Pesanggrahan Tambak Baya
(03)
Panji terus bersedih
hati di taman mengingat penjelmaan Sri. Doyok dan Prasanta berlucu-lucu tidak pada
tempatnya diantara mereka sendiri. Saat ini Prasanta bercerita tentang pengalaman
isteri Raja Kadiri yang tertua kepada Panji. Panji menganggap pemberitahuan itu
sungguh-sungguh dan ingat akan berbagai kemungkinan.
Jalayana raja
seberang tiba di pantai Jawa dengan angkatan lautnya. Mereka mendiami Pasanggrahan
Tambak Baya. Dalam suatu rapat umum, patih memberitahukan kepada raja, bahwa puteri
raja Kadiri bernama Mindaka, sudah dikawinkan dengan sang Panji, tapi perkawinan
itu tidak baik jadinya: penganten laki-laki tidak suka pada penganten perempuan.
Raja segera menyuruh susun sepucuk surat untuk menyunting penganten perempuan itu.
Dua orang raja taklukan membawa surat itu kepada raja Kadiri. Sambil menunggu balasan,
sang raja bersenang-senang dalam hutan yang dekat dengan berburu.
Raja Kadiri bersedia
menerima tamu, patih menceritakan kepadanya tentang kedatangan Jajalalana. Para
utusan yang membawa surat diberitahukan kedatangannya dan diminta masuk.
Disusun surat balasan, persiapan-persiapan dilakukan untuk menghadapi perang.
Raja kembali kekeraton dan memberitahu tentang maksud Jajalalana. Putrinya sang
mempelai ketika ditanya apakah mau kawin dengan Jajalalana, menjawab bahwa ia tidak
mau.
Saat ini
diceritakan penjelmaan tentang Sri. Ia mempunyai seorang saudara pria bernama
Jaka-bodo. Sri menyuruh saudaranya ini ke pasar menjual sebuah Sumping
(perhiasan telinga berkembang) seharga 1000 rupiah. Jaka-bodo berangkat ke
pasar membawa Sumping, tiap orang yang melihatnya ingin membelinya, tapi
harganya terlalu mahal. Orang berkerumun . doyok berlucu-lucu lagi. Panji tertarik
perhatiannya dan disuruh panggil orang yang menjual sumping itu. Setelah ia
melihat penjual Sumping itu ia merasa terhibur. Dibelinya Sumping itu dan
senantiasa ia teringat kepada pembuatnya. Bagaimanakah konon rupanya? Esok
paginya Panji bersama Punakawannya (pelayan-pelayannya) pergi ke hutan untuk
berburu.
Raja Temon
menunggu dengan tak sabar saudaranya pulang, akhirnya ia dating dengan uang,
hasil penjualan Sumping. Sementara ia menceritakan kepada Wara Temon, bagaimana
terjadinya jual beli, datanglah Gajah-gumanglar hendak memaksakan kemauannya.
Tapi kali ini ditolak dengan janji-janji. Temon makin mengharapkan kedatangan
Panji.
Esok paginya
Nyi Bantrang dan suaminya pergi ke pasar. Panji yang mengembara ke dalam hutan,
kehausan, ia pergi ke sebuah desa untuk minum dan dengan demikian tiba di rumah
Temon, Temon keluar dengan air dalam Pinggan emas. Panji jatuh pingsan. Temon
dipanggil lagi keluar untuk membikin siuman kembali. Hal ini dilakukan dengan
sirih yang dimamahnya.
Panji dan
Temon masuk bersama-sama. Para Punakawan duduk di pintu. Bantrang dan istrinya
kembali dari pasar. Prasanta menenangkan hatinya, katanya sang pangeran sedang
di dalam bersama anaknya. Dalam pertemuan Panji dengan Bantrang, Bantarang
menceritakan pengalaman-pengalaman Temon. Selanjutnya Bantrang jiga
menceritakan tentang Gajah-gumanglar. Panji berjanji akan membinasakannya kalau
dia datang lagi. Baru saja Panji habis bicara, muncullah Gajah, berseru dari
jauh supaya Temon menyongsongnya. Menyusul perkelahian antara dia dan Panji,
dalam perkelahian itu tentu saja Gajah kalah. Gajah mati kena panah.
Saat ini
Temon dibawa sang pangeran ke kota. Prasanta disuruh berjalan dahulu untuk
memberitahukan, bahwa puteri raja yang hanyut dahulu sudah ditemukan kembali.
Suatu rombongan yang besar menjemput sang puteri. Waktu bertemu, Kili-suci
memeluk sang puteri. Dimulailah perjalanan panjang ke kota. Kanjeng sinuhun
raja mengenali puterinya dan bertanya kepada Bantrang bagaimana jalannya
peristiwa. Bantrang bercerita. Untuk memeriksa kebenaran cerita Bantrang. Sri
Ratu Rago yang dihukum, dipanggil dan ditanyai. Tapi ia tidak ingat suatu apa,
karena waktu ia dalam keadaan pingsan. Saat ini seorang anak kecil berumur 4
tahun disuruh menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Anak bayi itu menceritakannya
dan semua yang hadir senang. Kemudian anak itu meminta kepada sang raja
menghukum isterinya yang jahat, jika tidak maka para dewa akan marah kepada
kanjeng sinuhun. Mendengar kata-kata itu raja Kadiri marah kepada isterinya
yang kedua, hendak ditikamnya isterinya itu.
Narada
tiba-tiba muncul dan menahan raja berbuat demikian, katanya segala itu terjadi
karena kemauan para dewa. Pun kelahiran Sekar-taji adalah kemauan para dewa.
(Temon setelah dikenali) ikut pula membantu dalam kejadian yang menyedihkan
dengan sang puteri. Setelah para Punakawan berlucu-lucu, narada menghilang
lagi. Diadakan pesta besar. Kemudian menyusul perang besar yang berakhir dengan
kematian Jajalalana. (suatu kejadian yang selalu kita dapati dalam kisah
Panji)—akhir naskah Brandes No. 150.
Serat
selanjutnya : Buah Perjuangan
Diketik
ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar