Dari batu yang
pecah itu keluar dua orang. Mereka itu membawa kedua anak tersebut kepada raja,
yang mengenali pendatang baru itu sebagai penjelmaan kembali Jati-pitutur dan
Pitutur-jati. Raja member mereka nama Jurudeh (juga disebut Dojok atau
Sadulumur) dan Prasanta. Kini raja menyuruh buatkan Panji sebuah tempat tinggal
di Utara pasar besar. Tempat kediamannya ini disebut Kasatriyan. Setelah itu
raja mendapat anak lagi, mula-mula seorang putra bernama Panji-anom,
Lempung-karas atau Carang-waspa. Kemudian seorang puteri bernama Dewi
Kanistren, tapi anak ini pada hari ketujuh setelah lahirnya, diberikan kepada
patih Kudana-warsa. Yang bungsupun seorang perempuan, disebut Ragil-kuning atau
Onengan. Dari saudaranya pria yang banyak, yang tinggal pada Panji hanya Punta,
Kertala, Lempung-karas dan Onengan beserta dua orang pria yang keluar dari
batu.
Panji mnegrjakan
pertanian. Apabila masa panen disuruhnya panggil semua perempuan Jenggala Manik
untuk itu. Semua perempuan dari seluruh kerajaan, tua dan muda, berdatangan
untuk mencabut padi, bahkan juga nyonya-nyonya Gambir(an), Gang Pinggir dan
Gang Tengah. (Ketiganya nama-nama kampung dari Betawi), dating. Musik gamelan
dan lain-lain, permainan hiburan meramaikan pesta panen ini.
Janda yang dulu
miskin tapi saat ini sudah menjadi kaya itu, menyuruh kedua anak angkatnya ikut
memotong padi, karena ia takut pangeran akan marang bila mereka tidak serta.
Tapi anak-anak itu menolah, katanya tidak biasa memotong padi, lagipula janda
itu banyak padinya didalam lumbung. Karena keingkarannya anak-anak itu diusir
dan merekapun pergi. Tapi baru saja mereka berangkat, semua harta milik janda
itupun lenyap. Sri dan Unon kini berjalan ke timur, ke jurusan persawahan
Panji. Setelah sampai di sawah, kedua anak gadis itu kaget karena bertemu
dengan babi Kamandalu (dalam Manikmaja :
Kala Gumarang dan dalam cerita Sri-sedana : Celeng Damalung). Atas pertanyaan
mereka apa mau binatang itu, mereka mendapat jawaban : aku hendak membinasakan
sawah Panji. Sri melarang binatang itu melakukan pekerjaan itu, tapi binatang
itu tetap berkeras. Akhirnya binatag itu dibunuh oleh Sri dengan Sadak (Daun
Sirih yang digulung dengan kapur didalamnya). Darahnya memancar kemana-mana dan
itulah asal segala penyakit padi.
Waktu berjalan di
pematang sawah, Sri terinjak duri. Ia marah. Ia duduk diatas keranjangnya yang
terbalik dan dicobanya mengorek duri itu keluar dari kakinya.
Tiba-tiba sawah
Panji berobah dari hutan, binatang liar berlarian kian kemari. Mereka
berlari-lari kemana-mana dengan tidak memperdulikan pakaian dan perhiasannya.
Senanglah hati penjahat-penjahat Cakrajaya Ang, yang keluar untuk menggarong.
Panji bertanya
pada Prasanta, apa sebab kekacauan itu. Prasanta tidak dapat menjawab. Lalu
diadakan penyelidikan dan Panji menemukan kedua gadis itu, yang seorang sedang
menarik duri dari kakinya. Panji menolong menariknya, dan setelah duri itu
keluar, gadis itu membalikkan keranjangnya lagi dan hutan itu berubah kembali
lagi menjadi sawah seperti dulu. Panji berniat mengambil gadis itu sebagai
istri. Prasanta disuruhnya pulang lebih dulu ke keraton, untuk mengatakan
kepada raja. Bahwa Panji akan kembali dengan bakal istrinya.
----Tamat----
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi
kebudayaan
Tidak lama
kemudian ia pun pulang ke perkampungannya, Singasari sambil membawa isterinya
Puteri Pregi Wangsa. Dia sendiri bernama Parta Kusuma. Saat ini Jati-pitutur
dengan jalan sihir menciptakan empat orang patih : Kudana Warsa menjadi patih
Jenggala Manik, Jayabadra patih di Kadiri, Jaya Singa patih Urawan dan Jaya
Kacemba patih Singasari.
Kili-suci tetap
tidak kawin. Tempat kediamannya yaitu di hutan Kapucangan. Keempat raja
mengingini pendewati itu supaya tinggal bersma mereka. Jati-pitutur dengan
jalan sihir menciptakannya pula menjadi empat dan kini tiap raja mendapatkannya
untuk tinggal bersamanya.
Saat ini semua
sudah beres, Jati-pitutur dan Pitutur-jati pamitan dengan raja Jenggala Manik.
Mereka meramalkan kepada raja, bahwa kanjeng sinuhun akan mendapatkan seorang
putera yang berani dan cakap, puteranya itu akan dijaga oleh orang-orang yang
keluar dari batu.setelah berkata demikian Jati-pitur dan saudaranya menghilang
untuk kembali ke tempat dewa-dewa.
Raja Jenggala
Manik sakit raja Singa, penyakit itu baru akan sembuh kalau kanjeng sinuhun
akan meniduri seorang perempuan Papua. Permaisuri teringat bahwa ia akan
mendapat seorang, yaitu aank seorang raja dari Wandan-kuning dan sebagai
seorang tawanan, ia sudah lama hidup tersia-sia.ia tinggal di dapur dan tidak
mempunyai pakaian, kecuali yang lekat di badannya. Setelah mandi dan
mendapatkan pakaian yang baru, ia pun ditiduri oleh sang raja. Penyakit raja
segera sembuh. Tapi seorang perempuan Papua itu mengandung dan melahirkan
seorang anak pria yang disebut Brajadenta juga Panji Tohpati atau Prakosa. Jadi
ia kini adalah putera raja yang tertua. Setelah itu sang raja masih banyak lagi
mendapatkan anak dari selirnya, tapi tidak seorang pun anak perempuan. Tapi ia
jatuh sakit lagi, sekali ini penyakitnya itu hanya akan sembuh dengan meniduri
seorang perempuan Bali, perempuan itupun mengandung pula. Karena marahnya raja
memerintahkan supaya budak itu ditanam hidup-hidup, ia tidak sampai hati menyuruh
bunuh dengan keris. Tapi budak perempuan itu tetap hidup di dalam tanah dan
melahirkan seorang anak pria yang badannya dituksr oleh para dewa dengan bahan
yang kuat.
Sambil membawa
ibunya di telapak tanganya, ia keluar dari dalam tanah dan pergi kepada raja,
ia diterima oleh raja sebagai puteranya dan disebut Raden Pamade. Putera-putera
raja dsebutkan satu persatu.
Saat ini
diceritakan tentang dua onang bersaudara, seorang pria, seorang lagi perempuan.
Keduanya dikasihi oleh para dewa. Yang perempuan bernama dewi Sri dan yang pria
Sedana. Mereka sebenarnya adalah Cri dan Wisnu. Mereka mengembara di dalam
hutan, tidak tahu akan pergi kemana. Yang pria jatuh cinta kepada saudaranya.
Saudaranya pun berjanji pula seperti itu. Tapi karena mereka bersaudara, yang perempuan menolak
dengan tegas keinginan saudaranya pria dan berjanji baru akan menuruti
kemauannya, kalau mereka keduanya sudah dilahirkan kembali untuk kedua kalinya.
Yang pria menerima syarat itu dengan senang hati dan menikam dirinya. Mayatnya
jatuh cerai berai dalam jurang. Dewi Sri tinggal seorang diri dan ia menangis.
Air matanya berobah menjadi seorang perempuan yang jelita, yang beriidri di
depannya. Perempuan itu diambil saudara oleh Sri dan diberi nama Unon. Atas
permintaan Sri, ia dikemudian hari harus menjelma sebagai Puteri Urawan. Kini
keduanya tinggal pada seorang janda miskin bernama Sambega. Sejak kedatangan
Sri dan Unon di kediamannya, janda itu menjadi amat kaya.
Kemudian
diceritakan tentang Puteri Keling (Isteri pertama Raja Jenggala Manik). Hingga
kini ia tidak mempunyai anak, karena itu ia amat berduka cita. Raja
menghiburnya, dan tidak lama kemudian mulai Nampak tanda-tanda ia mengandung.
Sedana masuk
dalam dirinya. Ia melahirkan seorang putera, yang disebut Panji (Raden Putra,
Gagak-pranala, Kudarawisperga) atau Marabangun.
Di sebelah barat
Alun-alun ada sebuah batu rata yang besar yang amat keramat tapi juga amat
berbahaya. Barangsiapa menyentuhnya mati. Panji mempunyai seorang ibu susu
bernama Madu-keliku, tapi ia tidakmau menyusu padanya. Untuk makannya ia hanya
menghisap ibu jarinya, karena marahnya, Madu-keliku tatkala tidak ada orang
lain, melemparkan anak itu keatas batu tersebut, batu itu terbelah dua, sedang
anak itu tidak apa-apa.
Seorang raja pertapa bernama Resi Gadahu (Resi Gataju), mempunya lima orang anak, yang sulung adalah seorang puteri : Kili-Suci, yang kedua : Dewa Kusuma alias Lembu Miluhur, yang ketiga : Lembu Amijaja, yang keempat : Lembu-Mengarang, dan yang bungsu seorang Puteri pula : Pregi Wangsa. Setelah ibundanya meninggal dunia, anak-anak itu oleh ayahnya, raja yang pertapa, dibawa ke suatu pertapaan bernama Arga-Jambangan dan dibesarkan disana. Diceritakan tentang dua orang bersaudara, Jati-pitutur dan Pitutur-Jati. Keduanya dikasihi oleh para dewa. Mereka mencari pekerjaan. Yang bungsu mengusulkan supaya mereka bekerja pada raja Pertapa di Arga-Jambangan. Di tengah jalan, sihir mengeluarkan sebuah tunggul wulung (Panji-Panji Biru) dan melemparkannya ke tanah seberang. Laksana kilat, panji-panji itu terbang ke angkasa dan jatuh ke dalam kota (atau kerajaan) Keling (di Hindia depan). Kedua bersaudara itu lalu meneruskan perjalanan ke Arga-Jambangan, dimana mereka diterima sebagai pengasuh anak-anak.
Sejak jatuhnya panji-panji besar di kota Keling, mengamuk wabah yang hebat di negeri itu. Sang raja kehilangan akal dan mengadakan sayembara, barang siapa yang dapat melenyapkan panji besar itu, akan diangkat menjadi pengganti raja dan selain itu ia akan dikawinkan dengan puteri raja satu-satunya, yang elok parasnya. Banyak raja-raja ke Keling, diantaranya raja Dayak, Tulang Bawang, Inggris, Spanyol untuk mencabut panji-panji itu dari dalam tanah, tapi ternyata tidak seorangpun juga dapat melakukannya.
Atas usul kedua wulu-jumbu Jati-pitutur dan Pitutur-jati, Dewakusuma beserta saudaranya pria dan perempuan, pergi ke Keling untuk turut serta dalam sayembara. Setibanya di Keling, Dewakusuma berhasil menlenyapkan panji ajaib itu dan hasilnya ialah, wabah itu hilang tiba-tiba segera Dewakusuma diangkat menjadi pengganti raja dan perkawinan dengan sang putri dilangsungkan hari itu juga. Selanjutnya pangeran itu mendapat tempat kediaman istana di utara pasar (besar).
Setelah beberapa lama, kedua pengasuh mengusulkan kepada Pangeranuntuk pulang ke Jawa, karena dipulau itu belum ada raja besar. Setelah pamitan dengan raja, Dewakusuma beserta anak buah berlayar ke Jawa dengan kapal. Di tengah laut nampak cahaya yang gemilang, Pangeran ingin mengetahui apakah artinya itu. Kapal ditujukan kepada cahaya itu, dan setelah sampai pada suatu pulau, mereka mendapat sebuah batu yang rata dan besar, dari situlah keluar cahaya itu. Setelah batu itu dibelah dua, keluarlah seekor katak (dingdang), yang mengatakan bahwa ia sedang bertapa, karena ingin menjadi raja Jawa. Jati-pitutur mengata-ngatai binatang itu katanya ia gila dan dimintanya pangeran merobek mulut binatang yang kurang ajar itu. Pangeran melakukan permintaannya itu, tapi binatang itu menghilang tanpa jejak, sambil berkata bahwa ia dikemudian hari (di Jawa) akan membalas dendam kepada pangeran. Karena itu pangeran menyesal, tapi meneruskan perjalanan dengan anak buahnya. Setelah tiba di pantai Jawa, mereka sampai di dekat hutan Kuripan. Hutan itu dianggap mereka baik untuk mendirikan sebuah keraton, yang disebut Kuripan.
Juga bagi kedua bersaudara dicarikan tempat yang lebih baik Lembu-amijaya mendapat hutan Mamenang ke Selatan, orang sampai di hutan Urawan, dimana didirikan sebuah keraton untuk Lembu –mangarang.
Seorang satria lain dari timur, sudah mendirikan sebuah perkampungan di Singasari. Dalam mimpi dikatakan kepadanya, bahwa ia apabila hendak menjadi raja harus kawin dengan adik bungsu raja Kuripan. Peringatan itu diturutinya dan iapun pergi ke Kuripan, dimana ia diterima dengan baik dan mendapa pula puteri yang diinginkannya itu sebagai isteri.
Dalam keraton kadiri, Panji bersenang-senang dengan istrinya, yang tak dapat dipisah-pisahkan daripadanya. Sementara itu ayahnya Raja Jenggala Manik, tiba di desa Barabang-Sela (Bawang Batu). Ia meneruskan perjalanan dan kakaknya dari Singasari beserta pengiring turut serta. Dalam pada itu raja Gegelang (Bauwarna) pun datang.
Tidak jauh di luar kota raja Kadiri menyongsong para tamu. Mereka meneruskan perjalanan ke keraton.Di tempat kediaman Panji Manguneng-sih dengan Gunung-sari dan Carang-smara dengan Tamiajeng (semuanya nama-nama terkenal, yang disini tiba-tiba saja disebut tanpa jelas hubungannya). Akhir cerita ialah, Panji Diangkat jadi raja dan ayahnya menjalani hari-hari yang terakhir sebagai raja bagawan.
Serat selanjutnya : Jaya Kusuma
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan
Sekonyong-konyong Brajadenta datang kepada pamannya. Dengan suara kasar ia berkata, “aku datang menuntut anak paman untuk kakakku. Inu Kertapati sudah ada di sini. Bukankah dulu sudah dijanjikan, bahwa ia akan dikawinkan dengan kakakku?” Ratu permaisuri memajukan keberatam, sebab panji sudah kawin, sebelum ia kawin dengan Sekar-taji (disini kemudian barulah muncul nama Putri Daha). Brajadenta pergi dengan marah, sambil berkata bahwa Panji pasti akan mendapatkannya juga. Ia pergi kepada Panji, dicritakan soalnya.
Panji menyalahkan Brajadenta, karena bertindak demikian kasar. Tapi Raden Banjar-Patomman (Brajanat-Prabangsa) berjanji, akan meminta sang putri untuk Panji, jika perlu dengan kekerasan. Panji diajak oleh Wiranatarja mengadu Ayam. Panji banyak mendapat kemenangan.
Sementara itu Brajadenta mengadakan persiapan-persiapan untuk perkawinan Panji. Dibuat hadiah-hadiah untuk sang putri berupa gunungan, boneka besar (jawa:Badawangan) dan wayang-wong. Didalam kota diadakan berbagai pertunjukkan, hingga orang-orang Kadiri terkejut. Patih menyampaikan hal ini kepada raja. Segera Brajadenta menemui sang raja, yang amat terkejut. Untuk penghabisan kalinya ia minta ijin kanjeng sinuhun. Ratu permaisuri masih juga memajukan keberatan. Brajadenta menyusup kedalam tamansari kepuntren dan dipaksakan sang putri berpakaian. Sang putri menolak, karena malu kepada orang lain. Lalu Brajadenta mengangkatnya dan membawa keluar. Diikuti oleh Kadiri, ia menantang setiap orang melakukan serangan terhadapnya . setelah sampai dikediaman Panji , diserahkannya sang putri kepada Panji. Wiranatarja yang masih berada dikediaman Panji tak dapat berkata apa-apa karena kagetnya. Panji memberikan kerisnya kepada kekasihnya supaya diberikankepada kakaknya, untukmenikamnya kalau dia mau.
Dalam pada itu, kediaman Panji dikepung oleh orang Kadiri. Tapi Wiranatarja merintahkan mereka supaya bubar. Brajandenta segera mengirim seorang pesuruh ke Jenggala Manik untuk mengatakan, bahwaPanji dalam keadaan bahaya akan dibunuh oleh orang Kadiri. Raja Jenggala Manik berangkat dengan diiringi orang banyak ke Kadiri. Raja Singasari pun diminta turut serta menyerang Kadiri.
Siang malam mereka meneruskan perjalanana ke Kadiri.tatkala mereka berhenti di Gondang, dating seorang pesuruh dari Kadiri dengan kabar gembira, bahwa perkawinan Panji dengan Sang Puteri akan segera dilangsungkan. Perjalanan ke Kadiri kini diteruskan dengan gembira.
Panji mengembara bersama garwa-paminggir-nya (selirnya). Diikuti oleh para Kadejan. Sebabnya mengembara ialah karena putri mamenang tatkala masih kecil hilang dari keraton. Panji bersama pengiringnya kini bekerja pada Raja Urawan, dengan memakai nama lain.
Selama pengembaraannya ia selalu menang dalam pertempuran, lagi pula ia amat pandai dalam seni percintaan. Karena itu ia amat disayangi oleh raja, tempat ia mengabdi saat ini.
Kini Panji sudah dua bulan di Wengker, pada orangtua kekasihnya yang remaja, bernama Anawang-Resmi, yang ayahnya adalah demung di Wengker (menurut perkiraan letaknya di dekat Urawan). Padasuatu hari ia pergi bertaruh di gelanggang suatu adu ayam. Sekembalinya dirumah, jumlah uang yang dimenangkan diberikan kepada istrinya, yang menyuruh terima uang itu oleh pelayan-pelayannya. Panji dan kekasihnya pergi bersantap, kemudian masuk ke tempat tidur. Adegan kamar. Tapi selama berkasih-kasihan Nawang-resmi merasa hatinya tidak tenteram, karena ia sudah mendapat seorang saingan. Yaitu, Panji yang sudah kawin dengan putri Raja Urawan, yang jelita sebagai hadiah, sebagai hadiah kepahlawanannya, perkawinan mereka dirayakan dengan gemilang. Lagipula ia bersama istrinya yang baru Panji mendapat tempat dalam keraton, yang dihiasi demikian indah, hingga seolah-oleh merupakan tempat kediaman Kama, dewa cinta. Tapi sekalipun demikian, ia senantiasa teringat kepada Nawang-resmi, dengan siapa ia sudah banyak mengalami kesukaran hidup.
Panji pergi berjalan-jalan dalam taman-kejadian ini dianggap dalam keraton-keraton untuk memetik bunga- malam hari ia dating kepada istrinya yang baru. Tatkala ia melihatnya, ia makin teringat kepada Nawang-resmi, tapi perasaannya disembunyikan supaya jangan kelihatan. Ketika itu hadir pula para sentana dalem. Kepada seorang bujang bernama Sanguwujung, Panji menyuruh ambilkan gerong, ditabuhlah bunyi-bunyian dan orang menembang. Mesa-talit mengatakan sesuatu tentang lagu yang dimainkan, sambil menyindir orang yang tinggal di Wengker dalam keadaan yang menyedihkan. Pun Sangu-wujung mengatakan sesuatu, yang mengiris hati Panji. Setelah larut malam. Panji masuk tempat tidur bersama istrinya. Adegan dalam kamar. Esok paginya minta izin pergi ke Gegelang adu ayam. Ia baru akan kembali dua hari lagi. Sang putri dengan sangat meminta kepada Panji, supaya Nawang-resmi dibawa ke keraton Urawan. Sebab ia merasa seolah-olah satu dengannya. Panji keluar dan mendapatinya kadegan-kadegan : kebo-pater, Mesa-tatit, dan Kebo-gerah sudah bersiap. Kemudian ia berangkat, menaiki seeekor gajah dan diiringi oleh raja-rajanya. Dalam perjalanan Tatit bercerita, berdasarkan berita-berita Sangu-wujung yang pergi ke Wengker. Beberapa hal mengenai Nawang-resmi yang keadaanya menyedihkan. Panji perih hatinya.
Nawang-resmi menghibur dengan berjalan-jalan dalam taman, diiringi oleh pelajaran-pelajarannya, bernama Turun-sih dan Tiksnarsa. Taman digambarkan – singkat dan menarik – Nawang-resmi bersedih hati duduk diatas batu. Turun-sih mencoba menghiburnya, bahkan mengatakan, bahwa ia bisa mendapatkan seseorang yang lebih dari Panji dalam segala hal, untuk tuannya. Bukanlah Panji hanya menyedihkan hatinya? Memang Nawang-resmi amat sedih hatinya ditinggalkan oleh Panji. Namun karena kesedihannya, ia bertambah cantik kelihatannya.
Panji yang diberitahu, bahwa kekasihnya di dalam taman, turun dari gajahnya dan segera pergi kepadanya. Orang-orang berjaga-jaga dengan mengelilingi taman. Panji mendatangi kekasihnya, member salam, dan menghiburnya dengan kata-kata yang manis. Nawang-resmi tidak mau dihiburdan selalu menjauh bila didekati. Dengan air mata berlinang dengan jelas ditunjukkannya kebenciannya kepada Panji, terutama karena badannya masih membawa bau yang asing kepadanya. Panji mohon aampun. Diambilnya beberapa Kalpika dari jarinya dan dipakaikannya pada jari-jari Nawang-resmi, tapi ia tetap marah. Panji kehilangan akal. Setelah hari petang suruhnya Nawang-resmi pulang, tapi ia terus menolak. Tiksna-arsa membujuknya supaya mengikuti panji pulang ke rumah, tapi Turun-sih berkata sambil merajuk “Jangan sekali-kali pulang kerumah, bermalam saja disini”, apa perempuan seperti itu?! Ya, dulu (dia istri tuan satu-satunya), tapi saat ini ia tidak lebih dari barang pengganti”.
Panji, “Aduhai, perempuan itu sudah marah pula”.
Turun-sih menjawab dengan kasar, “Dengan pria seperti itu, aku tidak mau, aku tidak akan pernah mau kawin”. Dalam pada itu, Panji-sepanjang yang pantas baginya- berlucu-lucu. Kemudian merekapun pulang kerumah. Seteiap kali Panji berusaha berjalan berpegangan tangan, Nawang-resmi menarik kembali tangannya dengan keras, air matanya terus mengalir membasahi pipinya, ia berjalan ogah-ogahan pulang kerumah. Hari senja digambarkan taman waktu matahari terbenam (singkat dan amat menarik). Sampai dirumah, demung menjanjikan sekedar makanan. Malam hari merektidur. Di dalam kamar, Panji terus juga menghibur Nawangresmi, tapi semua itu sia-sia. Panji glisah di tempat tidurnya, tapi ia tidak berhasil. Esok paginya Panji berkata, bahwa Nawang-resmi terkejut. Perpisahan sedih Nawang-resmi dengan orang tuanya. Nawang-remi ikut suaminya ke keraton, naik gajah. Diambilnya jalan memutar, perjalanan diteruskan melalui pemandangan alam yang indah. Orang yang melihat mereka lewat, berkata, “oh” itulah Panji dengan istrinya yang pertama” (syair 164). Perjalanan berkali-kali dihentikan, mereka istirahat di tempat yang bagus. Pada suatu ketika Nawang-remsi berkata, “Kalau aku mati, barulah orarng tau siapa aku sebenarnya” (syair 183). Panji berada dekat kolam dalam tamansari dis uatu tempat yang keramat bersama kekasihnya yang masih juga menunjukkan kemarahannya kepadanya.
Di luar para pengikutnya Panji diserang oleh para perampok (atau) penduduk menantang para tamu untuk bertempur (pura-pura): mereka bertempur dengan hebat-tidak begitu jelas hubungannya- dan Panjipun turut serta. Kemudian mereka meneruskan perjalanan, tapi perlahan-lahan. Pada tempat yang indah mereka berhenti. Tiap percobaan Panji untuk menghibur istrinya tidak berhasil. Akhirnya mereka sampai di keraton, Nawang-resmi di tempatkan di Jungut,yang tentu saja tidak begitu indah seperti kediaman sang putri, ini menambah besar kesedihan Nawang-resmi.
Kini diceritakan sang puteri, dikediamannya ia sedang mengajari dayang-dayangnya main gamelan. Panji pergi kepadanya, tapi tinggal berdiri sebentar di depan pintu, pikirannya masih tetap pada Nawang-resmi. Setelah masuk ia member salam, kepada isterinya yang muda, sang puteri, mereka berkasih-kasihan, Panji memberitahukan, bahwa Nawang-resmi kini sudah tinggal di Jungut. Di sini ia lebih bersedih hati dari dahulu.
Seorang pesuruh dikirim untuk membawa Nawang-resmi kepada sang puteri. Ia berpura-pura letih, tapi atas desakan pesuruh, ia dengan amat segan pergi juga kepada sang puteri. Sang puteri menyambutnya dengan ramah, tapi nawang-resmi tetap dingin saja.
Penung-wujung dating kepada Panji mengembalikan kalpika-cincin yang katanya baru selesai diperbaikipada seorang tukang mas-sebenarnya kalpika-kalpika itu ialah yang dipakaikan Panji pada jari-jari Nawang-resmi. Panji menerima kalpika-kalpika itu dengan senyum. Permainan gamelan diteruskan. Sang puteri nampaknya girang. Nawang-resmi tambah tidak senang. Waktu hari-hari sudah siang mereka berpisah.
Panji membawa kalpika-kalpika dan pergi ke Nawang-resmi, yang kini berada di taman, Panji terus menghiburnya, kalpika-kalpika itu dipakainya lagi sebagai tanda ia menyerah. Dimintanya supaya kekasihnya jangan lagi bersedih hati. “Dia bukan bersedih karena tuan, tapi dia mengharap segera mendapatkan susur kepada Turun-sih. Malam hari mereka masuk ke tempat tidur. Esok paginya Panji bangun. Nawang-resmi mengetahui ini, tapi ia terus tidur-tiduran. Setelah Panji selesai berdandan, ia keluar dan mendapati kedeyan-sentana dalem sudah berkumpul. Tidak lama kemudian datang seorang pesuruh raja untuk memanggilnya kekeraton. Kedua istrinya harus turut serta. Panji pergi ke Nawang-resmi mengatakan, bahwa ia harus ikut ke keraton Tapi Nawang tetap menolak, katanya sakit kepala. Meskipun berkali-kali didesak, dia tetap menolak.
Dalam pada itu sang putri sudah selesai. Dan Panji berangkat bersamanya ke keraton, dinana Raja sudah menungu diluar, dikelilingi oleh para pengiringnya, antara lain puteranya, Mesakartika. Tatkala ditanyakan, mengapa istrinya Nawang-resmi tidak ikut serta, Panji menjawab bahwa ia minta dimaafkan tak dapat dating karena sakit kepala. Saat ini diedarkan minuman, musik gamelan ditabuh dan orangmenembang berganti-ganti. Larut malam orang pulang kerumah, setelah banyak minum-minum. Akrena terlalu banyak minum, sang puteri segera masuk ke tempat tidur.
Panji terus pergi ke Nawang-resmi, tapi dia tidak mau juga dihibur. Panji keluar dan tidur diluar malam itu. Pagi-pagi datang seorang pesuruh Panji dari Panaraga untuk mempersembahkan sebuah keris (syair 361). Senjata ini adalah taruhan utama, yang dimenangkan oleh Panji dalam perkelahian ayam. Keris itu diterima dan dibawa kedalam. Tatkala Panji tidak ada dan Nawang-resmi tinggal seorang diri, ia menikam diri dengan keris itu. Apabila Panji tiba pada istrinya yang sedang sekarat, ia menangis. Tatkala mendengar, Nawang-resmi bunuh diri, Raja bersama pengiringnya datang kepada panji. Orang masih mengharap dapat menolongnya.tapi ia meninggal tidak lama kemudian. Setelah meninggalnya barulah diketahui, bahwa ia adalah puteri mahkota Kadiri, yang tatkala ia masih kecil ditemukan oleh demung Wengker dan diangkat sebagai anak. Panji memangku mayatnya dan jatuh pingsan. Apabila ia siuman kembali, mayat itu lenyap tak meninggalkan jejak (syair 447). Panji tambah sedih hatinya. Semua orang berduka cita. Kini, memulai pengembaraannya –tapi ia tidak naik kapal- disertai oleh sentana dalem-sentana dalemnya, puteri Urawan tidak dibawanya serta.
Di mamenang ada kabar angin, bahwa puteri sudah kembali. Banyak para pangeran meminangnya, antara lain Pangeran Mataun, Sekar-yene (kembang kuning) dan Madenda. Pangeran-pangeran ini akan mengadakan perkelahian satu lawan satu antara mereka di Mamenang. Dalam pada itu, Panji tiba di tempat mereka akan berkelahi. Ia dilihat oleh putera mahkota Kadiri (Mamenang), yang amat akrab bersahabat dengannya, tatkala mereka berdua mengabdi pada raja Urawan. Tapi putera mahkota itu tdak mengenal kakaknya waktui itu, tapi ia tahu, bahwa Panji ketika itu kawin dengan anak demung di Wengker dan kemudiankawin dengan Putri Urawan. Sambil pergi, Panji menyuruh orang menanyakan, bila perkelahian diadakan. Dapat jawaban, “Masih ditunggu kedatangan Putera Mahkota Kuripan (Panji), dia belum ada”. Disini ia berlaku seperti orang gila.
Tibalah hari perkelahian.panji hendak ikut berkelahi untuk mencari kematian. Raja Mamenang muncul dengan pengiring. Pun sang puteri keluar. Perkelahian akan dimulai dengan pimpinan putera mahkota. Perkelahian seru. Panji sampai di gelanggang diserta selirnya, Ken Turun-sih dan para sentana-dalemnya. Karena caranya berkelahi, Panji sangat menarik perhatian orang banyak. Ia selalu menang. Apabila perkelahian dihentikan, putera mahkota Kadiri, Wiranatarja, mendatangi panji, mereka bertemu, lalu mengingat-ingat pengalaman mereka selama mereka tinggal di Urawan. Kemudian Panji diperkenalkan kepada raja. Di mana orang-orang bicara tentang kebagusan dan keberaniannya. Akhirnya Panji pulang ke pesanggrahannya. Puteri Kadiri pun melihatnya.Dia sudah melihat bahwa suaminya, setelah berpisah dengannya, lebih suka mati danhidup malang. Ia merasa kasihan kepadanya dan teringat pengalaman-pengalamannya dulu di Wengker. Untuk menghibur hati ia minta orang membacakan cerita. Kudasrenggara di tempat kediamannya. Apabila Panji sudah yakin, bahwa isterinya Nawang-resmi sudah hidup kembali dan menjadi puteri Mamenang, diutusnya, selirnya untuk memberikan kalpika-kalpika kepadanya. Turun-sih minta supaya mereka cepat berkumpul kembali. Tapi sang puteri masih ogah juga.
Wiranatarja bersama pangeran Jagaraga berkunjung kepada Panji (syair 747), mereka mengenangkan peristiwa-peristiwa lama.esok paginya perkelahian akan diteruskan, tanpa adegan peralihan, pemandangan dipindahkan ke keraton (Syair757). Dalam perkelahian itu Panji harus mengambil tempat disebelah utara gelanggang, dibantu oleh Wiranatarja, yang menyebut Panji “jaji” (adik). Kemudian mereka bubar, sampai diluar, Panji bertemu dengan saudaranya, Pangeran Kuripan, yang mengatakan kepadanya, bahwa raja Kuripan sangat mengharapkan kedatangannya, tapi Panji belum mau pulang ke rumah (syair 767).
Turun-sih menyampaikan kepada panji hasil perutusannya. Sang puteri menghendaki supaya Panji kembali ke Jenggala Manik dan dari sana sekali lagi memajukan lamaran secara resmi. Panji tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan dia diam saja.
Wiranatarja ingin sekali kakaknya kawin dengan Panji. Ia mengunjungi dan membicarakan hal ini secara samar-samar. Dimintanya kakaknya supaya ikut sekali lagi, untuk menghadiri perkelahian yang akan diadakan kedua kalinya. Puteri berjanji akan pergi. Tapi lebih lucu ia datang ke suatu tempat keramat, dimana Panji sudah datang sebelumnya. Di tempat itu bertemulah panji dengan kekasihnya, tapi hanya dari jauh. Kemudian mereka pergi ke medan perkelahian, dimana orang ramai menabuh musik gamelan. Perkelahian dimulai lagi.
Pangeran Kembang-kuning mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Puspitarsa. Pada saat kakaknya hendak berangkat ia menahannya, karena anak buah kakaknya itu sudah dihalau kacau oleh musuh.ia bermimpi jelek tentangnya. Rasanya kakaknya itu belajar di laut, kemudian terbenam dalam gelombang. Tapi pangeran itu meneruskan kehendaknya. Ia berhadap-hadapan dengan panji. Putri Kadiri melhat hal ini dan ia menjadi gugup, sebab kedua pahlawanitu sama elok, sama berani dan sama cekatan. Karena itu ia menyingkir ke taman (syair 853). Setelah perkelahian yang seru, Pangeran Kembang-kuning tewas ditangan Panji, apabila ia menoleh, dilihat oleh Panji, bahwa kekasihnya tidak ada ditempatnya lagi. Ia bertanya kepada Turun-sih, kemana perginya. Turun-sih menjawab, “ke taman”. Panji pergi diam-diam dan menuju ke taman, dimana ia menemukan kekasihnya. Setelah bercakap-cakap, puteri itu mengemukakan syarat yang sama : Panji harus menyuntingnya dengan resmi. Atas permintaan Bayan, Panji meninggalkan taman. Setelah sesampainya diluar didapatnya, anak buahnya sudah menunggu.
Persahabatan Panji dengan Wiranatarja tambah akrab. Wiranatarja minta supaya Panji dating berkunjungkepadanya. Panji dating. Mereka makan-makan dan minum-minum di kediaman Wiranatarja. Perjamuan itu belum lagi selesai, maka dating seorang pesuruh dari keraton untuk menyampaikan panggilan atas putera mahkota dan Panji. Raja berkenalan lebih rapat dengan Panji. Banyak yang diceritakan Wiranatarja tentang Panji kepada raja, yaitu tatkala mereka bersama-sama di Bauwarna (nama lain dari Urawan). Apabila raja melihat panji, jelas-jelas, ia pun mengenalinya sebagai putera mahkota Kuripan. Tapi ia tak dapat percaya (syair954). Kemudian mereka berpisah.
Setibanya di kediamannya, Panji mendapat kunjungan saudaranya, Wanasari (Brajadenta, tapi disini dia juga bernama Nila-Prabangsa) saudaranya itu menyalahkan Panji, karena tidak mau pulang kerumah, sedangkan disini ia berlaku sebagai orang gila. Selanjutnya Brajadenta akan mengusahakan dan menuntut sang Puteri bagi Panji. Panji menceritakan kepada saudaranya, bahwa sang puteri itu sebenarnya adalah isterinya. “Nah apalagi kalau begitu”, kata Brajadenta. “Besok aku pergi menghadap raja” (syair 989).
Raja duduk bersama permaisurinya. Kanjeng sinuhun bercwrita kepada permaisurinya tentang Panji. Rupanya tak beda denga rupa raja Keling, tapi aku belum yakin”. Ujar raja yang ingin mengambil Panji sebagai menantu. Kemudian muncul Brajadenta di gerbang keraton. Kepada penjaga ia bertanya “mana Pamanku raja?”. Penjaga menjawab, “Kanjeng Sinuhun masih diluar”. Berkata Brajadenta, “Jika demikian aku masuk” (syair 1000).
Serat selanjutnya : Brajadenta
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan
Musuh dari Pulo
Kencana mendekat, dengan tentara yang besar Kelana Mendarat. Orang Jenggala
Manik Kadiri, Singasari dan Gegelang yang berada di Jenggala Manik
untukkeperluan pesta, dikumpulkan, tentara digambarkan.
Pertempuran
dengan tentara Sabrang dimulai. Diantara orang Sabrang di sebut Bugis dan
lain-lain. Dengan pemimpin Daeng Mabelah. Setelah pertempuran yang hebat,
Kelana ditangkap oleh orang Jenggala Manik dan diikat. Bekang Mardeja melihat
kejadian itu, berpakaian sebagai lelaki, ia pergi ke medan peperangan dan
menantang musuh. Panji maju menemuinya. Setelah bertengkar mulut, Panji
menyuruhnya menyerahkan diri dan hendak memperistrinya. Bekang marah. Setelah
berpanah-panahan, setelah itu berkeris-kerisan, ia diangkat oleh Panji ke
keraton. Sang Kelana, yang lebih suka mat dari menyerah, sudah mati terbunuh.
Tentaranya lari kacau balau.
Sebagian orang
sabrang menyerahkan diri. Rampasan perang diambil dari pesanggrahan Kelana dan
dibawa kepada raja. Setelah mendapat kemenangan ini, raja Jenggala Manik
menerangkan dihadapan raja-raja yang lain, bahwa ia hendak menjadi bagawan.
Maksudnya itu disetuji dan Panji diangkat menjadi raja Jenggala Manik, dengan
nama Dewakusuma. Ini terjadi tahun 935 (mancaguna
awiwara). Setelah upacara ini, raja tua berangkat ke Kapucangan, untuk
tinggal bersama saudaranya perempuan, Kili.
Panji masuk
mendiami keraton ayahnya. Bekang Mardeja dijadikan istri kedua Panji dengan
nama Surengrana. Setengah bulan kemudian tamu-tamu para raja pulang kembali ke
keratonnya masing-masing.
Setelah beberapa
lama ternyata, bahwa Candra-kirana sudah hamil lima bulan dan Bekang tiga
bulan. Saat ini Panji mengawini pula putri raja Singasari, namanya
Nawang-wulan. Selanjutnya dilangsungkan perkawinan-perkawinan. Lempung-karas
mendapatkan putri Urawan yang lebih muda, bernama Ratna Kumuda. Ragil-kuning
kawin dengan Gunung-sari, yang diangkat menjadi raja Kadiri, Karena ayahnya
mengundurkan diri sebagai bagawan ke Kili Suci. Mindaka kawing dengan
Singjang-laga, pangeran Urawan. Tapi ia bodoh sekali, tidak karuan kalau
bicara, karena itu ia tidak menjadi raja. Lampung-karas menggantikan mertuanya
sebagai raja Gegelang. Raja-raja tua berkumpul di Kapucangan.
Panji beroleh
putra dari Candra-kirana: Lalejen dan dari Sureng-rana (Bekang): Tendreman.
Serat
selanjutnya : Sri Jayawarsa Digjaya Sastra Prabu
Diketik
ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan