Tampilkan postingan dengan label Semarang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Semarang. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Desember 2020

Candi Bruning : Jejak Kehidupan Peradaban Masa Lalu di Pakintelan Gunungpati Kota Semarang

Yang tersisa
Candi Bruning Pakintelan Gunungpati Kota Semarang

      Selasa, 14 Desember 2020. Pada suatu ketika (periode sekitar tahun 2015), saat berkunjung ke salah satu warga di Pakintelan ada sebuah cerita yang mencengangkan, ketika saya memastikan kebenaran tentang info tentang Gunung di Pakintelan yang ada tinggalan kuno ada sebuah Candi. 
   Sayangnya saat itu tawaran untuk diantar tak bisa saya terima soalnya bersama orang tua dan keluarga. Juga tentang keberadaan informasi Arca Ganesha yang berada di sebuah Vihara di Pakintelan pula . (Tak berapa lama saya menelusuri jejak Arca ganesha tersebut : cek blog Arca Ganesha Pakintelan, Gunungpati). 
     Obrolan juga tentang Yoni yang sempat diturunkan dari Gunung Bruning (Candi Bruning), awalnya sesepuh dan tokoh desa saat itu berniat Yoni dijadikan tetenger desa dan ditempatkan di area dekat makam (perempatan Pakintelan), namun setelah berganti generasi... ketika pembangunan talud jalan, (para tokoh dan sesepuh sudah berganti) dan  tega sekali Yoni itu dibuat Talud. (entah benar kurang lebihnya saya mohon maaf, tapi sudah terjadi, ibarat bubur tak kan bisa menjadi nasi).
     Beberapakali merencanakan penelusuran ke Candi Bruning, namun entah kenapa selalu gagal, Yang pertama saya di limpe rekan blusukan yang konon namanya berarti satu, yang kedua bersama beberapa komunitas, paguyuban budaya, Pak Hari Bid. Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Semarang, juga Perangkat kelurahan Pakintelan. Sambil terlebih dulu ngopi alias NGObrol Perihal situs di Vihara Pakintelan sambil mempersiapkan proses mendaki Gunung Bruning. 

   Sayangnya karena diskusi kelewat seru, kata Mas Yoga Sendangguwo akhirnya Penelusuran ditunda, Kata mas Yoga "Karena Hujan", (saya? saya pulang dulu karena durasi waktu mepet.. hehehheh).
    Dan Akhirnya, setelah beberapa kali merencanakan dengan beberapa teman berbeda, kejutan datang. Mas Ary Zincron, seorang pembuat film, menawari saya untuk kolaborasi mengupas Gunung (Candi) Bruning.
   Tak berpikir dua kali, saya menerima ajakan beliau. Janjian di Vihara Pakintelan, dan sekali lagi keramahan Bapak Samanera Dhammatejo dari  Vihara Pakintelan menjadi energi tersendiri bagi saya untuk tetap menelusuri jejak peninggalan kuno. Apalagi informasi yang saya terima di awal untuk menuju Candi Bruning, butuh effort lebih, selain mendaki, tantangan rumput lebat menanti, ditambah cuaca masih tak menentu di musim hujan, tentu jalur juga licin. 
      Singkat cerita, peneusuran Candi Bruning bersama Mas Ari, Mas Ian (narasumber-pegiat sejarah kuno), penduduk asli dan perangkat kelurahan yang saya lupa nama2 beliau.
       Sayangnya HP saya mati pas di parkiran, sesaat sebelum perjalanan. Melalui jalur setapak yang hampir tertutup lebatnya rumput, dengan penduduk asli yang didepan karena bawa alat (parang) untuk membuka jalan. Kami berjalan pelan-pelan. Rute nanjak khas gunung, kurang lebih 45 derajat cukup menguji stamina. Sebenarnya tidaak lama, paling perjalanan kurang dari 10 menit berjalan mendaki. Tapi bagi kaum rebahan memang cukup lama... hehehe.
Sampailah kami kemudian..
Yang tertinggal
Candi Bruning Pakintelan 
      Minimnya literasi yang saya dapat, bahkan saya tak punya data... menjadikan naskah blog ini sambil mencoba mencari sumber sejarah saya tetap publish dulu, barangkali ada pembaca yang berkenan membagian cerita sejarah juga sumber literasi kepada saya. no wa ada di kolom bawah.
       Sambil mendengarkan penjelasan dari Mas Ian, yang cukup mumpuni, beliau cukup menguasai literatur sejarah kuno tentang Gunungpati terutama Gunung Bruning ini. Salah satu yang mencengangkan adalah banyaknya inkripsi di batuan, salah satunya yang ditunjukkan kepada kami. (nampak digambar)
Mas Ary Zincron (kaos putih) dan Mas Ian diskusi hasil foto. Perangkat kelurahan (Kaos Biru) dan warga asli pakintelan
      Yang ikonik di Candi Bruning, (sebenarnya yang tertinggal - struktur candi yang lain entah dimana : selain Yoni dan ganesha yang mingkin sudah saya ketahui) ya Lingga ini. Berukuran cukup besar, walaupun dibagian atas sudah patah. Sebagai skala ukuran di foto bawah ini 
Lingga Candi Bruning, Pakintelan
    Cukup besar untuk ukuran sebuah lingga, apabila keberadaan Lingga tersebut di atas Yoni, bagaimana besarnya ukuran Yoninya?
     Selain Lingga, seingat saya kata mas Ian, banyak struktur yang indah yang dibawa Kompeni. (semoga mas Ian juga berkenan njawil memeberi tambahan infomasi Candi Bruning). Nampak Lingga dari sisi lain :
      Bagian bagian Lingga masih terlihat lumayan jelas, dimana Lingga terdiri atas tiga bagian yaitu bagian dasar berbentuk segi empat disebut brahmabhaga, bagian tengah berbentuk segi delapan disebut wisnubhaga dan bagian puncak berbentuk bulat panjang disebut siwabhaga (bagian yang memang sudah rusak). Bila melihat Lingga dari dekat, akan terlihat ikonik yang lain yaitu relief bunga teratai yang sedang mekar. 
       Terus terang saya masih bingung, motif teratai di lingga itu melambangkan apa. Jika ini bukan Lingga pasangan dari Yoni, andaikan Lingga tugu/ lingga pathok... berarti jumlahnya lebih dari satu dan di area ini dulu ada area yang suci/ disakralkan. Jika tidak salah saat menyimak penjelasan mas Ian, Lingga ini bisa jadi menjadi penyangga langit. Sebuah perumpamaan yang berarti banyak... diluar jangkauan saya.
    Selain lingga, ada batu unik lonjong yang membuat penasaran apakah terkait atau batu alam saja.

  Pemandangan dari Atas Gunung cukup mengagumkan, Kaligarang yang mengarah ke Banjir kanal di Semarang cukup indah.
Eksotis
Pemandangan dari Gunung Bruning, Pakintelan
     Ada sumur tua diatas Gunung Bruning, mungkinkah ini sumuran candi?

    Dibeberapa titik, saat kami turun dengan mencoba jalur yang sangat ekstrim menurut saya, selain licin, rumput lebat bahkan berduri, juga banyak sarang lebah liar yang siap menyambut. Tapi penjelasan Mas Ian cukup membuat sata tetap mengikuti beliau, beberapa obyek lain disekitar Gunung Bruning yang terkait misal Goa Pertapaan, Watu Lumpang, Watu Asahan, Batu Semedi juga batu berinkripsi di beberapa titik, Membuat blusukan kali ini benar-benar blusukan.  Salah satu batu bersimbol yang ditunjukkan mas Ian kepada kami.
      Blusukan kali ini tentu tak cukup satu kali untuk mengeksplor Gunung Bruning, yang tentu dengan sejuta misteri bagi saya. Semoga akan ada yang bercerita, mencerahkan dan membagikan literasi sejarah kapada saya untuk melengkapi pengetahuan dan membagikan jejak peradaban kepada generasi sekarang bahkan mungkin generasi yang akan datang.
     Link Vlog di Candi Gunung Bruning :


        Sampai ketemu di kisah penelusuran situs yang lain....
  
       Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
#Hobikublusukan

Jumat, 13 November 2020

Gowes Mampir Situs Pandean Gunungpati : jejak Demang Jafar, Lurah Gunungpati yang sakti Mandraguna

Situs Pandean Gunungpati
       Sabtu, 14 November 2020. Gowes Blusukan tak terduga. Setelah rencana duet blusukan gowes gagal karena sepeda rekan opname. Saya menguatkan hati untuk gowes sendiri. Apalagi juga masih janjian dengan Bolo United, Bolo Gowes, Bolo Blusukan : Mas Age Boja.
     Saat berhenti nunggu rekan lain (yang ternyata sepedanya opname), eh saya iseng wa rekan 'kang mas Roso Mijen', ada rekomendasi situs tidak, tanpa saya duga beliau memberikan 2 rekomendasi. Beruntungnya 1 rekomendasi tersebut berada di jalur saya Gowes menuju Boja.
blusukan situs #unitedbike
      Tapi setelah tahu, saya terkejut, menyesal, setiap lewat saya selalu menoleh ketika lewat Makam Pandean, perasaan saya selalu ingin menengok. Barangkali ada situs karena lewat makam ada di Gumuk, serta ada pohon Kanthil yang cukup besar. seperti biasa saya kmengesampingkannya.
 

Tapi bagaimanapun bersyukur masih bisa tahu, lewat Kang Mas Roso. Setelah parkir sepeda, kemudian saya mengeksplor.
     Keberadaan sesuWATU yang hanya satu menambah misteri jejak sejarah Makam Mbah Demang Jafar. Selain cerita sejarah yang sangat minim (Semoga pembaca yang paham berkenan membagikan cerita tutur tinular). Dari mas Siswo handoyo, ada jejak folklore tentang Tokoh Sakti, Demang Jafar. 'Watu disunduki, dan ngangsu air memakai dunak adalah salah satu kemampuan beliau yang melegenda', kata mas Siswo.
      Posisi dibawah pohon Kanthil, dugaan saya ini umpak sebuah bangunan masa lalu,  namun keberadaan tinggal satu. Berada di gumuk, dekat dengan aliran air (perkiraan saya sekitar atau tak jauh dari lokasi ini dulu ada sumber mata air).
   Namun saya hanya menduga. 
     Semoga tetap lestari... dan aja penutur sejarah yang berkenan membagi cerita....

     Untuk tahu selengkapnya landscape makam, pohon Kantil juga Watu umpak mampir juga di link video channel Youtube :




Lanjut Gowes Blusukan ... tunggu naskah selanjutnya
#hobikublusukan

Jumat, 28 Februari 2020

Ada Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik

Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
      Jumat, 28 Februari 2020. Kadang teman atau sahabat datang silih berganti, semua itu tergantung niat, namun sahabat yang baik tentu tak berpikir harus datang ataupun pergi.. sahabat sampai kapanpun tetap sahabat.
foto diawal-awal persahabatan watu saya dan max trist

      Lek Trist, atau yang saya kenal di awal 2012 dengan nama Max Trist di medsosnya. Rekan pertama yang kopdar dan kemudian blusukan bareng. Seingat saya, beliau jauh-jauh dari Tembalang ke Ambarawa tempat kerja saya kemudian minta dianter ke beberapa situs. Yang paling berkesan situs terakhir hari itu, beliau saya tinggal karena durasi memaksa saya pulang dulu. Agak keterlaluan memang, padahal situs Kalitaman Bergas, adalah sebuah bukit ditengah alas…. 
banyu klopo dan legenda teh O 
     Untungnya di pertemuan pertama itu, Lek Trist tetap berpikir positif kepada saya walaupun saya gabur. 
    Buktinya dilain hari saat saya gantian minta antar area tembalang beliau dengan senang hati menemani. Dan sudah hampir satu dasa warsa tapi persahabatan karena situs tetap terjalin, Lek Trist ini juga yang selalu saya sambangi ketika #kangeblusukan Walaupun tentu hanya ngobrol ngalor ngidul plus minum suguhan khas : banyu Klopo yang selalu beliau sediakan. 
       Spesial Jumat ini, selain nongkrong di Joksi Ungaran, kami juga janjian blusukan trio, bersama sahabat baru (tidak benar-benar baru sebenarnya… heheheh), setelah beberapa hari kemarin dapat kiriman gambar dari rekan, ada Arca Nandi yang cukup Besar berada di Rumah Warga di Banyumanik. Maturnuwun Mbak Erni, yang berbaik hati berkenan meluangkan waktunya disela-sela bimbingan skripsi. Setelah siap, apalagi menurut info mba Erni lokasi Situs ini dekat dengan Masjid, jadilah jam 11 kami langsung meluncur. 
       Tak butuh waktu lama, untuk sampai. Kurang dari 30 menit kami kemudian ketemu di seberang SPBU Sukun Banyumanik, segera kami mengekor Mba Erni. Beberapa kali keluar masuk gang, dan tak hapal kanan lalu belok kiri sampailah kami. 
Ada Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik

     Nandi berada di salah satu rumah bagian depan (Teras depan), nampaknya garasi yang juga disulap menjadi fungsi lain. Dari bentuk rumah, nampaknya empunya juga suka sejarah masa lampau/ sekedar gaya rumah yang etnik bin unik. (Mohon maaf tak secara detail informasi lokasi, selain lupa Mba Erni juga baru tahap melaporkan ke tim regnas)
Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
     Nandi sebelumnya tertimbun di dalam tanah di area lahan kosong sekitar tahun 80'an. Dulu daerah ini dikenal dengan nama Perumnas Banyumanik. 
     Warga menemukannya tidak sengaja saat menggali tanah untuk ditanami pepohonan. Kemudian diletakkan di teras rumah warga yang bernama pak Heri (--sampai saat ini masih aman damai--lestari). Arca berbentuk Sapi (Nandi) bernilai sejarah tinggi di jamannya sehingga harus di jaga dan dilestarikan", jelas Bapak Heri ketika Mba Erni menyambangi.
      Semoga kedepan semakin mulia Arca Nandi ini!

Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik

      Berukuran cukup besar namun sayangnya sudah tanpa kepala arca.
Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
       Konon saat ditemukan (tak jauh dari rumah Bapak Heri), sudah tanpa kepala. Bagian belakang Arca Nandi, 
Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik
           Keberadaan Arca Nandi di Pedalangan Banyumanik ini, menambah bukti peradaban, daerah yang cukup dekat dengan beberapa situs seperti Sumur Kuno di Sumurboto, Yoni di Kenteng Sumurboto Tembalang.
      Maturnuwun Mba Erni dan Max Trist …. 
Mba Erni, Max Trist dan saya : di Arca Nandi Banyumanik
      Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
     Sampai ketemu di penelusuran selanjutnya, bersambung ke Situs Watu Lumpang Pedalangan
#hobikublusukan

Mampir di Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik

Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
        Jumat 28 Februari 2020. Lanjutan dari penelusuran jejak peradaban Masa Silam di Banyumanik : Arca Nandi Pedalangan, Banyumanik. Berawal dari sekitar tahun 2016, saat Lek Trist, mengupload watu Lumpang di sebuah area halaman rumah yang nampaknya empunya rumah punya citarasa seni jawa, waktu itu ada watu lumpang diantara koleksi barang kuno. Seingat saya lek trist meng upload informasi hasil ‘tak sengaja lewat’, dan bernasib baik bisa masuk. Dari informasi tersebut saya pribadi jujur saja langsung paranoid ‘pastinya susah masuk, karena pengalaman saya, nasib baik saat itu hanya milik Lek Trist, beliau berulangkali bisa masuk ke area yang cukup sulit, salah satunya di Watu lumpang yang berada di dalam pabrik kayu di daerah Campurejo Boja. Juga beberapa yang lain. 
      Ketika kami berada tak jauh posisinya dari Watu Lumpang, saya mengusulkan kepada lek trist untuk kita ari ini bertiga (Saya, Mba Erni dan Lek Trist), untuk mengulang keberuntungan itu. Kalaupun dilarang atau tak bernasib baik, yang penting sudah berusaha. 
      Dari Pedalangan, kami kemudian meluncur ke watu Lumpang, yang masih satu area Pedalangan juga, namun nampaknya sudah berganti nama jalan. Saya ga terlalu hafal jalan, tapi untuk mengingat, lumayanlah arah masih paham, mungkin bisa jadi gmaps manual.
       Karena ternyata area pedalangan ini sering saya lewati saat mudik ke Mranggen Demak. Jadi mendapatkan jawaban ketika lewat Pedalangan saya sering di ingatkan istri kok sering noleh kanan/kiri bahkan ngalamun…. Acchh!!!, atau mungkin hanya kebetulan feeling saja. 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Kami kemudian masuk ke lingkungan sebuah rumah, yang langsung terasa suasana ‘njawani’ dari arsitektur, pendopo dan joglo. Tentu dengan banyak koleksi yang ditata sedemikian rupa menambah kesan syahdu … siapapun yang berada di sini seakan-akan kembali lagi kemasa dulu.  ditambah pepohonan cukup besar-besar. Saya yakin yang bertamu akan betah berlama-lama. 
      Kami kemudian mencari pemilik rumah untuk minta ijin. Walaupun watu lumpang yang mempesona itu sudah terlihat. Namun tanpa ijin, tentu kami segan. 
     Sayangnya Sipemilik rumah sedang tidak ada dirumah, yang ada hanya penjaga rumah (rewang)… Lek Trist yang pernah kesini, (walaupun itu sudah 2016) mencoba menjelaskan maksud kedatangan kami dengan narasi ingatan yang sepatah-patah karena cukup lama. Bahkan nama pemilik rumah-pun lupa, malah dikoreksi sama mbak-nya… namun maaf saya tak bisa menyebutnya. (siapa tahu beliau tak berkenan). 
     Setelah dipersilahkan tentu dengan pengawasan, tapi kami malah nyaman diawasi oleh mbak-nya. Karena memang tujuan kami hanya mendokumentasikan Watu Lumpang ini, tak bermaksud sedikitpun aneh-aneh. 
      Watu Lumpang 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Kondisi cukup bagus, walau ditambahi seperti alu / alat menumbuk, tapi barangkali alu ini dimaksudkan mirip lingga. Kami Cuma bisa mengira-ira saja. 
      Pun dengan sejarah asal maupun penemuan Watu Lumpang ini. Kami tak bisa menceritakan lebih, karena tak bertemu dengan pemilik rumah, 

      Close up Watu Lumpang 
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
      Karena sudah durasi bagi kami, cuaca juga sudah mulai mendung kami kemudian menyudahi penelusuran Jumat berkah ini. 
     Walaupun dapat kabar dari Mba Erni kalau mas Lutfhan sudah dalam perjalanan ingin bergabung. Harapan kami semoga mas Lutfhan bisa menggali cerita dari pemilik rumah, siapa tahu bernasib baik bertemu. 
      Sayangnya (dapat cerita dari Mba Erni) nasib baik yang didapat hanya separuh, setengah nya ternyata si pemilikk rumah tidak seramah yang Lek Trist sampaikan dulu. Selain mungkin ada di waktu yang tak tepat, juga mungkin harus Lek Trist…hehehhe. Biar bernasih baik… 
     Keberuntungan kali ini berpihak kepada saya, karena bersama Lek Trist : Disuguhi Sambal Tempe Lalap Pete.. heheheheh
           Maturnuwun Mbak erni, Lek Trist... Mas Lutfhan... Sendanguwo menunggu.... heheheh
Watu Lumpang Pedalangan Banyumanik
     Sampai Ketemu di penelusuran berikutnya.

#hobikublusukan 

Jumat, 20 Desember 2019

Misteri Keberadaan Jaladwara di Tegalsari Sendang Kelurahan Candisari Kota Semarang

 Jaladwara di Tegalsari Sendang Kelurahan Candisari Kota Semarang
    Blusukan situs seharusnya memang tak dibatasi kapan, boleh kapan saja.
 Jumat 20 Desember 2019. Kenapa kalimat pembuka saya seperti itu. Simak ya, sambal santai... Ngopi dan makan jadah goreng. Kadang nakal diperlukan agar hidup ini tak membosankan. Asal tak melanggar hukum saja. Wkwkwk. Ceritanya berawal dari 2x saya coba penelusuran solo alias sendiri. Namun dengan berbagai alasan sampai di dekat lokasi tak ketemu juga. Bahkan sang informan sampai bosen mungkin saya sambati.
      Akhirnya berganti cara, saya mengajak si ahli social enginering, master Eka W Prasetya. Hahahaha. Janjian seminggu sebelumnya, kami sepakat Jumat berkah ini blusukan. Sekali lagi nakal sedikit tak apalah.Yang penting setelahnya totalitas bekerja😁. .
     Rencana tampaknya mulus, mulai dari saya mbonceng, kemudian eh di support cigaret jadi lengkaplah. Tujuan pertama daerah Tegalsari. Dimana salah seorang sahabat situs pernah upload Jaladwara di tengah padatnya rumah penduduk. 
     Jalur dari Ungaran kemudian setelah Javamall ambil kiri. Gang tepat sebelum hotel Sriwijaya kiri lagi. Ketemu dengan balai RW. Sampai disitu penelusuran yang kedua kemarin gagal karena kurang nekat😀. Di dekat sumur warga, sebelahnya warung. Bantuan petunjuknya saat itu seharusnya mudah bagi saya. Tapi entahlah saya kok tak bisa menemukan. Baru hari ini, dengan si master social enginering saya punya keberanian nekat memutari sendang sambil pesan kopi susu. Hahahah. 
 Jaladwara di Tegalsari Sendang Kelurahan Candisari Kota Semarang
     Ternyata hanya kurang saknyuk, ngekek getir. Dibela-belain 2x Kok ya mung disitu. Setelah minta ijin mendokumentasikan, kami juga sempat bertanya ihwal keberadaan Jaladwara ini. 
Warung depan sendang dimana Jaladwara berada
      "Dulu ada 2 mas. Di kanan kiri masuk sumur/ pemandian umum ini" jelas beliau sambil menggoreng gembus. (Warung nya pas untuk bersantai). Obrolan kami kemudian mengalir. Sebelum di cor dan dibuat sumur dulu memang berwujud sendang dengan mata air jernih. Ada pohon beringin besar pula. 
    Jaladwara atau ornamen / struktur saluran air yang kami duga memang menjadi sebuah bangunan untuk tempat mensucikan diri pernah ada di sini. 
     Melihat kebelakang saat kami duduk ngopi, lurus pandangan mata, tertumbuk pada sebuah bukit, kami kemudian menyambung dengan dugaan lain bahwa diatas bukit itu "Dulu sekali pasti ada sesu'watu'.
 Jaladwara di Tegalsari Sendang Kelurahan Candisari
    Semoga yang mengambil Jaladwara satunya tersadar dan mengembalikan ke tempat semula. Juga bagi warga sekitar semakin peduli, minimal dengan menjaga agar jejak peradaban ini tak lagi diangkut mafia. 
    Bagi yang masih ragu.. nama tempat atau lokasi : Tegalsari Sendang kelurahan Candisari apakah tidak membuat kalian mengerutkan dahi dan berpikir? Bahwa dulunya ada candi di sini? 
     Walaupun hanya satu Jaladwara... Namun cukup indah menjadi sebuah bukti. 
 Jaladwara di Tegalsari Sendang Kelurahan Candisari Kota Semarang
     Maturnuwun mas Lutfhan informasinya... 'kangen guyon😀'. Apa kabar mas..... info satu lagi di Sendangguwo nyuwun mas, atau dipandu, biar gayeng dan terdokumentasikan 😃hehe
 Jaladwara di Tegalsari Sendang Kelurahan Candisari Kota Semarang
       Tentu cerita jaladwara Tegalsari Sendang tak akan ada kalau ga bersama teman nakal bersama ini ..: Matursembahnuwun mas Eka W P
Eka W P di Situs  Jaladwara di Tegalsari Sendang Kelurahan Candisari Kota Semarang
     Channel Youtube : Video amatir segera terhubung jika sudah selesai saya edit.
Salam pecinta situs watu candi
ssdrmk di situs  Jaladwara di Tegalsari Sendang Kelurahan Candisari Kota Semarang
Sampai ketemu di penelurusan berikutnya. 
#hobikublusukan

Menelusuri jejak Peradaban Sendang Guwo Semarang

Watu lumpang Sendangguwo Semarang
      20 Desember 2019. Masih blusukan situs di seputaran kota Semarang. Setelah menelusuri jejak peradaban Jaladwara di Tegalsari Sendang, Candisari Semarang. Kami, (saya dan Eka WP) lanjut menelusuri Informasi kedua dari mas Lutfhan. 
    Menuju Sendanguwo, Sebuah nama toponimi daerah yang sedikit banyak membuktikan kunonya peradaban yang pernah bersemayam. 
        Karena Mas Eka WP masa kecilnya hidup di dekat Sendang Guwo maka keyakinan saya blusukan kali ini pasti mudah... Hehehehe
     Dari Tegalsari Sendang Candisari, kami lewat perempatan Javamall lurus. Kemudian menuju Kedungmundu. Melewati jembatan diatas jalan tol, sambil Mas Eka bernostagia, juga mengalir cerita seru saat kecil nakal plus dulu dalam ingatannya banyak sendang, juga pohon yang besar. Tambah semangat lah saya. 
      Melewati Kantor kelurahan Sendangguwo, konon kata mas Eka dulu daerah sekitar Sendangguwo alas angker. 
Punden Mbah Guwo

       Berbekal petunjuk situs di makam punden, kami bertanya pada warga, kemudian mengalirlah kami sampai di depan sebuah gumuk yang terdapat beberapa pohon besar. 
Watu Lumpang Punden Mbah Guwo
       Watu Lumpang Punden Mbah Guwo. 
Watu Lumpang Punden Mbah Guwo
     Sudah ada tetenger Situs Sejarah mbah Guwo", dari anak KKN Unpand. 
        Watu Lumpang, bersisian dengan akar pohon. 
Watu Lumpang Punden Mbah Guwo 
       Lumpang Mbah Guwo lumayan masih di uri-uri, Sebuah usaha nyata yang harus di dukung ditengah perkembangan kota Semarang yang begitu cepat menggeser peninggalan kuno (sudah jamak). 

Sendang Guwo Semarang
     Padahal pada masanya, Watu (sang hyang kalumpang) Lumpang ini memiliki tempat spesial di sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bernilai sakral sebagai media/sarana sesembahan (tempat meramu sesajen/ ritual penyiapan persembahan). 
    Kadang Watu Lumpang memiliki inkripsi atau tanda sendiri seperti relief atau angka tahun yang menandakan peninggalan masa kerajaan yang berkuasa saat itu. 
Watu Lumpang Punden Mbah Guwo 
       Dari cerita tutur tinular yang saya dengar, Mbah Guwo sendiri adalah seorang tokoh yang mbabat alas dan nama beliau diabadikan menjadi nama daerah. Sementara 'Sendang' dari keberadaan petirtaan kuno yang ada di bawah gumuk. Dulu banyak mata air di sekitar punden Mbah Guwo. Dulu sekali. 
"Suasana sangat sejuk, walaupun disekitar sudah bikin gerah"
      Selain Punden Mbah Guwo, menurut warga juga masih ada kaitan yaitu punden makam Mbah Rebon. Yang berjarak kurang dari 500m.
makam Mbah Rebon

       Kami juga mampir di punden Mbah Rebon. Karena waktu sudah hampir jumatan, kami memutuskan untuk perjalanan pulang sambil mencari Yoni, walaupun infonya belum terlalu detail. Mas Lutfhan? Pie kabare?😀😁 
Situs sejarah makam Padukuhan
      Tanpa kami duga pandangan mata tertumbuk tulisan papan di depan makam "Situs sejarah makam Padukuhan" Sendangguwo. Seketika langsung saya genggam erat dan injak kuat rem motor. Kaget, ekspresi Mas Eka WP. Tapi seketika tahu kenapa👌.
       Kami langsung menyebar menelusur dimana situs berada. Kebetulan ada penggali makam yang sedang menggali kubur. Kebetulan. 
      Dari beliau kami mengetahui di makam ini banyak ditemukan batu bata berukuran besar = Banon. Beliau juga bercerita, beliau banyak ketemu tatanan batu saat menggali makam. "Seperti lantai sebuah bangunan".
penggali kubur makam padukuhan
       Beberapa rekan percaya, jika semakin banyak generasi muda yang ikut nguri-nguri budaya niscaya akan bermunculan bukti peradaban. Saya ulang! Nguri-nguri nguri lo ya! bukan tujuan lain yang aneh2!!
  Beberapa Batu bata yang terdokumentasi (banyak berceceran di setiap makam)😢
Banon Makam Padukuhan sendangguwo
      Sampai ketemu di penelusuran berikutnya.
       Maturnuwun mas Lutfhan infonya😀

      Duet nakal blusukan Jumat berkah
      Eka WP dan Saya di Watu Lumpang Sendangguwo 
  Link you tube segera setelah edit selesai.😀
      Sampai ketemu dipenelusuran berikutnya. 
Salam pecinta situs watu candi

#hobikublusukan