Selasa, 14 Desember 2020. Pada suatu ketika (periode sekitar tahun 2015), saat berkunjung ke salah satu warga di Pakintelan ada sebuah cerita yang mencengangkan, ketika saya memastikan kebenaran tentang info tentang Gunung di Pakintelan yang ada tinggalan kuno ada sebuah Candi.
Sayangnya saat itu tawaran untuk diantar tak bisa saya terima soalnya bersama orang tua dan keluarga. Juga tentang keberadaan informasi Arca Ganesha yang berada di sebuah Vihara di Pakintelan pula . (Tak berapa lama saya menelusuri jejak Arca ganesha tersebut : cek blog Arca Ganesha Pakintelan, Gunungpati).
Obrolan juga tentang Yoni yang sempat diturunkan dari Gunung Bruning (Candi Bruning), awalnya sesepuh dan tokoh desa saat itu berniat Yoni dijadikan tetenger desa dan ditempatkan di area dekat makam (perempatan Pakintelan), namun setelah berganti generasi... ketika pembangunan talud jalan, (para tokoh dan sesepuh sudah berganti) dan tega sekali Yoni itu dibuat Talud. (entah benar kurang lebihnya saya mohon maaf, tapi sudah terjadi, ibarat bubur tak kan bisa menjadi nasi).
Beberapakali merencanakan penelusuran ke Candi Bruning, namun entah kenapa selalu gagal, Yang pertama saya di limpe rekan blusukan yang konon namanya berarti satu, yang kedua bersama beberapa komunitas, paguyuban budaya, Pak Hari Bid. Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Semarang, juga Perangkat kelurahan Pakintelan. Sambil terlebih dulu ngopi alias NGObrol Perihal situs di Vihara Pakintelan sambil mempersiapkan proses mendaki Gunung Bruning.
Sayangnya karena diskusi kelewat seru, kata Mas Yoga Sendangguwo akhirnya Penelusuran ditunda, Kata mas Yoga "Karena Hujan", (saya? saya pulang dulu karena durasi waktu mepet.. hehehheh).
Dan Akhirnya, setelah beberapa kali merencanakan dengan beberapa teman berbeda, kejutan datang. Mas Ary Zincron, seorang pembuat film, menawari saya untuk kolaborasi mengupas Gunung (Candi) Bruning.
Tak berpikir dua kali, saya menerima ajakan beliau. Janjian di Vihara Pakintelan, dan sekali lagi keramahan Bapak Samanera Dhammatejo dari Vihara Pakintelan menjadi energi tersendiri bagi saya untuk tetap menelusuri jejak peninggalan kuno. Apalagi informasi yang saya terima di awal untuk menuju Candi Bruning, butuh effort lebih, selain mendaki, tantangan rumput lebat menanti, ditambah cuaca masih tak menentu di musim hujan, tentu jalur juga licin.
Singkat cerita, peneusuran Candi Bruning bersama Mas Ari, Mas Ian (narasumber-pegiat sejarah kuno), penduduk asli dan perangkat kelurahan yang saya lupa nama2 beliau.
Sayangnya HP saya mati pas di parkiran, sesaat sebelum perjalanan. Melalui jalur setapak yang hampir tertutup lebatnya rumput, dengan penduduk asli yang didepan karena bawa alat (parang) untuk membuka jalan. Kami berjalan pelan-pelan. Rute nanjak khas gunung, kurang lebih 45 derajat cukup menguji stamina. Sebenarnya tidaak lama, paling perjalanan kurang dari 10 menit berjalan mendaki. Tapi bagi kaum rebahan memang cukup lama... hehehe.
Sampailah kami kemudian..
Candi Bruning Pakintelan
Minimnya literasi yang saya dapat, bahkan saya tak punya data... menjadikan naskah blog ini sambil mencoba mencari sumber sejarah saya tetap publish dulu, barangkali ada pembaca yang berkenan membagian cerita sejarah juga sumber literasi kepada saya. no wa ada di kolom bawah.
Sambil mendengarkan penjelasan dari Mas Ian, yang cukup mumpuni, beliau cukup menguasai literatur sejarah kuno tentang Gunungpati terutama Gunung Bruning ini. Salah satu yang mencengangkan adalah banyaknya inkripsi di batuan, salah satunya yang ditunjukkan kepada kami. (nampak digambar)
Mas Ary Zincron (kaos putih) dan Mas Ian diskusi hasil foto. Perangkat kelurahan (Kaos Biru) dan warga asli pakintelan
Yang ikonik di Candi Bruning, (sebenarnya yang tertinggal - struktur candi yang lain entah dimana : selain Yoni dan ganesha yang mingkin sudah saya ketahui) ya Lingga ini. Berukuran cukup besar, walaupun dibagian atas sudah patah. Sebagai skala ukuran di foto bawah ini
Lingga Candi Bruning, Pakintelan
Cukup besar untuk ukuran sebuah lingga, apabila keberadaan Lingga tersebut di atas Yoni, bagaimana besarnya ukuran Yoninya?
Selain Lingga, seingat saya kata mas Ian, banyak struktur yang indah yang dibawa Kompeni. (semoga mas Ian juga berkenan njawil memeberi tambahan infomasi Candi Bruning). Nampak Lingga dari sisi lain :
Bagian bagian Lingga masih terlihat lumayan jelas, dimana Lingga terdiri atas tiga bagian yaitu bagian dasar berbentuk segi empat disebut brahmabhaga, bagian tengah berbentuk segi delapan disebut wisnubhaga dan bagian puncak berbentuk bulat panjang disebut siwabhaga (bagian yang memang sudah rusak). Bila melihat Lingga dari dekat, akan terlihat ikonik yang lain yaitu relief bunga teratai yang sedang mekar.
Terus terang saya masih bingung, motif teratai di lingga itu melambangkan apa. Jika ini bukan Lingga pasangan dari Yoni, andaikan Lingga tugu/ lingga pathok... berarti jumlahnya lebih dari satu dan di area ini dulu ada area yang suci/ disakralkan. Jika tidak salah saat menyimak penjelasan mas Ian, Lingga ini bisa jadi menjadi penyangga langit. Sebuah perumpamaan yang berarti banyak... diluar jangkauan saya.
Selain lingga, ada batu unik lonjong yang membuat penasaran apakah terkait atau batu alam saja.
Pemandangan dari Atas Gunung cukup mengagumkan, Kaligarang yang mengarah ke Banjir kanal di Semarang cukup indah.
Pemandangan dari Gunung Bruning, Pakintelan
Ada sumur tua diatas Gunung Bruning, mungkinkah ini sumuran candi?
Dibeberapa titik, saat kami turun dengan mencoba jalur yang sangat ekstrim menurut saya, selain licin, rumput lebat bahkan berduri, juga banyak sarang lebah liar yang siap menyambut. Tapi penjelasan Mas Ian cukup membuat sata tetap mengikuti beliau, beberapa obyek lain disekitar Gunung Bruning yang terkait misal Goa Pertapaan, Watu Lumpang, Watu Asahan, Batu Semedi juga batu berinkripsi di beberapa titik, Membuat blusukan kali ini benar-benar blusukan. Salah satu batu bersimbol yang ditunjukkan mas Ian kepada kami.
Blusukan kali ini tentu tak cukup satu kali untuk mengeksplor Gunung Bruning, yang tentu dengan sejuta misteri bagi saya. Semoga akan ada yang bercerita, mencerahkan dan membagikan literasi sejarah kapada saya untuk melengkapi pengetahuan dan membagikan jejak peradaban kepada generasi sekarang bahkan mungkin generasi yang akan datang.
Link Vlog di Candi Gunung Bruning :
Sampai ketemu di kisah penelusuran situs yang lain....
Arca Ganesha di Depan Kantor Perpustakaan Wonosobo
Sabtu, 12 Desember 2020. Tulisan ini sama sekali tak terencana, walaupun dulu sekitar tahun 2009 saya pernah mampir depan kantor di Perpustakaan Wonosobo dan sempat melihat patung Gajah. Waktu itu saya belum tergila-gila sesuWAtu, seperti sekarang ini. Entah mengapa terlupa, dan tak mengingat sampai kemudian, saat saya kesini lagi ketiga Gowes Silaturahmi (link video gowes dan naskah blusukan terkait, klik saja tulisan dalam kalimat bertanda kurung)
Arca Ganesha di Depan Kantor Perpustakaan Wonosobo
Singkat cerita, ketika saya masuk ke halaman kantor, mata saya melirik halaman Kantor Perpustakaan, persis ada Arca Ganesha.
Sayangnya ketika saya keliling di area dalam perpusda, tak ada narasi khusus tentang asal muasal Arca Ganesha dan Lapik Arcanya yang berbentuk Yoni. Padahal di dinding tertempel beberapa tinggalan kuno yang dilengkapi dengan Narasi.
Sementara, salah satu staf perpustakaan yang saya tanya, maaf tak berani menyebutkan nama. Bercerita bahwa, "Arca Ganesha itu sudah ada sejak dulu dan berasal dari kawasan Dieng", hanya itu sepenggal cerita yang bisa saya dapatkan.
Makhluk mitologi Dewa Ganesha ini masih berwujud mirip Gajah, Bukan Manusia berkepala 🐘. Ciri khas perut buncit, belalai berada ditangan kiri yang menggambarkan sedang mencomot kudapan manis. Sementara tangan kanan menggenggam ankusa atau alat melatih gajah.
Dewa Siwa yang dikenal juga dewa kebijaksanaan, dewa ilmu pengetahuan terasa pas ketika di tempatkan di perpustakaan, namun saya kawatir panas hujan akan mengikis arca ini, moga2 tanpa mengurangi estetika bisa diberi peneduh dan tambahan narasi. Meski begitu, saya merasa iri, tempat saya bekerja tak pernah berpikir ikut bguri2, turut menyelamatkan dan mengambil filosofi situs seperti Perpustakaan Kab. Wonosobo ini... Salut
Sementara, Yoni yang terpasang dibawahnya berbentuk unik (walaupun ada dugaan ini hanya berfungsi sebagai lapik arca), namun karena bentuknya unik, ikonik dimana bentuknya cenderung bulat, sangat jarang Yoni di nusantara berbentuk seperti ini.
Arca Ganesha di Depan Kantor Perpustakaan Wonosobo
Jadi biar tak berdebat, monggo terserah njenengan semua, yang penting bahwa mati kita uri-uri jejak peradaban .... itu point nya!
Close up :
Tentu saya menerima dengan senang hati pencerahan mengenai Ganeha dan Yoni/ Lapik arca di depan Perpustakaan Wonosobo ini.
Arca Ganesha di Depan Kantor Perpustakaan Wonosobo
Sabtu, 12 Desember 2020. Setiap peluang sekecil apapun pasti saya manfaatkan, apalagi kali ini gowes di Wonosobo (video lengkap gowes di link ini) tentu sambil koordinasi kegiatan saya juga menyelipkan permintaan di sepanjang rute ada situsnya.
Dari jalan turunan (rute gowes : Rest area bedakah - pospol bedakah - dalan anyar - keseneng - sojopuro - candi - Jlamprang - arpusda), saya ga hafal hehehe, tepat sebelum masuk desa pas tingkungan ambik jalan setapak kekanan. Kira-kira 200m menyusuri jalan setapak tegalan, sampailah
Yoni Situs Bangsri Desa Wonosari Wonosobo
Dari narasi yang berada di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan kabupaten Wonosobo, Yoni secara administratif berada di wilayah Dusun Bangsri RT 07 RW I Desa Wonosari, Desa Wonosobo, di Tepian ladang milik Bapak Prihono (Maturnuwun Mas Topan atas bantuannya).
Yoni Bangsri, Wonosari
Sayangnya saya belum dapat info lebih detail keberadaan yoni ini, Dari terbatasnya waktu saya di lokasi ini... beberapa batuan yang terlihat tersebar memang mungkin ada keterkaitannya dengan Yoni ini. namun Lingga sudah raib entah kemana. Walaupun ada kemungkinan juga diatas Yoni ini bukan Lingga melainkan arca.
Lubang Lingga Yoni Bangsri, Wonosari
Bertemunya Lingga dan Yoni melambangkan kesuburan. Yoni adalah manifestasi Dewa Siwa, sebagai ritus keagamaan umat Hindu di masa lalu. Yoni melambangkan Shakti (istri Dewa Siwa, sedangkan Lingga adalah Dewa Siwa.
Yoni Bangsri, Wonosari
Yoni berukuran, P : 85cm. L : 85 cm. Tebal 70 cm dari Batu Andhesit. Kondisi berlumut. Di penampang atas, juga ada lubang cerat tempat air keluar. Ilustrasinya pimpinan ritual keagamaan menyiramkan trta amrta (air suci) diatas lingga. Kemudian Air suci yang keluar dari lubang cerat itu jadi salah satu unsur utama ritus.
Tonton juga video singkat mlipir di Situs Bangsri Wonosobo ini :
Gowes blusukan bersama mas Age ini adalah yang kedua kalinya, setelah sebelumnya Gowes Blusukan ke Yoni Situs Salam Sari Limbangan Kendal seminggu yang lalu. Masih blusukan pakai sepeda, sebelumnya saya sendiri mampir di situs : Situs Pandean Gunugpati. Selain sama - sama cinta sejarah, kebetulan punya sepeda united. jadilah duet blusukan gowes united..
Ceritanya saya dapat tawaran sekaligus Mas Age butuh guide untuk ke Candi Trisobo, singkatnya gowes meluncur lewat jalur Depan kantor kelurahan Mijen, melalui tanjakan yang cukup ekstrem (sebenarnya tak terlalu panjang namun lalu lintas sangat ramai, motor seperti road race saja... padahal di jalan kampung.
Pertigaan Cangkiran
Sebenarnya sudah beberapakali ke Candi Trisobo, selain ada lapik juga keberadaan Candi memang membuat saya tak bosan untuk kesini lagi.
Apalagi ini Simbiosis mutualisme, sama2 guide antara saya dan Mas Age, jadilah. Surprise, mengejutkan!. Lapik Arca kok jadi 2???? Kebetulan kali ini kami juga ketemu si empunya rumah. Jadi Banyak dapat cerita. (Terekam di video)
Bersama Pemilik Rumah
Beberapa saat di lokasi ini, si empunya rumah datang dan malah cerita panjang lebar, “Dulu yang satu ada disisi lain, tertutup rerumputan”, jelas beliau.
Lapik Trisobo, Boja Kendal
Beliau juga mengakui bahwa kedua lapik ini juga berasal dari Candi Trisobo.
Setelah merasa cukup, kami kemudian lanjut ke OCB selanjutnya yang jadi tujuan utama gowes blusukan hari ini. Masih di desa Trisobo, setelah kantor Desa Trisobo kami terus sampai ke depan rumah warga yang menaruh sesuWatu (Obyek Cagar Budaya) di depan rumahnya.
Link YouTube :
Gowes Situs Trisobo Part 1 :
Tak jauh dari kantor desa, Mas Age memberi tanda untuk kami menepi. Dan... dipinggir jalan :
Mirip Lingga, semu. Setelah beberapa dugaan dari lingga, kemuncak. saya mengira ini lingga pathok (maaf beda dari di video, mungkin saat itu spontan saking girangnya lama ga blusukan).... tapi monggo para ahli bisa menyampaikan analisanya, mencerahkan saya...
Jika ini Lingga pathok, berarti jumlahnya ada 8, yang berfungsi sebagai penanda terluar area suci Candi Trisobo.
Lingga Pathok Trisobo, semoga diuri-uri.....
Saat sedang asik mengamati Lingga Pathok ini, mas Age sekali lagi bergeser ke seberang rumah.... Terkejut 2 kali, ternyata ada OCB lagi. Malah lebih khas.... seperti kemuncak (bagian atas bangunan Candi) (obrolan dengan nenek pemilik rumah ada di video ya)
Beberapa foto Kemuncak Trisobo :
Video "Gowes Situs Trisobo Part 2 + bonus Candi Trisobo" :
Sabtu, 14 November 2020. Gowes Blusukan tak terduga. Setelah rencana duet blusukan gowes gagal karena sepeda rekan opname. Saya menguatkan hati untuk gowes sendiri. Apalagi juga masih janjian dengan Bolo United, Bolo Gowes, Bolo Blusukan : Mas Age Boja.
Saat berhenti nunggu rekan lain (yang ternyata sepedanya opname), eh saya iseng wa rekan 'kang mas Roso Mijen', ada rekomendasi situs tidak, tanpa saya duga beliau memberikan 2 rekomendasi. Beruntungnya 1 rekomendasi tersebut berada di jalur saya Gowes menuju Boja.
blusukan situs #unitedbike
Tapi setelah tahu, saya terkejut, menyesal, setiap lewat saya selalu menoleh ketika lewat Makam Pandean, perasaan saya selalu ingin menengok. Barangkali ada situs karena lewat makam ada di Gumuk, serta ada pohon Kanthil yang cukup besar. seperti biasa saya kmengesampingkannya.
Tapi bagaimanapun bersyukur masih bisa tahu, lewat Kang Mas Roso. Setelah parkir sepeda, kemudian saya mengeksplor.
Keberadaan sesuWATU yang hanya satu menambah misteri jejak sejarah Makam Mbah Demang Jafar. Selain cerita sejarah yang sangat minim (Semoga pembaca yang paham berkenan membagikan cerita tutur tinular). Dari mas Siswo handoyo, ada jejak folklore tentang Tokoh Sakti, Demang Jafar. 'Watu disunduki, dan ngangsu air memakai dunak adalah salah satu kemampuan beliau yang melegenda', kata mas Siswo.
Posisi dibawah pohon Kanthil, dugaan saya ini umpak sebuah bangunan masa lalu, namun keberadaan tinggal satu. Berada di gumuk, dekat dengan aliran air (perkiraan saya sekitar atau tak jauh dari lokasi ini dulu ada sumber mata air).
Namun saya hanya menduga.
Semoga tetap lestari... dan aja penutur sejarah yang berkenan membagi cerita....
Untuk tahu selengkapnya landscape makam, pohon Kantil juga Watu umpak mampir juga di link video channel Youtube :