunan keempat dari Ken Arok dan Ken Dedes.
Ken Dedes |
Ken Arok |
Sebelum kerajaan Majapahit lahir, telah berdiri terlebih dahulu pada tahun 1222 Masehi kerajaan Singosari yang pendirinya adalah Ken Arok yang berpusat di. Malang (Tumapel).
Lambang Kerajaan Majapahit
Penelusuran terhadap lahirnya kerajaan Majapahit tidak terlepas dari keberadaan kerajaan Singosari Tumapel. Begitupun kalau kita menelusuri awal bersatunya nusantara, tidak bisa terlepas dari kiprah Majapahit. Artinya keberadaan Singosari, Majapahit, dan Nusantara adalah sesuatu yang bersifat integral dan tidak terpisahkan satu sama lain.
Dalam sejarah bangsa Indonesia Majapahit memanglah ‘hanya’ satu di antara banyak kerajaan yang pernah berkembang di dalam tubuh bangsa persatuan yang kini disebut “Indonesia” ini. Walaupun demikian sejarahnya patut disimak dengan cermat karena kelebihannya: cakupan teritorialnya yang paling ekstensif, durasinya yang cukup panjang, serta pancapaian-pencapaian budayanya yang cukup bermakna.
Diawali dengan rintisan di masa Singhasari, yaitu masa Pra Majapahit yang mempunyai kesinambungan dinastik dengan masa Majapahit, Perluasan wilayah dilanjutkan dengan mencakup daerah-daerah yang lebih luas. Pada masa Singhasari negara-negara yang disatukan di bawah koordinasi kewenangan Singhasari adalah: Madhura, Lamajang, Kadiri, Wurawan, Morono, Hring, dan Lwa, semua mengacu pada daerah-daerah di pulau Jawa (timur ) dan Madura.
Untuk lebih jelasnya sebelum mengerti sejarah Majapahit akan diuraikan terlebih dahulu sejarah berdirinya kerajaan Singhasari yang merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit.
Sejarah berdirinya Majapahit dimulai dari Perintah dari Raja Singhasari yaitu Kertanagara yang memerintahkan Raden Wijaya untuk menghalau serangan tentara Kadiri di desa Memeling. Raden Wijaya di desa Mameling berhasil menumpas musuh.
Candi Waringin Lawang
Penelusuran terhadap lahirnya kerajaan Majapahit tidak terlepas dari keberadaan kerajaan Singosari Tumapel. Begitupun kalau kita menelusuri awal bersatunya nusantara, tidak bisa terlepas dari kiprah Majapahit. Artinya keberadaan Singosari, Majapahit, dan Nusantara adalah sesuatu yang bersifat integral dan tidak terpisahkan satu sama lain.
Dalam sejarah bangsa Indonesia Majapahit memanglah ‘hanya’ satu di antara banyak kerajaan yang pernah berkembang di dalam tubuh bangsa persatuan yang kini disebut “Indonesia” ini. Walaupun demikian sejarahnya patut disimak dengan cermat karena kelebihannya: cakupan teritorialnya yang paling ekstensif, durasinya yang cukup panjang, serta pancapaian-pencapaian budayanya yang cukup bermakna.
Diawali dengan rintisan di masa Singhasari, yaitu masa Pra Majapahit yang mempunyai kesinambungan dinastik dengan masa Majapahit, Perluasan wilayah dilanjutkan dengan mencakup daerah-daerah yang lebih luas. Pada masa Singhasari negara-negara yang disatukan di bawah koordinasi kewenangan Singhasari adalah: Madhura, Lamajang, Kadiri, Wurawan, Morono, Hring, dan Lwa, semua mengacu pada daerah-daerah di pulau Jawa (timur ) dan Madura.
Untuk lebih jelasnya sebelum mengerti sejarah Majapahit akan diuraikan terlebih dahulu sejarah berdirinya kerajaan Singhasari yang merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit.
Candi Waringin Lawang
Gapura Wringin Lawang |
diperkirakan sebagai Gapura Majapahit
Dengan puas tentara Singosari kembali menuju ibukota, Betapa terkejutnya mereka ketika sampai di perbatasan sorak sorai tentara musuh yang telah berhasil merusak keraton Singhasari. Raja Śri Kĕrtānegara gugur, kerajaan Singhasāri berada di bawah kekuasaan raja Jayakatwang dari Kadiri. Raden Wijaya berusaha menyelamatkan apa yang masih mungkin bisa diselamatkan, mereka dengan gagah berani menyerbu kedalam istana, namun karena jumlah tentara kediri yang begitu banyak maka usaha tersebut tidak berhasil.Patung Raden Wijaya |
Raden Wijaya kemudian dikepung oleh patih Daha Kebo Mundarang sehingga akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri. Raden wijaya dengan pengikutnya Lembu Sora, Gajah Pagon, Medang Dangli, Malusa Wagal, Nambi, Banyak Kapuk, Kebo Kepetengan, Wirota Wiragati dan Pamandana lari melintasi sawah yang baru habis dibajak. Ketika hampir tertangkap oleh Patih Mundarang, Raden Wijaya memancal tanah bajakan sehingga jatuh didada dan dahi ki Patih ,Raden Wijaya pun berhasil lolos dari kejaran musuh.
Wilayah Majapahit |
Setelah beristirahat sejenak Raden Wijaya kemudian membagi-bagikan celana gringsing kepada pengikut-pengikutnya tiap orang sehelai dan diperintahkan ngamuk, Pada waktu menjelang malam ketika tentara Kediri sedang berpesta pora Raden Wijaya dan para pengikutnya kembali lagi masuk kedalam keraton Singhasari.
Putri Kertanegara yang bungsu yaitu Gayatri ditawan oleh muduh dan dibawa ke Kediri sedangkan putri yang sulung yaitu Tribuaneswari berhasil diselamatkan oleh Raden Wijaya. Atas nasehat Lembu Sora, Raden Wijaya bersama Putri dan para pengikutnya kemudian mundur ke luar kota menuju arah utara karena tidak ada gunanya melanjutkan perang yang pasti akan membawa kekalahan karena jumlah tentara Kediri jauh lebih besar.
Candi Kedaton
Candi Kedaton |
Reruntuhan Istana Majapahit
Masih ada kira kira 600 orang pengikut Raden Wijaya. Paginya ia bertemu lagi dengan musuh, banyak prajurit yang putus asa dan meninggalkannya, hingga pengikutnya tinggal sedikit. Maka Wijaya bermaksud meneruskan perjalanan menuju ke Terung untuk minta bantuan kepada Akuwu Terung, Wuru Agraja yang diangkat sebagai akuwu oleh Mendiang Sri Kertanegara., dengan harapan memperoleh bantuan untuk mengumpulkan orang di sebelah timur dan timur laut Terung.
Maka pengikut Wijaya menjadi gembira dan pada malam harinya mereka berangkat ke barat melalui Kulawan yang telah dijadikan benteng oleh musuh, di mana ia menjumpai musuh yang besar jumlahnya.
Arca Pertapa Hindu Jaman Kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya dikejar oleh musuh dan lari ke utara menuju Kembangsri (Bangsri), di mana ia berjumpa lagi dengan musuh, hingga ia terpaksa bergegas mencebur ke Bengawan dan menyeberanginya. Di sungai ini banyak prajuritnya yang tewas terkena tumbak musuh. Banyak yang lari mencari hidup sendiri-sendiri.
Sesampainya di seberang sungai pengikut Wijaya tinggal duabelas orang. Pada pagi hari rombongan Wijaya diketemukan oleh rakyat Kudadu. Disana Raden Wijaya diterima dan dijamu ketua desa yang bernama Macan Kuping dengan kelapa muda dan nasi putih. Raden wijaya sangat terharu atas sambutan tersebut . Gajah Pagon yang menderita luka cukup parah di pahanya akhirnya ditinggal di Dusun pandak, disembunyikan di tengah ladang.
Raden Wijaya kemudian melanjutkan perjalanan Ke Pulau Madura diantar sampai di daerah Rembang. Dalam Pararaton dusun Pandak tidak disebut yang disebut ialah datar. Lempengan tembaga yang terdapat di Gunung Butak di daerah Mojokerto yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah menjadi Raja Majapahit terkenal dengan Piagam Kudadu sebagai ungkapan terima kasih Raden Wijaya kepada ketua dusun kudadu yang pernah menerimanya dengan ramah sebelum melanjukan perjalanan ke Madura.
Berkat pertolongan Kepala Desa Kudadu, rombongan Raden Wijaya dapat menyeberangi laut menuju Madura untuk meminta perlindungan dari Arya Wiraraja, seorang Bupati Singhasari yang ditempatkan di didaerah tersebut.. Raden Wijaya Tiba di Madura Setibanya di Pulau Madura, Raden Wijaya dan pengikutnya segera menemui Arya Wiraraja.
Sikap Arya Wiraraja sebagai Bupati Singhasari tidak berubah meskipun tahu Kerajaan Singhasari telah runtuh. Sambutan yang demikian membuat Raden Wijaya terharu sehingga menjanjikan apabila berhasil mengembalikan kekuasaan yang telah direbut Jayakatwang maka wilayah kerajaan setengahnya akan diberikan kepada Arya Wiraraja. Arya Wiraraja sangat senang mendengar janji Raden Wijaya dan akan berupaya mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk mewujudkan keinginan Raden Wijaya tersebut.
Arya Wiraraja juga memberi nasehat agar Raden Wijaya menyerah dan mengabdi kepada Prabu Jayakatwang di Kediri dan selama tinggal di istana, Raden Wijaya diminta menyelidiki sampai dimana kekuatan tentara Kadiri. Setelah itu Raden Wijaya diminta mengajukan permohonan kepada Prabu Jayakatwang untuk membuka hutan dan tanah tandus di daerah Tarik dan Arya Wiraraja akan mengirimkan orang-orang Madura untuk membantunya.
Buah Maja
Masih ada kira kira 600 orang pengikut Raden Wijaya. Paginya ia bertemu lagi dengan musuh, banyak prajurit yang putus asa dan meninggalkannya, hingga pengikutnya tinggal sedikit. Maka Wijaya bermaksud meneruskan perjalanan menuju ke Terung untuk minta bantuan kepada Akuwu Terung, Wuru Agraja yang diangkat sebagai akuwu oleh Mendiang Sri Kertanegara., dengan harapan memperoleh bantuan untuk mengumpulkan orang di sebelah timur dan timur laut Terung.
Maka pengikut Wijaya menjadi gembira dan pada malam harinya mereka berangkat ke barat melalui Kulawan yang telah dijadikan benteng oleh musuh, di mana ia menjumpai musuh yang besar jumlahnya.
Raden Wijaya dikejar oleh musuh dan lari ke utara menuju Kembangsri (Bangsri), di mana ia berjumpa lagi dengan musuh, hingga ia terpaksa bergegas mencebur ke Bengawan dan menyeberanginya. Di sungai ini banyak prajuritnya yang tewas terkena tumbak musuh. Banyak yang lari mencari hidup sendiri-sendiri.
Sesampainya di seberang sungai pengikut Wijaya tinggal duabelas orang. Pada pagi hari rombongan Wijaya diketemukan oleh rakyat Kudadu. Disana Raden Wijaya diterima dan dijamu ketua desa yang bernama Macan Kuping dengan kelapa muda dan nasi putih. Raden wijaya sangat terharu atas sambutan tersebut . Gajah Pagon yang menderita luka cukup parah di pahanya akhirnya ditinggal di Dusun pandak, disembunyikan di tengah ladang.
Raden Wijaya kemudian melanjutkan perjalanan Ke Pulau Madura diantar sampai di daerah Rembang. Dalam Pararaton dusun Pandak tidak disebut yang disebut ialah datar. Lempengan tembaga yang terdapat di Gunung Butak di daerah Mojokerto yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah menjadi Raja Majapahit terkenal dengan Piagam Kudadu sebagai ungkapan terima kasih Raden Wijaya kepada ketua dusun kudadu yang pernah menerimanya dengan ramah sebelum melanjukan perjalanan ke Madura.
Berkat pertolongan Kepala Desa Kudadu, rombongan Raden Wijaya dapat menyeberangi laut menuju Madura untuk meminta perlindungan dari Arya Wiraraja, seorang Bupati Singhasari yang ditempatkan di didaerah tersebut.. Raden Wijaya Tiba di Madura Setibanya di Pulau Madura, Raden Wijaya dan pengikutnya segera menemui Arya Wiraraja.
Sikap Arya Wiraraja sebagai Bupati Singhasari tidak berubah meskipun tahu Kerajaan Singhasari telah runtuh. Sambutan yang demikian membuat Raden Wijaya terharu sehingga menjanjikan apabila berhasil mengembalikan kekuasaan yang telah direbut Jayakatwang maka wilayah kerajaan setengahnya akan diberikan kepada Arya Wiraraja. Arya Wiraraja sangat senang mendengar janji Raden Wijaya dan akan berupaya mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk mewujudkan keinginan Raden Wijaya tersebut.
Arya Wiraraja juga memberi nasehat agar Raden Wijaya menyerah dan mengabdi kepada Prabu Jayakatwang di Kediri dan selama tinggal di istana, Raden Wijaya diminta menyelidiki sampai dimana kekuatan tentara Kadiri. Setelah itu Raden Wijaya diminta mengajukan permohonan kepada Prabu Jayakatwang untuk membuka hutan dan tanah tandus di daerah Tarik dan Arya Wiraraja akan mengirimkan orang-orang Madura untuk membantunya.
Konon, buah maja ditemukan pada saat Raden Wijaya diijinkan membuka hutan Tarik Demikianlah Arya Wiraraja kemudian mengirimkan utusan ke Kadiri untuk menyampaikan bahwa Raden Wijaya menyerah dan bermaksud untuk mengabdi kepada Prabu Jayakatwang. Permohonan tersebut disetujui oleh Prabu Jayakatwang.
Raden Wijaya kemudian berangkat ke Kadiri dengan diantar oleh Arya Wiraraja sampai di daerah Terung dan Raden Wijaya kemudian dijemput oleh patih kadiri yaitu Sagara Winotan dan Yangkung Angilo di daerah Jung Biru. Adapun Tribhuwaneswari yang turut serta dalam perjalanan Raden Wijaya ke Madura dititipkan ke pada Arya Wiraraja.
Kedatangan Raden Wijaya dan para pengikutnya di Kadiri bertepatan dengan perayaan hari raya Galungan. Setelah cukup lama mengabdi di Kadiri Raden Wijaya kemudian mengusulkan untuk membuka daerah tarik (daerah Sidoarjo) menjadi hutan perburuan bagi Prabu Jayakatwang yang suka berburu. Usul tersebut segera disetujui tanpa curiga. Daerah Tarik terletak di tepi sungai Brantas dekat pelabuhan Canggu yang sekarang terletak di sebelah Timur Mojokerto.
Raden Wijaya kemudian berangkat ke Kadiri dengan diantar oleh Arya Wiraraja sampai di daerah Terung dan Raden Wijaya kemudian dijemput oleh patih kadiri yaitu Sagara Winotan dan Yangkung Angilo di daerah Jung Biru. Adapun Tribhuwaneswari yang turut serta dalam perjalanan Raden Wijaya ke Madura dititipkan ke pada Arya Wiraraja.
Kedatangan Raden Wijaya dan para pengikutnya di Kadiri bertepatan dengan perayaan hari raya Galungan. Setelah cukup lama mengabdi di Kadiri Raden Wijaya kemudian mengusulkan untuk membuka daerah tarik (daerah Sidoarjo) menjadi hutan perburuan bagi Prabu Jayakatwang yang suka berburu. Usul tersebut segera disetujui tanpa curiga. Daerah Tarik terletak di tepi sungai Brantas dekat pelabuhan Canggu yang sekarang terletak di sebelah Timur Mojokerto.
Tepi Sungai Brantas |
Raden Wijaya Segera mengirim Wirondaya ke Sumenep Madura untuk melaporkan persetujuan tersebut kepada Bupati Madura Arya Wiraraja. Arya Wiraraja kemudian mengerahkan orang Madura untuk membuka Hutan tarik Dalam waktu singkat hutan tarik berhasil dibuka dan orang Madura yang membantu pembukaan hutan tersebut kemudian menetap di daerah tersebut. Daerah tersebut kemudian dinamakan Majapahit atau Wilwatikta.
Konon pada saat itu, seorang tentara yang haus mencoba memakan buah maja yang banyak terdapat pada tempat itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya pahit sehingga daerah itu dinamai demikian. Wilwa artinya buah Maja, Tikta artinya pahit. Setelah Hutan Tarik berhasil dibuka, Raden Wijaya kemudian minta izin kepada Prabu Jayakatwang untuk menengok daerah tersebut.
Prabu Jayakatwang mengizinkan asal tidak lama tinggal didaerah tersebut. Demikianlah akhirnya Raden wijaya berangkat bersama pengiringnya pada hari mertamasa. Pada hari ke tujuh Raden Wijaya akhirnya sampai di daerah Tarik dan tinggal di Pesanggrahan yang terbuat dari bambu yang dikelilingi kolam. Panji Wijayakrama memberikan uraian yang sangat jelas tentang keberadaan daerah Majapahit sebagai berikut :
Prabu Jayakatwang mengizinkan asal tidak lama tinggal didaerah tersebut. Demikianlah akhirnya Raden wijaya berangkat bersama pengiringnya pada hari mertamasa. Pada hari ke tujuh Raden Wijaya akhirnya sampai di daerah Tarik dan tinggal di Pesanggrahan yang terbuat dari bambu yang dikelilingi kolam. Panji Wijayakrama memberikan uraian yang sangat jelas tentang keberadaan daerah Majapahit sebagai berikut :
- Kota yang dibangun menghadap ke sungai yang besar yaitu sungai brantas yang mengalir dari Kediri sampai ke laut.
- Sungai kecil yang mengalir dari selatan yaitu kali mas yang pada jaman tersebut disebut kali Kancana.
- Perahu dagang hilir mudik silih berganti dikemudikan oleh orang Madura. Orang Madura mengalir tak putus putusnya ke Majapahit, mereka menetap di Majapahit bagian utara yang dinamakan Wirasabha.
- Disebelah tenggara kota adalah jembatan.
- Daerah yang dibuka sebagian besar berupa sawah dan perkebunan yang ditanami bunga, pucang, pinang, kelapa dan pisang.
- Telah tersedia tahta dari batu putih tempat duduk Raden Wijaya yang dinakaman Wijil Pindo yang artinya pintu kedua.
Raden Wijaya pandai mengambil hati rakyat Majapahit yang baru saja menetap di daerah Tarik, orang orang dari Daha dan Tumapel kemudian banyak yang menetap di daerah Majaphit. Di desa ini Raden Wijaya kemudian memimpin dan menghimpun kekuatan, khususnya rakyat yang loyal terhadap mendiang Prabu Kertanegara yang berasal dari daerah Daha dan Tumapel.
Arya Wiraraja sendiri menyiapkan pasukannya di Madura untuk membantu Raden Wijaya bila saatnya diperlukan. Rupanya ia pun kurang menyukai Raja Jayakatwang. Banyak Kapuk dan Mahisa Pawagal yang diutus oleh Raden Wijaya ke sumenep Madura telah sampai. Semua pesan Raden Wijaya telah disampaikan kepada Arya Wiraraja.
Ketika mereka akan kembali putra Arya Wiraraja yang bertempat di dusun Tanjung di sebelah Barat Madura dikirim ke Majapahit membawa pesan ayahnya bahwa Arya Wiraraja belum bisa datang ke Majapahit dan Arya Wiraraja akan secepatnya mengirim utusan ke Tiongkok untuk minta bantuan tentara Tartar. Banyak Kapuk dan Mahisa Pawagal akhirnya pulang ke majapahit mengiringi Putri Tribhuwaneswari dan Putra Arya Wiraraja yaitu Ranggalawe.
Nama Ranggalawe adalah pemberian Raden Wijaya kepada putra Arya Wiraraja tersebut karena ketegasan tindak tanduknya pada saat pertama kali bertemu Raden Wijaya. Lawe artinya benang / wenang karena dia diberikan wewenang untuk memerintah seluruh rakyat Madura dan diberi pangkat Rangga.
Keesokan harinya Raden Wijaya bersama Ranggalawe, Ken Sora dan para Wreddha Menteri lainnya menyusun siasat untuk menyerang kerajaan kediri. Namun sebelum penyerangan dilaksanakan Ranggalawe minta ijin pulang ke Madura untuk mengambil kuda ayahnya yang berasal dari daerah Bima dan kuda kuda lainnya untuk tunggangan para panglima pasukan. Usul tersebut disetujui akhirnya Ranggalawe pulang ke Madura.
Raden Wijaya telah lama meninggalkan kediri, akhirnya pada bulan Waisaka datang utusan dari Prabu Jayakatwang yang bernama Sagara Winotan yang meminta kepada Raden Wijaya untuk balik ke Kediri karena Prabu Jayakatwang akan melaksanakan perburuan di daerah baru tersebut. Pada saat Sagara Winotan ada di Majapahit datanglah Ranggalawe dengan kuda kuda perangnya dari Madura. Kuda kuda tersebut kemudian diturunkan dari atas Kapal.
Arca Raden Wijaya
Segara Wionotan terheran heran melihatnya. Untuk menghindari kecurigaan dari utusan kediri tersebut, Raden wijaya kemudian menjelaskan bahwa kuda kuda tersebut akan dipergunakan untuk persiapan berburu Prabu Jayakatwang. Segara Winotan percaya akan maksud baik Raden Wijaya dan ingin segera melihat sepak terjang orang orang Madura dalam melaksanakan perburuan. Namun perkataan Segara Winotan tanpa disadari telah menyinggung hati Ranggalawe sehingga menyahut “ apa bedanya tindak landuk petani Madura dengan orang Daha, segera engkau akan mengetahui kemampuan orang Madura “. Raden Wijaya terkejut mendengar teriakan lantang Ranggalawe.
Kalau hal tersebut dibiarkan maka akan terjadi perselisihan diantara kedua orang tersebut dan apa yang telah dirahasiakan selama ini akan terbongkar. Untuk menenangkan suasana Ken Sora kemudian mengajak Ranggalawe untuk mengawasi penurunan kuda kuda dari kapal. Segara Winotan yang terkejut dengan teriakan Ranggalawe segera menanyakan siapakan gerangan orang tersebut.
Raden Wijaya menjelaskan bahwa orang tersebut adalah Kemenakan Ken Sora dari Tanjung sebelah barat Madura. Ucapannya kasar karena dia adalah petani bentil, karena itu janganlah terlalu diambil hati. Segera Winota kemudian kembali ke Daha. Kuda yang dibawa oleh Ranggalawe dari Madura berjumah 27 ekor kemudian dibagikan kepada para pemimpin pasukan. Segara Winotan telah kembali ke Kerajaan Kediri kemudian melaporkan ke hadapan Prabu Jayakatwang persiapan berburu yang telah dilakukan oleh Raden Wijaya, tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya. Maklumlah selama di daerah Tarik Segara Winotan hanya diterima di daerah Warasaba dan tidak diberi kesempatan untuk melihat keadaan kota.
Raden Wijaya sangat pintar untuk menerima tamunya sedemikian rupa sehingga Segara Winotan tidak mengetahui persiapan perang yang sedang direncanakan oleh Raden Wijaya. Arya Wiraraja telah bersiap siap untuk berangkat ke Majapahit diiringi Bala tentaranya dari Madura. Kedatangannya dengan perahu sampai di Canggu disambut oleh Raden Wijaya dan ditempatkan di Pesanggarahan yang telah dipersiapkan untuknya.
Arya Wiraraja minta maaf kepada Raden Wijaya karena telah mengambil keputusan tanpa persetujuan dari Raden Wijaya yang menjanjikan 2 orang putri dari Tumapel akan diserahkan kepada Kaisar Tartar bila mampu menundukkan kerajaan Kediri dibawah pimpinan Prabu Jayakatwang. Kaisar Tartar berjanji bahwa pasukan Tartar akan datang pada bulan Waisaka.
Dalam menyusun siasat untuk menyerang Kerajaan Kediri, Ranggalawe mengusulkan agar pasukan majapahit dipecah menjadi 2 yaitu ·
Arya Wiraraja sendiri menyiapkan pasukannya di Madura untuk membantu Raden Wijaya bila saatnya diperlukan. Rupanya ia pun kurang menyukai Raja Jayakatwang. Banyak Kapuk dan Mahisa Pawagal yang diutus oleh Raden Wijaya ke sumenep Madura telah sampai. Semua pesan Raden Wijaya telah disampaikan kepada Arya Wiraraja.
Ketika mereka akan kembali putra Arya Wiraraja yang bertempat di dusun Tanjung di sebelah Barat Madura dikirim ke Majapahit membawa pesan ayahnya bahwa Arya Wiraraja belum bisa datang ke Majapahit dan Arya Wiraraja akan secepatnya mengirim utusan ke Tiongkok untuk minta bantuan tentara Tartar. Banyak Kapuk dan Mahisa Pawagal akhirnya pulang ke majapahit mengiringi Putri Tribhuwaneswari dan Putra Arya Wiraraja yaitu Ranggalawe.
Nama Ranggalawe adalah pemberian Raden Wijaya kepada putra Arya Wiraraja tersebut karena ketegasan tindak tanduknya pada saat pertama kali bertemu Raden Wijaya. Lawe artinya benang / wenang karena dia diberikan wewenang untuk memerintah seluruh rakyat Madura dan diberi pangkat Rangga.
Keesokan harinya Raden Wijaya bersama Ranggalawe, Ken Sora dan para Wreddha Menteri lainnya menyusun siasat untuk menyerang kerajaan kediri. Namun sebelum penyerangan dilaksanakan Ranggalawe minta ijin pulang ke Madura untuk mengambil kuda ayahnya yang berasal dari daerah Bima dan kuda kuda lainnya untuk tunggangan para panglima pasukan. Usul tersebut disetujui akhirnya Ranggalawe pulang ke Madura.
Arca Raden Wijaya
Segara Wionotan terheran heran melihatnya. Untuk menghindari kecurigaan dari utusan kediri tersebut, Raden wijaya kemudian menjelaskan bahwa kuda kuda tersebut akan dipergunakan untuk persiapan berburu Prabu Jayakatwang. Segara Winotan percaya akan maksud baik Raden Wijaya dan ingin segera melihat sepak terjang orang orang Madura dalam melaksanakan perburuan. Namun perkataan Segara Winotan tanpa disadari telah menyinggung hati Ranggalawe sehingga menyahut “ apa bedanya tindak landuk petani Madura dengan orang Daha, segera engkau akan mengetahui kemampuan orang Madura “. Raden Wijaya terkejut mendengar teriakan lantang Ranggalawe.
Kalau hal tersebut dibiarkan maka akan terjadi perselisihan diantara kedua orang tersebut dan apa yang telah dirahasiakan selama ini akan terbongkar. Untuk menenangkan suasana Ken Sora kemudian mengajak Ranggalawe untuk mengawasi penurunan kuda kuda dari kapal. Segara Winotan yang terkejut dengan teriakan Ranggalawe segera menanyakan siapakan gerangan orang tersebut.
Raden Wijaya menjelaskan bahwa orang tersebut adalah Kemenakan Ken Sora dari Tanjung sebelah barat Madura. Ucapannya kasar karena dia adalah petani bentil, karena itu janganlah terlalu diambil hati. Segera Winota kemudian kembali ke Daha. Kuda yang dibawa oleh Ranggalawe dari Madura berjumah 27 ekor kemudian dibagikan kepada para pemimpin pasukan. Segara Winotan telah kembali ke Kerajaan Kediri kemudian melaporkan ke hadapan Prabu Jayakatwang persiapan berburu yang telah dilakukan oleh Raden Wijaya, tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya. Maklumlah selama di daerah Tarik Segara Winotan hanya diterima di daerah Warasaba dan tidak diberi kesempatan untuk melihat keadaan kota.
Raden Wijaya sangat pintar untuk menerima tamunya sedemikian rupa sehingga Segara Winotan tidak mengetahui persiapan perang yang sedang direncanakan oleh Raden Wijaya. Arya Wiraraja telah bersiap siap untuk berangkat ke Majapahit diiringi Bala tentaranya dari Madura. Kedatangannya dengan perahu sampai di Canggu disambut oleh Raden Wijaya dan ditempatkan di Pesanggarahan yang telah dipersiapkan untuknya.
Arya Wiraraja minta maaf kepada Raden Wijaya karena telah mengambil keputusan tanpa persetujuan dari Raden Wijaya yang menjanjikan 2 orang putri dari Tumapel akan diserahkan kepada Kaisar Tartar bila mampu menundukkan kerajaan Kediri dibawah pimpinan Prabu Jayakatwang. Kaisar Tartar berjanji bahwa pasukan Tartar akan datang pada bulan Waisaka.
Dalam menyusun siasat untuk menyerang Kerajaan Kediri, Ranggalawe mengusulkan agar pasukan majapahit dipecah menjadi 2 yaitu ·
- Arya Wiraraja memimpin pasukan yang bergerak melalui jalan raja, lewat Linggasana.
- Raden Wijaya memimpin pasukan yang melalui Singhasari. Ranggalawe akan ikut dalam pasukan pimpinan Raden Wijaya, kedua pasukan akan bertemu di daerah Barebeg.
Dalam Kidung Harsa Wijaya Pupuh IV diuraikan tentang peperangan Majapahit dengan Kerajaan Kediri. Ranggalawe berpendapat tidaklah mungkin terjadinya perang tanpa ada penyebabnya, karena hal tersebut akan menimbulkan tuduhan bahwa Raden Wijaya tidak tahu berterima kasih akan kebaikan Prabu Jayakatwang yang telah menerima Raden Wijaya dan pengikutnya dengan baik selama mengabdi di kerajaan Kediri.
Oleh karena itu Ranggalawe mengusulkan agar Raden Wijaya mengirimkan utusan ke Prabu Jayakatwang untuk meminta putri Puspawati dan Gayatri yaitu putri Prabu Kertanagara yang ditawan oleh Kerajaan Kadiri. Jika permintaan tersebut tidak dikabulkan maka alasan tersebutlah yang akan dipakai dasar untuk menyerang Kerajaan Kediri. Ken Sora, Gajah Pagon dan Lembu Peteng lebih cendrung untuk memberontak begitu saja, karena bukan tidak mungkin prabu Jayakatwang akan meluluskan permintaan Raden Wijaya tersebut.
Nambi mengusulkan agar tentara Majapahit berusaha memikat Menteri Menteri kerajaan Daha sehingga ikut membantu pemberontakan terhadap pemerintahan prabu Jayakatwang. Usul tersebut ditolak oleh Podang yang mendapat dukungan dari Panji Amarajaya, Jaran Waha, Kebo Bungalan dan Ranggalawe. Karena pandapat yang berbeda beda tersebut akhirnya mereka semua minta pendapat dari Arya Wiraraja, karena telah terbukti Arya Wiraraja pandai memberi nasehat kepada Raden Wijaya. Arya Wiraraja memberi nasehat agar Raden Wijaya bersabar menunggu kedatangan Pasukan dari Tartar sebulan lagi.
Akhirnya pada tanggal 1 Maret 1293, 20.000 pasukan Mongol mendarat di Jawa. disebelah barat Canggu dan langsung membuat benteng pertahanan di lembah Janggala. Disebutkan bahwa utusan yang dikirim ke Jawa terdiri dari tiga orang pejabat tinggi kerajaan, yaitu Shih Pi, Ike Mese, dan Kau Hsing. Hanya Kau Hsing yang berdarah Cina, sedangkan dua lainnya adalah orang Mongol. Mereka diberangkatkan dari Fukien membawa 20.000 pasukan dan seribu kapal.
Kublai Khan membekali pasukan ini untuk pelayaran selama satu tahun serta biaya sebesar 40.000 batangan perak. Shih Pi dan Ike Mese mengumpulkan pasukan dari tiga provinsi: Fukien, Kiangsi, dan Hukuang. Sedangkan Kau Hsing bertanggung jawab untuk menyiapkan perbekalan dan kapal. Pasukan besar ini berangkat dari pelabuhan Chuan-chou dan tiba di Pulau Belitung sekitar bulan Januari tahun 1293.
Di sini mereka mempersiapkan penyerangan ke Jawa selama lebih kurang satu bulan. Kekuatan Satuan Tugas Expedisi Tartar. Untuk mendapatkan gambaran betapa besar kekuatan Satuan Tugas Expedisi Tartar ke Jawa kami mencoba membuat analisa data yang disebut dalam buku W.P.Groeneveldt. Analisa ini juga untuk mendapatkan gambaran susunan dari Satuan Tugas ini.
Armada tugas berkekuatan 1000 kapal dengan perbekalan cukup untuk satu tahun. Gubernur Fukien diperintahkan oleh Kubilai Khan untuk menghimpun pasukan berkekuatan 20.000 dari propinsi-propinsi Fukien, Kiang-si dan Hukuang. Tiga propinsi ini berada di Cina Selatan. Fukien berbatasan dengan laut selat Taiwan. Pasukan ini dikumpulkan di pelabuhan propinsi Fukien bernama Chuan-chau dari mana armada diberangkatkan.
Jadi pasukan yang dikumpulkan dari tiga propinsi adalah terdiri dari orang Cina. Sebagai pemimpin umum ditunjuk Shih-pi dan Ike Mese dan Kau Hsing sebagai pembantu-pembantunya. Dari namanya dapat diperkirakan, Shih-pi dan Ike Mese adalah berasal dari Mongolia (Tartar asli) sedang Kau Hsing adalah Cina. Pasukan Tartar yang menyerbu ke Eropa terkenal karena pasukan kudanya.
Jadi dapat diperkirakan pasukan kavaleri yang ikut ke Jawa ini terdiri atas orang-orang Tartar. Selain dari tiga propinsi di atas disebut pula adanya beberapa kesatuan yang dikumpulkan di Ching-yuan (sekarang Ning-po) di sebelah selatan Syang-hai. Shih-pi dan Ike Mese lewat daratan dengan pasukan itu berjalan dari sini menuju Chuan-chou, sedang Kau Hsing mengangkut perbekalan dengan kapal.
Jadi diperkirakan pasukan yang berkumpul di Ning-po ini adalah kesatuan-kesatuan berkuda (kavaleri) yang disebut dalam laporan Shih-pi berkekuatan 5000 orang, kiranya terdiri dari orang-orang Tartar. Maka dapat diperkirakan, expedisi yang berkekuatan 20.000 orang ini terbagi dalam infanteri 15.000 orang. Dalam kronik Cina itu tidak disebut berapa besar jumlah awak kapal yang 1000 buah itu. Kalau tiap kapal berawak kapal 10 orang maka seluruhnya akan berjumlah 10.000 orang pelaut.
Jadi seluruh expedisi ini berkekuatan 1000 kapal, kira-kira 30.000 prajurit dan 5000 kuda. Sesampainya di Tuban expedisi tersebut, seperdua dari kekuatan tempur didaratkan di sini dan menuju Pacekan lewat darat. Bagian yang lewat darat ini dipimpin oleh Kau Hsing terdiri atas kavaleri dan infanteri sedang seorang “Commander of Ten Thousand” (Pangleksa) meminpin pasukan pelopor.
Shih-pi dengan seperdua bagian lainnya menuju Ujunggaluh lewat laut membawa perbekalan armada dipimpin oleh Ike Mese. Kiranya bagian yang dengan kapal ini adalah kesatuan-kesatuan bantuan dan senjata bantuan, kesatuan perbekalan dan kesatuan senjata berat, pelempar peluru (batu?). Mengingat keadaan medan di Jawa diperkirakan banyak terdiri dari rawa-rawa maka senjata berat ini akan selalu disiapkan di kapal saja.
Bagian terbesar dari expedisi ini adalah kesatuan infanteri. Maka dapat diperkirakan seluruh kekuatan expedisi terbagi atas kesatuan kavaleri 5000 orang, kesatuan infanteri kira-kira 10.000 orang dan kesatuan bantuan kira-kira 5000 orang yang dapat dipakai sebagai bantuan cadangan. Perjalanan menuju Pulau Belitung yang memakan waktu beberapa minggu melemahkan bala tentara Mongol karena harus melewati laut dengan ombak yang cukup besar.
Banyak prajurit yang sakit karena tidak terbiasa melakukan pelayaran. Di Belitung mereka menebang pohon dan membuat perahu (boats) berukuran lebih kecil untuk masuk ke sungai-sungai di Jawa yang sempit sambil memperbaiki kapal-kapal mereka yang telah berlayar mengarungi laut cukup jauh. Penyerangan Kerajaan Kadiri Pada bulan kedua tahun itu Ike Mese bersama pejabat yang menangani wilayah Jawa dan 500 orang menggunakan 10 kapal berangkat menuju ke Jawa untuk membuka jalan bagi bala tentara Mongol yang dipimpin oleh Shih Pi.
Ketika berada di Tuban mereka mendengar bahwa raja Kartanagara telah tewas dibunuh oleh Jayakatwang yang kemudian mengangkat dirinya sebagai raja Singhasari. Oleh karena perintah Kublai Khan adalah menundukkan Jawa dan memaksa raja
Singhasari, siapa pun orangnya, untuk mengakui kekuasaan bangsa Mongol, maka rencana menjatuhkan Jawa tetap dilaksanakan. Sebelum menyusul ke Tuban orang-orang Mongol kembali berhenti di Pulau Karimunjawa untuk bersiap-siap memasuki wilayah Singhasari. Setelah berkumpul kembali di Tuban dengan bala tentara Mongol. Ike Mese mengetahui kalau Kertanegara memiliki ahli waris bernama Raden Wijaya.
Ia pun mengirim utusan menemui Raden Wijaya yang berkampung di Majapahit. Raden Wijaya bersedia menyerah dan tunduk kepada Mongol asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan Jayakatwang raja Kadiri. Ike Mese kemudian diundang ke desa Majapahit. Diputuskan bahwa Ike Mese akan membawa setengah dari pasukan kira-kira sebanyak 10.000 orang berjalan kaki menuju Singhasari, selebihnya tetap di kapal dan melakukan perjalanan menggunakan sungai sebagai jalan masuk ke tempat yang sama.
Sebagai seorang pelaut yang berpengalaman, Ike Mese, yang sebenarnya adalah suku Uigur dari pedalaman Cina bukannya bangsa Mongol, mendahului untuk membina kerja sama dengan penguasa-penguasa lokal yang tidak setia kepada Jayakatwang. Kisah serangan Mongol terhadap Jawa tersebut tercantum dalam Catatan Sejarah Dinasti Yuan yang telah diterjemahkan oleh W.P. Groeneveldt, dalam bukunya, Notes on The Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources (1880).
Menurut cerita Pararaton Permohonan Arya Wiraraja kepada Kaisar Tiongkok untuk memperoleh bantuan dalam usahanya menyerang kerajaan Kediri dengan janji dua orang putri dari Tumapel dan seorang Putri dari Kerajaan Kediri yaitu Ratna Kesari pada hakikatnya adalah bumbu romantis dari pengiriman tentara tersebut. Tanpa permohonan bantuan dan janji tersebut tentara Tartar pasti datang ke Jawa untuk menuntut balas atas penghinaan utusannya yang bernama Meng ki oleh Prabu Kertanegara.
Oleh karena itu Ranggalawe mengusulkan agar Raden Wijaya mengirimkan utusan ke Prabu Jayakatwang untuk meminta putri Puspawati dan Gayatri yaitu putri Prabu Kertanagara yang ditawan oleh Kerajaan Kadiri. Jika permintaan tersebut tidak dikabulkan maka alasan tersebutlah yang akan dipakai dasar untuk menyerang Kerajaan Kediri. Ken Sora, Gajah Pagon dan Lembu Peteng lebih cendrung untuk memberontak begitu saja, karena bukan tidak mungkin prabu Jayakatwang akan meluluskan permintaan Raden Wijaya tersebut.
Nambi mengusulkan agar tentara Majapahit berusaha memikat Menteri Menteri kerajaan Daha sehingga ikut membantu pemberontakan terhadap pemerintahan prabu Jayakatwang. Usul tersebut ditolak oleh Podang yang mendapat dukungan dari Panji Amarajaya, Jaran Waha, Kebo Bungalan dan Ranggalawe. Karena pandapat yang berbeda beda tersebut akhirnya mereka semua minta pendapat dari Arya Wiraraja, karena telah terbukti Arya Wiraraja pandai memberi nasehat kepada Raden Wijaya. Arya Wiraraja memberi nasehat agar Raden Wijaya bersabar menunggu kedatangan Pasukan dari Tartar sebulan lagi.
Akhirnya pada tanggal 1 Maret 1293, 20.000 pasukan Mongol mendarat di Jawa. disebelah barat Canggu dan langsung membuat benteng pertahanan di lembah Janggala. Disebutkan bahwa utusan yang dikirim ke Jawa terdiri dari tiga orang pejabat tinggi kerajaan, yaitu Shih Pi, Ike Mese, dan Kau Hsing. Hanya Kau Hsing yang berdarah Cina, sedangkan dua lainnya adalah orang Mongol. Mereka diberangkatkan dari Fukien membawa 20.000 pasukan dan seribu kapal.
Kublai Khan membekali pasukan ini untuk pelayaran selama satu tahun serta biaya sebesar 40.000 batangan perak. Shih Pi dan Ike Mese mengumpulkan pasukan dari tiga provinsi: Fukien, Kiangsi, dan Hukuang. Sedangkan Kau Hsing bertanggung jawab untuk menyiapkan perbekalan dan kapal. Pasukan besar ini berangkat dari pelabuhan Chuan-chou dan tiba di Pulau Belitung sekitar bulan Januari tahun 1293.
Di sini mereka mempersiapkan penyerangan ke Jawa selama lebih kurang satu bulan. Kekuatan Satuan Tugas Expedisi Tartar. Untuk mendapatkan gambaran betapa besar kekuatan Satuan Tugas Expedisi Tartar ke Jawa kami mencoba membuat analisa data yang disebut dalam buku W.P.Groeneveldt. Analisa ini juga untuk mendapatkan gambaran susunan dari Satuan Tugas ini.
Armada tugas berkekuatan 1000 kapal dengan perbekalan cukup untuk satu tahun. Gubernur Fukien diperintahkan oleh Kubilai Khan untuk menghimpun pasukan berkekuatan 20.000 dari propinsi-propinsi Fukien, Kiang-si dan Hukuang. Tiga propinsi ini berada di Cina Selatan. Fukien berbatasan dengan laut selat Taiwan. Pasukan ini dikumpulkan di pelabuhan propinsi Fukien bernama Chuan-chau dari mana armada diberangkatkan.
Jadi pasukan yang dikumpulkan dari tiga propinsi adalah terdiri dari orang Cina. Sebagai pemimpin umum ditunjuk Shih-pi dan Ike Mese dan Kau Hsing sebagai pembantu-pembantunya. Dari namanya dapat diperkirakan, Shih-pi dan Ike Mese adalah berasal dari Mongolia (Tartar asli) sedang Kau Hsing adalah Cina. Pasukan Tartar yang menyerbu ke Eropa terkenal karena pasukan kudanya.
Jadi dapat diperkirakan pasukan kavaleri yang ikut ke Jawa ini terdiri atas orang-orang Tartar. Selain dari tiga propinsi di atas disebut pula adanya beberapa kesatuan yang dikumpulkan di Ching-yuan (sekarang Ning-po) di sebelah selatan Syang-hai. Shih-pi dan Ike Mese lewat daratan dengan pasukan itu berjalan dari sini menuju Chuan-chou, sedang Kau Hsing mengangkut perbekalan dengan kapal.
Jadi diperkirakan pasukan yang berkumpul di Ning-po ini adalah kesatuan-kesatuan berkuda (kavaleri) yang disebut dalam laporan Shih-pi berkekuatan 5000 orang, kiranya terdiri dari orang-orang Tartar. Maka dapat diperkirakan, expedisi yang berkekuatan 20.000 orang ini terbagi dalam infanteri 15.000 orang. Dalam kronik Cina itu tidak disebut berapa besar jumlah awak kapal yang 1000 buah itu. Kalau tiap kapal berawak kapal 10 orang maka seluruhnya akan berjumlah 10.000 orang pelaut.
Jadi seluruh expedisi ini berkekuatan 1000 kapal, kira-kira 30.000 prajurit dan 5000 kuda. Sesampainya di Tuban expedisi tersebut, seperdua dari kekuatan tempur didaratkan di sini dan menuju Pacekan lewat darat. Bagian yang lewat darat ini dipimpin oleh Kau Hsing terdiri atas kavaleri dan infanteri sedang seorang “Commander of Ten Thousand” (Pangleksa) meminpin pasukan pelopor.
Shih-pi dengan seperdua bagian lainnya menuju Ujunggaluh lewat laut membawa perbekalan armada dipimpin oleh Ike Mese. Kiranya bagian yang dengan kapal ini adalah kesatuan-kesatuan bantuan dan senjata bantuan, kesatuan perbekalan dan kesatuan senjata berat, pelempar peluru (batu?). Mengingat keadaan medan di Jawa diperkirakan banyak terdiri dari rawa-rawa maka senjata berat ini akan selalu disiapkan di kapal saja.
Bagian terbesar dari expedisi ini adalah kesatuan infanteri. Maka dapat diperkirakan seluruh kekuatan expedisi terbagi atas kesatuan kavaleri 5000 orang, kesatuan infanteri kira-kira 10.000 orang dan kesatuan bantuan kira-kira 5000 orang yang dapat dipakai sebagai bantuan cadangan. Perjalanan menuju Pulau Belitung yang memakan waktu beberapa minggu melemahkan bala tentara Mongol karena harus melewati laut dengan ombak yang cukup besar.
Banyak prajurit yang sakit karena tidak terbiasa melakukan pelayaran. Di Belitung mereka menebang pohon dan membuat perahu (boats) berukuran lebih kecil untuk masuk ke sungai-sungai di Jawa yang sempit sambil memperbaiki kapal-kapal mereka yang telah berlayar mengarungi laut cukup jauh. Penyerangan Kerajaan Kadiri Pada bulan kedua tahun itu Ike Mese bersama pejabat yang menangani wilayah Jawa dan 500 orang menggunakan 10 kapal berangkat menuju ke Jawa untuk membuka jalan bagi bala tentara Mongol yang dipimpin oleh Shih Pi.
Ketika berada di Tuban mereka mendengar bahwa raja Kartanagara telah tewas dibunuh oleh Jayakatwang yang kemudian mengangkat dirinya sebagai raja Singhasari. Oleh karena perintah Kublai Khan adalah menundukkan Jawa dan memaksa raja
Singhasari, siapa pun orangnya, untuk mengakui kekuasaan bangsa Mongol, maka rencana menjatuhkan Jawa tetap dilaksanakan. Sebelum menyusul ke Tuban orang-orang Mongol kembali berhenti di Pulau Karimunjawa untuk bersiap-siap memasuki wilayah Singhasari. Setelah berkumpul kembali di Tuban dengan bala tentara Mongol. Ike Mese mengetahui kalau Kertanegara memiliki ahli waris bernama Raden Wijaya.
Ia pun mengirim utusan menemui Raden Wijaya yang berkampung di Majapahit. Raden Wijaya bersedia menyerah dan tunduk kepada Mongol asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan Jayakatwang raja Kadiri. Ike Mese kemudian diundang ke desa Majapahit. Diputuskan bahwa Ike Mese akan membawa setengah dari pasukan kira-kira sebanyak 10.000 orang berjalan kaki menuju Singhasari, selebihnya tetap di kapal dan melakukan perjalanan menggunakan sungai sebagai jalan masuk ke tempat yang sama.
Sebagai seorang pelaut yang berpengalaman, Ike Mese, yang sebenarnya adalah suku Uigur dari pedalaman Cina bukannya bangsa Mongol, mendahului untuk membina kerja sama dengan penguasa-penguasa lokal yang tidak setia kepada Jayakatwang. Kisah serangan Mongol terhadap Jawa tersebut tercantum dalam Catatan Sejarah Dinasti Yuan yang telah diterjemahkan oleh W.P. Groeneveldt, dalam bukunya, Notes on The Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources (1880).
Menurut cerita Pararaton Permohonan Arya Wiraraja kepada Kaisar Tiongkok untuk memperoleh bantuan dalam usahanya menyerang kerajaan Kediri dengan janji dua orang putri dari Tumapel dan seorang Putri dari Kerajaan Kediri yaitu Ratna Kesari pada hakikatnya adalah bumbu romantis dari pengiriman tentara tersebut. Tanpa permohonan bantuan dan janji tersebut tentara Tartar pasti datang ke Jawa untuk menuntut balas atas penghinaan utusannya yang bernama Meng ki oleh Prabu Kertanegara.
Kubilai Khan |
Beberapa panglima “pasukan 10.000-an” turut mendampingi mereka. Sebelumnya, tiga orang pejabat tinggi diberangkatkan menggunakan ‘kapal cepat’ menuju ke Majapahit Untuk mempermudah gerakan bala tentara asing ini, Raden Wijaya memberi kebebasan untuk menggunakan pelabuhan-pelabuhan yang ada di bawah kekuasaannya dan bahkan memberikan panduan untuk mencapai Daha, ibukota Singhasari.
Ia juga memberikan peta wilayah Singhsari kepada Shih Pi yang sangat bermanfaat dalam menyusun strategi perang menghancurkan Jayakatwang. Selain Majapahit, beberapa kerajaan kecil turut bergabung dengan orang-orang Mongol sehingga menambah besar kekuatan militer sudah sangat kuat ketika berangkat dari Cina. Persengkongkolan ini terwujud sebagai ungkapan rasa tidak suka mereka terhadap raja Jayakatwang yang telah membunuh Kartanegara melalui sebuah kudeta yang keji. Berita pendaratan pasukan dari Tartar telah tersiar sampai di kerajaan Kediri, berita pendaratan tersebut ditambah dengan pemberontakan rakyat Majapahit dan penduduk di sebelah timur Tegal bobot sari dipimpin oleh Arya Wiraraja.
Berita tersebut menimbulkan keributan antara rakyat dan tentara Kediri, Segara Winotan dituduh berkhianat kepada raja karena memberikan laporan yang tidak sebenarnya, segala kesalahan ditumpahkan kepadanya. Puncak keributan tersebut berupa penghunusan keris oleh Kebo Rubuh yang siap ditikamkan kepada Segara Wonotan tetapi dengan cepat berhasil dicegah oleh Prabu Jayakatwang. Pada saat itu datang akuwu di Tuban yang memberikan laporan bahwa tentara Tartar telah mendarat di daerah tersebut.
Mereka merusak Kota Tuban, rakyat banyak yang lari mengungsi. Prabu Jayakatwang menyadari bahwa negara benar benar dalam keadaan terancam. Pasukan harus segera dipersiapkan untuk menghadapi musuh yang akan datang. Untuk membendung tentara Tartar dan majapahit akhirnya diputuskan tentara Kediri akan dibagi dalam 3 pertahanan yaitu :
- Mahisa Antaka dan Bowong memimpin pertahanan di bagian Utara , Prabu Jayakatwang ikut dalam pertahanan ini.
- Sagara Winotan dan Senapati Rangga Janur memimpin pertahanan di bagian Timur.
- Kebo Mudarang dan senapati Pangelet memimpin pertahaan bagian selatan
Prabu Jayakatwang sangat marah kepada Raden Wijaya sehingga memutuskan menyerang musuh yang sedang bergerak. Tentara Kadiri menyerang Majapahit dari tiga jurusan yaitu fron utara dipimpin oleh para adipati dan anjuru, fron selatan dipimpin oleh Menteri Araraman dan fron timur dipimpin oleh prajurit yang langsung berhadapan dengan pasukan dari Majapahit. Namun semuanya dapat ipukul mundur oleh pasukan Majapahit dan Mongol. Pada bulan ketiga tahun 1293, setelah seluruh pasukan berkumpul di mulut sungai Kali Mas, penyerbuan ke kerajaan Kediri mulai dilancarkan. Kekuatan kerajaan Kediri di sungai tersebut dapat dilumpuhkan, lebih dari 100n kapal berdekorasi kepala raksasa dapat disita karena seluruh prajurit dan pejabat yang mempertahankannya melarikan diri untuk bergabung dengan pasukan induknya.
Peperangan besar baru terjadi pada hari ke-15, bila dihitung semenjak pasukan Mongol mendarat dan membangun kekuatan di muara Kali Mas, di mana bala tentara gabungan Mongol dengan Raden wijaya berhasil mengalahkan pasukan Kadiri.
Kekalahan ini menyebabkan sisa pasukan kembali melarikan diri untuk berkumpul di Daha, ibukota Kadiri. Pasukan Ike Mese, Kau Hsing, dan Raden wijaya melakukan pengejaran dan berhasil memasuki Daha beberapa hari kemudian. Pada hari ke-19 terjadi peperangan yang sangat menentukan bagi kerajaan Kadiri Ike Mese menyerang dari timur, Kau Hsing dari barat, Shih Pi menyusuri sungai, sedangkan pasukan Raden Wijaya sebagai barisan belakang.
Perang meletus tanggal 20 Maret 1293 pagi. Kota Daha digempur tiga kali meskipun sudah dijaga 100.000 orang prajurit. Gabungan pasukan Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dalam Kidung Panji Wijayakrama pupuh VII Segara Winotan berhadapan dengan Ranggalawe di pertahanan bagian Timur. Ranggalawe mengendarai kuda Anda Wesi berhasil melompat kedalam kereta Segara Winotan.
Dalam pertempuran diatas kereta tersebut Ranggalawe berhasil memotong leher Segara Winotan sampai tewas. Di bagian selatan Ken Sora berhasil menangkap kebo Mundarang di lurah Trini Panti. Kebo Mundarang yang sudah tidak berdaya berjanji untuk menyerahkan anak perempuannya kepada Ken Sora namun Ken Sora tidak sudi mendengarnya.
Dalam peperangan ini dikatakan bahwa pasukan Mongol menggunakan meriam yang pada zaman itu masih tergolong langka di dunia. Terjadi tiga kali pertempuran besar antara kedua kekuatan yang berseteru ini di keempat arah kota dan dimenangkan oleh pihak para penyerbu. Pasukan Kadiri terpecah dua, sebagian menuju sungai dan tenggelam di sana karena dihadang oleh orang-orang Mongol, sedang sebagian lagi sebanyak lebih kurang 5.000 dalam keadaan panik akhirnya terbunuh setelah bertempur dengan tentara gabungan Mongol-Majapahit.
Salah seorang anak Jayakatwang yang melarikan diri ke perbukitan di sekitar ibukota dapat ditangkap dan ditawan oleh pasukan Kau Hsing berkekuatan seribu orang. Dengan kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng. Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin mempertahankan lagi di Daha, Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan di benteng pertahan ujung galuh.
Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, Jayakatwang meninggal dunia di dalam penjara Ujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung Wukir Polaman. Setelah Raja Jayakatwang kalah, Raden Wijaya mohon diri kembali ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Kerajaan Kediri telah jatuh, Putri Gayatri kemudian diboyong kembali ke Majapahit.
Agaknya timbul perselisihan antara panglima Cina ini dengan panglima-panglima Tartar. Shih-pi dan Ike Mese, karena kedua orang panglima ini telah mengijinkan Wijaya kembali ke Majapahit. Kau Hsing tidak mempercayai Wijaya, maka ia mengejar dan meninggalkan Kediri dengan divisi dan pasukan pelopor yang di bawah pimpinannya.
Majapahit menghalau Tentara Tartar Sebelum dimulai uraian tentang gerakan-gerakan operasi militer oleh Raden Wijaya terhadap kesatuan-kesatuan Tartar, lebih dahulu kita berusaha mendapatkan gambaran mengenai keadaan yaitu medan di mana kesatuan-kesatuan baik dari Majapahit maupun dari Tartar. Keuntungan Majapahit adalah, bahwa prajurit Majapahit lebih mengenal keadaan medan yang bagi orang Tartar masih sangat asing.
Medan berbukit-bukit dan sebagian besar tersusun oleh tanah keras atau bongkah-bongkah karang. Di sebelah timur sungai diperkirakan keadaan tanahnya masih lunak, bahkan banyak yang merupakan rawa-rawa dan di dekat desa di sana-sini berupa tanah persawahan. Kalau ada jalan tentu jalan-jalan ini tidak dikeraskan dengan diberi dasar batu. Baik di barat maupun di timur sungai masih terdapat banyak hutan-hutan lebat. Betapa sukarnya daerah ini dilalui, apa lagi oleh suatu kesatuan militer yang besar, dapat kita perkirakan dari waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak antara Pacekan sampai Kediri.
Dalam kronik Cina laporan Shih-pi menyebut, ia harus bertempur sepanjang kurang-lebih 300 li dari Kediri sampai ke kapal-kapalnya. Memang jarak antara Surabaya dan Kediri adalah kira-kira 130 kilometer lewat jalan berbelok-belok, kalau ditarik garis lempang dari Surabaya sampai Kediri kira-kira jarak itu adalah kurang-lebih 100 kilometer.
Jarak Majapahit-Kediri yang kira-kira tujuhpuluh kilometer itu oleh kesatuan Tartar ditempuh dalam waktu 4 hari (tanggal 15 sampai 19) berjalan. Jadi tiap harinya hanya dapat menyelesaikan jarak kira-kira 17 kilometer. Kalau sehari selama 2 hari masih terang mereka dapat berjalan kira-kira 9 jam, maka tiap jam kiranya dapat diselesaikan 2 km.
Maka dari sini kita dapat membuat perkiraan, betapa beratnya keadaan medan pada waktu itu. Kronik Cina menyebut, Wijaya pada hari ke dua bulan ke empat diizinkan kembali ke Majapahit dengan pasukannya disertai oleh dua orang perwira Tartar dan 200 orang prajurit untuk menyiapkan persembahan bagi kaisar Tartar, jadi 13 hari setelah Kediri menyerah.
Tanggal 9 Mei ia berangkat, sampai di Majapahit tanggal 13 Mei. Dengan diam-diam Wijaya menyiapkan pasukan dan rakyatnya. Dalam Kronik cina disebutkan bahwa Kau Hsing yang sejak tanggal dikalahkannya Kediri mengejar seorang pangeran yang lari ke pegunungan sekembalinya ke Kediri baru mengetahui, bahwa Wijaya telah berangkat dengan ijin Shih-pi dan Ike Mese. Tindakan rekan-rekannya ini tidak disetujui oleh Kau Hsing, agaknya timbullah perselisihan antara para pembesar ini. Diperkirakan Kau Hsing berada di pegunungan selama dua minggu lebih, kita buat 16 hari. Maka ia diperkirakan kembali pada tanggal 14 Mei.
Setelah mengumpulkan divisinya ia segera mengejar Wijaya yang telah sempat menyiapkan pasukan di tempat-tempat pengadangan. Didalam Istana Majapahit sekarang timbul kesulitan yang harus dihadapi Majapahit terhadap pasukan Tartar. Dalam Kidung Wijayakrama dikisahkan bagaimana sikap yang harus diambil jika tentara Tartar menagih janji 2 orang putri Tumapel sebagai hadiah kepada Kaisar Tartar.
Ketika Arya Wiaraja menanyakan hal tersebut semuanya terdiam, tidak berani menjawab. Ken Sora mengemukakan pendapat bahwa tidak baik memungkiri janji yang telah disepakati. Kemudian Ranggalawe bersuara lantang sesuai dengan wataknya “ Jangan takut sang prabu, itu hanyalah soal kecil. Jika kita harus melawan kami bersedia mati sebagai pahlawan.
Jika paduka takut berperang tidaklah masih layak hidup di dunia. Ucapan Ranggalawe yang lantang tersebut membangkitkan semangat dan tekat semua yang hadir, semua setuju dan bersedia mati untuk sang Raja. Akhirnya utusan Tartar telah datang dengan 200 orang pengiring lengkap dengan senjata dan menyerahkan surat untuk menagih janji. Setelah surat dibaca Ken Sora memberitahukan bahwa orang Majapahit tidak akan mengingkari janji yang telah disepakati tersebut.
Namun demikian putri Singhasari tersebut sangat miris kalau melihat senjata karenanya putri bisa pingsan. Oleh karena itu simpanlah baik baik senjata kalian dalam bilik yang terkunci dan beritahukan kepada pasukan pengawal yang akan menjemput tuan Putri untuk tidak membawa senjata. Utusan kemudian kembali membawa pesan Ken Sora kepada kepala Pasukan. 300 orang Tartar kemudian datang menjemput tuan Putri, para pengawal dibawa masuk ke balai panjang untuk di jamu, para wanitanya dibawa oleh Arya Wiraraja kedalam istana.
Ketika mereka sedang berpesta dengan serta merta pasukan Majapahit menyerang mereka. Banyak diantara mereka yang terbunuh, yang selamat kemudian ditawan. Pada tanggal 19 April 1293 Raden Wijaya kemudian menyerang tentara Mongol yang sedang berpesta di Daha dan Canggu. Penyerangan tersebut dari arah utara dan selatan. Kota Kediri telah dikepung, sambil menangkis serangan dari arah selatan mereka bergerak menuju arah utara mendekati pantai tempat armadanya. Namun dari arah utarapun diserang juga sehingga tentara Tartar yang terdesak kemudian berbelok kearah barat .
Pasukan Tartar yang masih tersisa tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan bertindak demikian Ike Mese memutuskan mundur setelah kehilangan 3.000 orang tentaranya. Betapa hebatnya serangan Wijaya ini dapat kita perkirakan dari laporan lain yang menyebutkan, bahwa Shih-pi sampai terputus dari pasukan yang lain. Ini berarti bahwa daerah sepanjang jalan antara Kediri dan Ujunggaluh benar-benar dikuasai oleh pasukan dan rakyat Desa Majapahit. Shih-pi yang meninggalkan Kediri beberapa hari kemudian dan terputus dari pasukan yang lain terpaksa harus dengan bertempur membuka jalan menuju Pacekan dan Ujunggaluh yang dicapainya dengan susah-payah.
Untuk mencapai kapal-kapalnya di muara sungai ia harus bertempur sepanjang jalan kira-kira 300 li, kira-kira 100 km. Ia kehilangan lebih dari 3000 orang tewas dalam pertempuran ini. Ini dapat dibayangkan, bagaimana jalan pertempuran dan mengapa Shih-pi terpaksa harus menelan kekalahan. Kalau Kau Hsing yang memimpin divisi infanteri dengan pasukan perintisnya yang terlatih dapat mematahkan serangan Wijaya, maka pasukan berkuda Tartar yang berada dalam devisi Shih-pi merupakan makanan empuk bagi pasukan panah Majapahit, belum lagi kalau kuda-kuda ini dipancing masuk rawa-rawa maka orang-orang di atas kuda ini merupakan sasaran yang baik bagi anak panah Majapahit.
Tiga ribu orang yang tewas ini kira-kira sabagian besar adalah dari kavaleri. Shih-pi rupa-rupanya dengan tergesa-gesa masuk kapal, karena ia dikejar oleh pasukan Wijaya sampai dekat Pacekan, di Tegal Bobot Sari. Dari sini ia berlayar selama 68 hari kembali ke Cina dan mendarat di Chuan-chou. Kekekalahan bala tentara Mongol oleh orang-orang Jawa hingga kini tetap dikenang dalam sejarah Cina. Sebelumnya mereka nyaris tidak pernah kalah di dalam peperangan melawan bangsa mana pun di dunia.
Selain di Jawa, pasukan Kublai Khan juga pernah hancur saat akan menyerbu daratan Jepang. Akan tetapi kehancuran ini bukan disebabkan oleh kekuatan militer bangsa Jepang melainkan oleh terpaan badai sangat kencang yang memporakporandakan armada kapal kerajaan dan membunuh hampir seluruh prajurit di atasnya. Expedisi Tartar meninggalkan Pulau Jawa.
Setelah para panglima kembali berkumpul di Ujunggaluh, maka dalam perundingan diputuskan untuk kembali saja, karena tugas menghukum raja Jawa telah selesai, dan tidak ada gunanya untuk meneruskan pertempuran, karena mereka tak mengenal keadaan medan, mereka dapat terrpancing masuk rawa-rawa, di mana mereka tak bisa bergerak dan dengan mudah diserang oleh orang-orang Majapahit. Kiranya selain itu mereka juga memperhitungkan keadaan angin yang pada akhir bulan Mei biasanya sudah mulai meniup ke Barat (angin timur) dengan tetap.
Selama kira-kira tiga bulan. Untuk bisa cepat sampai di Cina mereka harus segera berangkat, kalau mereka tidak ingin menjumpai rintangan berupa taifun atau angin yang tidak menentu. Maka mereka dapat sampai di Chuang Chou setelah 68 hari meninggalkan Jawa. Juga kemungkinan kejangkitan wabah mereka perhitungkan. Kalau mereka lebih lama berada di rawa-rawa di muara sungai ini, dikuatirkan akan bertambahnya korban disebabkan oleh malaria dan penyakit lain.
Maka diputuskan lebih baik kembali daripada menderita lebih banyak kerugian, untuk menghindari kegagalan total, karena tidak mengenal medan, penyakit dan kehancuran oleh tifun di laut. Menjelang akhir bulan Maret, yaitu di hari ke-24, seluruh pasukan Mongol kembali ke negara asalnya dengan membawa tawanan para bangsawan Singhasari ke Cina beserta ribuan hadiah bagi kaisar.
Sebelum berangkat mereka menghukum mati Jayakatwang dan anaknya sebagai ungkapan rasa kesal atas ‘pemberontakan’ Raden Wijaya. Kitab Pararaton memberikan keterangan yang kontradiktif, disebutkan bahwa Jayakatwang bukan mati dibunuh orang-orang Mongol melainkan oleh Raden Wijaya sendiri, tidak lama setelah ibukota kerajaan Kadiri berhasil dihancurkan.
Demikianlah tentara tartar tidak sempat mengatur siasat dan kehilangan begitu banyak tentaranya akhirnya meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293, dengan membawa pulang lebih dari 100 orang tawanan, peta, daftar penduduk, surat bertulis emas dari Bali, dan barang berharga lainnya yang bernilai sekitar 500.000 tahil perak. Ternyata kegagalan Shih Pi menundukkan Jawa harus dibayar mahal olehnya.
Perang meletus tanggal 20 Maret 1293 pagi. Kota Daha digempur tiga kali meskipun sudah dijaga 100.000 orang prajurit. Gabungan pasukan Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dalam Kidung Panji Wijayakrama pupuh VII Segara Winotan berhadapan dengan Ranggalawe di pertahanan bagian Timur. Ranggalawe mengendarai kuda Anda Wesi berhasil melompat kedalam kereta Segara Winotan.
Dalam pertempuran diatas kereta tersebut Ranggalawe berhasil memotong leher Segara Winotan sampai tewas. Di bagian selatan Ken Sora berhasil menangkap kebo Mundarang di lurah Trini Panti. Kebo Mundarang yang sudah tidak berdaya berjanji untuk menyerahkan anak perempuannya kepada Ken Sora namun Ken Sora tidak sudi mendengarnya.
Dalam peperangan ini dikatakan bahwa pasukan Mongol menggunakan meriam yang pada zaman itu masih tergolong langka di dunia. Terjadi tiga kali pertempuran besar antara kedua kekuatan yang berseteru ini di keempat arah kota dan dimenangkan oleh pihak para penyerbu. Pasukan Kadiri terpecah dua, sebagian menuju sungai dan tenggelam di sana karena dihadang oleh orang-orang Mongol, sedang sebagian lagi sebanyak lebih kurang 5.000 dalam keadaan panik akhirnya terbunuh setelah bertempur dengan tentara gabungan Mongol-Majapahit.
Salah seorang anak Jayakatwang yang melarikan diri ke perbukitan di sekitar ibukota dapat ditangkap dan ditawan oleh pasukan Kau Hsing berkekuatan seribu orang. Dengan kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng. Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin mempertahankan lagi di Daha, Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan di benteng pertahan ujung galuh.
Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, Jayakatwang meninggal dunia di dalam penjara Ujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung Wukir Polaman. Setelah Raja Jayakatwang kalah, Raden Wijaya mohon diri kembali ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Kerajaan Kediri telah jatuh, Putri Gayatri kemudian diboyong kembali ke Majapahit.
Agaknya timbul perselisihan antara panglima Cina ini dengan panglima-panglima Tartar. Shih-pi dan Ike Mese, karena kedua orang panglima ini telah mengijinkan Wijaya kembali ke Majapahit. Kau Hsing tidak mempercayai Wijaya, maka ia mengejar dan meninggalkan Kediri dengan divisi dan pasukan pelopor yang di bawah pimpinannya.
Majapahit menghalau Tentara Tartar Sebelum dimulai uraian tentang gerakan-gerakan operasi militer oleh Raden Wijaya terhadap kesatuan-kesatuan Tartar, lebih dahulu kita berusaha mendapatkan gambaran mengenai keadaan yaitu medan di mana kesatuan-kesatuan baik dari Majapahit maupun dari Tartar. Keuntungan Majapahit adalah, bahwa prajurit Majapahit lebih mengenal keadaan medan yang bagi orang Tartar masih sangat asing.
Medan berbukit-bukit dan sebagian besar tersusun oleh tanah keras atau bongkah-bongkah karang. Di sebelah timur sungai diperkirakan keadaan tanahnya masih lunak, bahkan banyak yang merupakan rawa-rawa dan di dekat desa di sana-sini berupa tanah persawahan. Kalau ada jalan tentu jalan-jalan ini tidak dikeraskan dengan diberi dasar batu. Baik di barat maupun di timur sungai masih terdapat banyak hutan-hutan lebat. Betapa sukarnya daerah ini dilalui, apa lagi oleh suatu kesatuan militer yang besar, dapat kita perkirakan dari waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak antara Pacekan sampai Kediri.
Dalam kronik Cina laporan Shih-pi menyebut, ia harus bertempur sepanjang kurang-lebih 300 li dari Kediri sampai ke kapal-kapalnya. Memang jarak antara Surabaya dan Kediri adalah kira-kira 130 kilometer lewat jalan berbelok-belok, kalau ditarik garis lempang dari Surabaya sampai Kediri kira-kira jarak itu adalah kurang-lebih 100 kilometer.
Jarak Majapahit-Kediri yang kira-kira tujuhpuluh kilometer itu oleh kesatuan Tartar ditempuh dalam waktu 4 hari (tanggal 15 sampai 19) berjalan. Jadi tiap harinya hanya dapat menyelesaikan jarak kira-kira 17 kilometer. Kalau sehari selama 2 hari masih terang mereka dapat berjalan kira-kira 9 jam, maka tiap jam kiranya dapat diselesaikan 2 km.
Maka dari sini kita dapat membuat perkiraan, betapa beratnya keadaan medan pada waktu itu. Kronik Cina menyebut, Wijaya pada hari ke dua bulan ke empat diizinkan kembali ke Majapahit dengan pasukannya disertai oleh dua orang perwira Tartar dan 200 orang prajurit untuk menyiapkan persembahan bagi kaisar Tartar, jadi 13 hari setelah Kediri menyerah.
Tanggal 9 Mei ia berangkat, sampai di Majapahit tanggal 13 Mei. Dengan diam-diam Wijaya menyiapkan pasukan dan rakyatnya. Dalam Kronik cina disebutkan bahwa Kau Hsing yang sejak tanggal dikalahkannya Kediri mengejar seorang pangeran yang lari ke pegunungan sekembalinya ke Kediri baru mengetahui, bahwa Wijaya telah berangkat dengan ijin Shih-pi dan Ike Mese. Tindakan rekan-rekannya ini tidak disetujui oleh Kau Hsing, agaknya timbullah perselisihan antara para pembesar ini. Diperkirakan Kau Hsing berada di pegunungan selama dua minggu lebih, kita buat 16 hari. Maka ia diperkirakan kembali pada tanggal 14 Mei.
Setelah mengumpulkan divisinya ia segera mengejar Wijaya yang telah sempat menyiapkan pasukan di tempat-tempat pengadangan. Didalam Istana Majapahit sekarang timbul kesulitan yang harus dihadapi Majapahit terhadap pasukan Tartar. Dalam Kidung Wijayakrama dikisahkan bagaimana sikap yang harus diambil jika tentara Tartar menagih janji 2 orang putri Tumapel sebagai hadiah kepada Kaisar Tartar.
Ketika Arya Wiaraja menanyakan hal tersebut semuanya terdiam, tidak berani menjawab. Ken Sora mengemukakan pendapat bahwa tidak baik memungkiri janji yang telah disepakati. Kemudian Ranggalawe bersuara lantang sesuai dengan wataknya “ Jangan takut sang prabu, itu hanyalah soal kecil. Jika kita harus melawan kami bersedia mati sebagai pahlawan.
Jika paduka takut berperang tidaklah masih layak hidup di dunia. Ucapan Ranggalawe yang lantang tersebut membangkitkan semangat dan tekat semua yang hadir, semua setuju dan bersedia mati untuk sang Raja. Akhirnya utusan Tartar telah datang dengan 200 orang pengiring lengkap dengan senjata dan menyerahkan surat untuk menagih janji. Setelah surat dibaca Ken Sora memberitahukan bahwa orang Majapahit tidak akan mengingkari janji yang telah disepakati tersebut.
Namun demikian putri Singhasari tersebut sangat miris kalau melihat senjata karenanya putri bisa pingsan. Oleh karena itu simpanlah baik baik senjata kalian dalam bilik yang terkunci dan beritahukan kepada pasukan pengawal yang akan menjemput tuan Putri untuk tidak membawa senjata. Utusan kemudian kembali membawa pesan Ken Sora kepada kepala Pasukan. 300 orang Tartar kemudian datang menjemput tuan Putri, para pengawal dibawa masuk ke balai panjang untuk di jamu, para wanitanya dibawa oleh Arya Wiraraja kedalam istana.
Ketika mereka sedang berpesta dengan serta merta pasukan Majapahit menyerang mereka. Banyak diantara mereka yang terbunuh, yang selamat kemudian ditawan. Pada tanggal 19 April 1293 Raden Wijaya kemudian menyerang tentara Mongol yang sedang berpesta di Daha dan Canggu. Penyerangan tersebut dari arah utara dan selatan. Kota Kediri telah dikepung, sambil menangkis serangan dari arah selatan mereka bergerak menuju arah utara mendekati pantai tempat armadanya. Namun dari arah utarapun diserang juga sehingga tentara Tartar yang terdesak kemudian berbelok kearah barat .
Pasukan Tartar yang masih tersisa tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan bertindak demikian Ike Mese memutuskan mundur setelah kehilangan 3.000 orang tentaranya. Betapa hebatnya serangan Wijaya ini dapat kita perkirakan dari laporan lain yang menyebutkan, bahwa Shih-pi sampai terputus dari pasukan yang lain. Ini berarti bahwa daerah sepanjang jalan antara Kediri dan Ujunggaluh benar-benar dikuasai oleh pasukan dan rakyat Desa Majapahit. Shih-pi yang meninggalkan Kediri beberapa hari kemudian dan terputus dari pasukan yang lain terpaksa harus dengan bertempur membuka jalan menuju Pacekan dan Ujunggaluh yang dicapainya dengan susah-payah.
Untuk mencapai kapal-kapalnya di muara sungai ia harus bertempur sepanjang jalan kira-kira 300 li, kira-kira 100 km. Ia kehilangan lebih dari 3000 orang tewas dalam pertempuran ini. Ini dapat dibayangkan, bagaimana jalan pertempuran dan mengapa Shih-pi terpaksa harus menelan kekalahan. Kalau Kau Hsing yang memimpin divisi infanteri dengan pasukan perintisnya yang terlatih dapat mematahkan serangan Wijaya, maka pasukan berkuda Tartar yang berada dalam devisi Shih-pi merupakan makanan empuk bagi pasukan panah Majapahit, belum lagi kalau kuda-kuda ini dipancing masuk rawa-rawa maka orang-orang di atas kuda ini merupakan sasaran yang baik bagi anak panah Majapahit.
Tiga ribu orang yang tewas ini kira-kira sabagian besar adalah dari kavaleri. Shih-pi rupa-rupanya dengan tergesa-gesa masuk kapal, karena ia dikejar oleh pasukan Wijaya sampai dekat Pacekan, di Tegal Bobot Sari. Dari sini ia berlayar selama 68 hari kembali ke Cina dan mendarat di Chuan-chou. Kekekalahan bala tentara Mongol oleh orang-orang Jawa hingga kini tetap dikenang dalam sejarah Cina. Sebelumnya mereka nyaris tidak pernah kalah di dalam peperangan melawan bangsa mana pun di dunia.
Selain di Jawa, pasukan Kublai Khan juga pernah hancur saat akan menyerbu daratan Jepang. Akan tetapi kehancuran ini bukan disebabkan oleh kekuatan militer bangsa Jepang melainkan oleh terpaan badai sangat kencang yang memporakporandakan armada kapal kerajaan dan membunuh hampir seluruh prajurit di atasnya. Expedisi Tartar meninggalkan Pulau Jawa.
Setelah para panglima kembali berkumpul di Ujunggaluh, maka dalam perundingan diputuskan untuk kembali saja, karena tugas menghukum raja Jawa telah selesai, dan tidak ada gunanya untuk meneruskan pertempuran, karena mereka tak mengenal keadaan medan, mereka dapat terrpancing masuk rawa-rawa, di mana mereka tak bisa bergerak dan dengan mudah diserang oleh orang-orang Majapahit. Kiranya selain itu mereka juga memperhitungkan keadaan angin yang pada akhir bulan Mei biasanya sudah mulai meniup ke Barat (angin timur) dengan tetap.
Selama kira-kira tiga bulan. Untuk bisa cepat sampai di Cina mereka harus segera berangkat, kalau mereka tidak ingin menjumpai rintangan berupa taifun atau angin yang tidak menentu. Maka mereka dapat sampai di Chuang Chou setelah 68 hari meninggalkan Jawa. Juga kemungkinan kejangkitan wabah mereka perhitungkan. Kalau mereka lebih lama berada di rawa-rawa di muara sungai ini, dikuatirkan akan bertambahnya korban disebabkan oleh malaria dan penyakit lain.
Maka diputuskan lebih baik kembali daripada menderita lebih banyak kerugian, untuk menghindari kegagalan total, karena tidak mengenal medan, penyakit dan kehancuran oleh tifun di laut. Menjelang akhir bulan Maret, yaitu di hari ke-24, seluruh pasukan Mongol kembali ke negara asalnya dengan membawa tawanan para bangsawan Singhasari ke Cina beserta ribuan hadiah bagi kaisar.
Sebelum berangkat mereka menghukum mati Jayakatwang dan anaknya sebagai ungkapan rasa kesal atas ‘pemberontakan’ Raden Wijaya. Kitab Pararaton memberikan keterangan yang kontradiktif, disebutkan bahwa Jayakatwang bukan mati dibunuh orang-orang Mongol melainkan oleh Raden Wijaya sendiri, tidak lama setelah ibukota kerajaan Kadiri berhasil dihancurkan.
Demikianlah tentara tartar tidak sempat mengatur siasat dan kehilangan begitu banyak tentaranya akhirnya meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293, dengan membawa pulang lebih dari 100 orang tawanan, peta, daftar penduduk, surat bertulis emas dari Bali, dan barang berharga lainnya yang bernilai sekitar 500.000 tahil perak. Ternyata kegagalan Shih Pi menundukkan Jawa harus dibayar mahal olehnya.
Ia menerima 17 kali cambukan atas perintah Kublai Khan, seluruh harta bendanya dirampas oleh kerajaan sebagai kompensasi atas peristiwa yang meredupkan kebesaran nama bangsa Mongol tersebut. Ia dipersalahkan atas tewasnya 3.000 lebih prajurit dalam ekspedisi menghukum Jawa tersebut. Selain itu, peristiwa ini mencoreng wajah Kublai Khan karena untuk kedua kalinya dipermalukan orang-orang Jawa setelah raja Kartanegara melukai wajah Meng Chi.
Namun sebagai raja yang tahu menghargai kesatriaan, tiga tahun kemudian nama baik Shih Pi direhabilitasi dan harta bendanya dikembalikan. Ia diberi hadiah jabatan tinggi dalam hirarkhi kerajaan Dinasti Yuan yang dinikmatinya sampai meninggal dalam usia 86 tahun.
Namun sebagai raja yang tahu menghargai kesatriaan, tiga tahun kemudian nama baik Shih Pi direhabilitasi dan harta bendanya dikembalikan. Ia diberi hadiah jabatan tinggi dalam hirarkhi kerajaan Dinasti Yuan yang dinikmatinya sampai meninggal dalam usia 86 tahun.
Tentara Tar-Tar |
Tentara Tartar meninggalkan jawa setelah diserang oleh tentara Majapahit Setelah kekalahan tentara mongol di Jawa karena siasat Raden Wijaya, Kubilai Khan tidak mengirimkan pasukan lagi ke AsiaTenggara. Hal tersebut dikarenakan dinasti Yuan sedang konsentrasi di dalam Negeri termasuk membangun ibukota khanbalik. pembangunan ibukota Khan balik ini yang membuat Mongol menjadi berunbah ada yang mengatakan menjadi lemah karena asalnya Mongol adalah suku pengembara. Pada tahun 1297 Raden Wijaya mengirim utusan ke Beijing untuk berdamai. Kublai Khan senang dan tidak lagi menuntut raja Jawa datang ke Beijing. Akhirnya cita-cita Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada Jayakatwang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan tentara Tartar. Raden Wijaya kemudian memproklamirkan berdirinya sebuah kerajaan baru yang dinamakan Majapahit.
RAJA RAJA MAJAPAHIT
Raden Wijaya adalah pendiri keraja an Majapahit tahun 1293 setelah berhasil mengalahkan Prabu Jayakatwang dari Kerajaan Kadiri dan berhasil memukul mundur pasukan Mongol dari tanah Jawa.
Untuk menggambarkan bagaimana pemerintahan Majapahit pada jaman pemerintahan Raden Wijaya dan Raja Raja selanjutnya berikut akan diutarakan terlebih dahulu Nama Raja – Raja yang memerintah dari tahun berdirinya Majapahit sampai berakhirnya kerajaan tersebut yang ditandai dengan tahun Candrasengkala yaitu Senja Ilang Kertaning Bumi.
RAJA RAJA MAJAPAHIT
Raden Wijaya adalah pendiri keraja
Untuk menggambarkan bagaimana pemerintahan Majapahit pada jaman pemerintahan Raden Wijaya dan Raja Raja selanjutnya berikut akan diutarakan terlebih dahulu Nama Raja – Raja yang memerintah dari tahun berdirinya Majapahit sampai berakhirnya kerajaan tersebut yang ditandai dengan tahun Candrasengkala yaitu Senja Ilang Kertaning Bumi.
1. Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)
2. Kalagamet, bergelar Sri Jayanegara (1309 - 1328)
3.Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
4. Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
5. Wikramawardhana (1389 - 1429)
6. Suhita (1429 - 1447)
7. Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)
8. Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
9. Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
10. Pandanalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)
11.Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
12. Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)
13.Hudhara, bergelar Brawijaya VII (1498-1518)
Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga.
Langganan:
Postingan (Atom)