Arca Ganesha di Pakintelan Gunungpati |
Selasa, 23 Mei 2017. Dua minggu tidak blusukan
terasa berbeda, saya memang sudah addicted
atau ketagihan blusukan situs. Terakhir kali penelusuran lintas batas
pekalongan 7 Mei kemarin. Rencananya tanggal 21 kondangan rekan yang nikah di Temanggung sekalian meluangkan waktu
blusukan, karena nama desa maupun kecamatan (Desa Kentengsari - Kec. candiroto : Kenteng = Yoni, candi = Bangunan suci masa lalu yang telah rata dengan tana?) sungguh meyakinkan bahwa ada
tinggalan purbakala.
Informasi keberadaan situs-pun sudah saya dapat, walau dengan
bantuan rekan (tangan kedua), maturnuwun lek Wahid, sekaligus Nyuwun Pangapurane... Namun
jika takdir berkehendak lain. Tepat setelah saya makan di resepsi rekan
tersebut (nampaknya telat makan), badan saya terasa mulai gemetar. Untungnya
bisa sampai rumah walau mengendarai dengan
totality drodog.
Setelah
bedrest, selasa ini kembali aktif
bekerja walau masih terasa lemas namun saya paksakan kaerna ada hal yang harus
saya selesaikan. Ketika obrolan santai dengan oknum kantor kulon ndalan yang lagi bĂȘte dan ngajak blusukan… “Penting cedak, adoh ga wani jeh ndredek”.
Satu kata terngiang… PAKINTELAN!
Arca Ganesha di Altar Vihara Pakintelan |
Sepakat, apalagi konon oknum
ini ingin bertanam di rumahnya, jadilah kami janjian di toko pertanian daerah
Sumurrejo (kebetulan nama sama dengan nama asli penulis) yang jadi langganan
saya. Kemudian kami lanjut ke Pakintelan dengan satu motor dan saya membonceng.
Informasi Peradaban kuno
Pakintelan (dibaca= peninggalan berwujud batu) berawal tak sengaja saya bertamu
ke salah satu warga. Saat bercerita tentang keberadaan komunitas umat Budha di
Pakintelan, kemudian saya tanya perihal “Apakah
ada batu kotak berlubang tengah diatasnya = yoni / lumpang kuno?”. Jawaban
beliau mengejutkan saya. “Dulu ada mas
batu seperti itu”, jawab beliau saat saya perlihatkan foto bentuk yoni. “Namun sudah dirusak, dibuat talud oleh
warga, padahal dulu seingat saya sudah dibuatkan pagar mengelilingi Batu
sejarah itu”, tambahnya.
@#$@#$%#@#$...
"Para sesepuh dulu, berniat menjadikan tetenger sejarah desa, agar penerus tak lupa jatidiri, sayangnya generasi selanjutnya tak menganggap keberadaan watu itu", guman Bapak tersebut.
Seketika saat itu langsung
gelo setengah mati, mungkin membaca raut muka saya yang kadung kecewa, “Ada juga ditemukan di gumuk belakang desa Pakintelan , Arca atau patung yang berbentuk gajah.
Saat ini sudah tersimpan aman di Vihara”, lanjut beliau. “Di gumuk, atau gunung itu tempat Yoni dan
Arca itu diduga berasal diduga masih banyak struktur batu yang berpola dan
banyak terpendam”, pungkas beliau. Segera saat itu saya catat.---beberapa bulan kemudian.
Saat ini.
---
Harap cemas sebetulnya
blusukan penelusuran Pakintelan, selain masih sakit jika orang rumah ada yang tahu bisa berabe.
Vihara Budha Dipa Pakintelan |
Dari Sumurejo kemudian kami
melaju pelan ke arah Pakintelan, yang kurang dari 5 menit saja dengan 1 kali bertanya kepada warga.
Sampailah kami di vihara tersebut…
Setelah minta ijin dengan seorang Ibu yang rumahnya disebelah vihara, Ibu Wantinah nama beliau. Kami juga menjelaskan kami dari pecinta situs dan watu candi.
Dengan ramahnya beliau mempersilahkan kami untuk melihat arca Ganesha di Altar Vihara.
"Yang membawa ke sini "jenate" bapak saya (=orang yang sudah meninggal/almarhum). Hanya dibawa memakai kain sarung. Kata Bapak, beliau ingin menyelamatkan patung ini dari perusakan. Dan ingin menyimpan di Vihara (yang saat itu masih dalam tahap pembangunan)," jelas Ibu Wantinah.
Ganesha Pakintelan |
Kondisi Arca Ganesha secara umum baik, dengan rekondisi cat dan nampaknya ada usaha untuk merekatkan retakan di bagian atas patung dengan semen.
"Itu karena ada usaha untuk membelah patung itu, yang sudah hancur bagian mahkota kepala dan belalai bagian atas. Itulah yang mendasari bapak untuk membawa ke sini mas, karena kalau dibiarkan pasti saat ini hanya tinggal kerikil saja. Kalau kata bapak saya, biarlah patung ini di vihara, biar ikut menjaga lingkungan, pesan beliau kepada kami", ungkap ibu Wantinah.
Tentang Arca Ganesha, dalam Mitologi Hindu yang merupakan perwujudan Dewa Kecerdasan ini : (Saya sarikan dari berbagai sumber)
Dewa Ganesha merupakan Dewa penghancur segala rintangan serta penganugrah siddhi dan budhi atau kecerdasan intelektual. Beliau merupakan putera dari Dewa Siva dan Dewi Parvathi, yang menggambarkan seorang siswa wedandik sejati (siswa yang mempelajari ilmu pengetahuan suci Veda). Menurut sastra suci, Dewa Ganesha merupakan Dewa paling awal yang dipuja dalam setiap pemujaan Hindu. Dalam Kekawin Siwaratrikalpa disarankan untuk memuja Sri Ganesha dan Kumara sebelum melakukan pemujaan kepada Dewa Siva dalam perayaan Siwaratri. Dewa Ganesha telah dipuja sejak zaman purbakala sebagai obyek pemujaan para rsi, yogi, penyair, musisi, dan para siswa, sebab Beliau dianggap sebagai penguasa pengetahuan (vidya) dan penguasa pencapaian duniawi (avidya). Ciri dan makna Dewa Ganesha antara lain: 1. Sang penguasa rintangan (Vignesvara) ini digambarkan memiliki 4 tangan yang merupakan simbolis 4 peralatan batin (antahkarana). a. Tangan kanan depan bersikap abhaya hasta (memberi berkat) kepada pemuja, umat manusia. Selain itu Beliau juga memberkati dan melindunginya dari segala rintangan dalam usaha pencapaian Tuhan. b. Tangan kanan belakang memegang kapak, dengan kapak itu beliau memotong keterikatan para bhaktanya dari keterikatan duniawi c. Tangan kiri belakang memegang tali dan dengan tali beliau menarik mereka untuk semakin dekat dengan kebenaran, kebajikan, dan cinta kasih serta intektualitas, kemudian pada akhirnya beliau mengikatnya untuk mencapai tujuan umat tertinggi. d. Tangan kiri depan membawa modaka (manisan). Manisan/modaka/bola nasi yang dipegang oleh Dewa Ganesha perlambang pahala dari kebahagiaan yang beliau berikan kepada pemuja-Nya.
Ganesha Pakintelan |
2. Kepala dan Telinga yang lebar. Dewa Ganesha menderita tuli loh! Telinga yang besar menunjukkan bahwa Dewa Ganesha selalu mendengarkan setiap doa yang diucapkan oleh pemujanya. Kepala dan telinga yang besar juga melambangkan seorang siswa Wedantik. Pengetahuan sifatnya sangat bersifat intelektual sehingga diperlukan kepala yang besar untuk memahami dan meyakini logika pengetahuan.
3. Taringnya patah. Dewa yang juga disebut “Vinayaka” ini dilukiskan telah kehilangan salah satu taringnya saat bertempur dengan Paramasura. Ini menunjukkan seorang siswa dengan kecerdasan dan kemampuan viveka (kebijaksanaan) yang telah dimilikinya ia mampu mengatasi suka duka dalam kehidupan. (*versi lain menuturkan Ganesha memotong taringnya ketika menulis epos Mahabharata yang dikisahkan Bhagavan Vyasa).
Perut Buncit Dewa Ganesha |
4. Perut buncit, ini lambang gudang segala kebijaksanaan dan material.
5. Kendaraan-Nya Tikus. Beda halnya dengan manusia yang suka berkendaraan mewah, jor-joran. Dewa Ganesha memilih berkendaraan tikus. Binatang kecil yang menjadi kendaraan beliau adalah lambang dari kama atau keinginan manusia. Keinginan yang harus dikendarai dan dikendalikan untuk mencapai kemurnian hati dan tujuan hidup sejati.
Keberadaan Yoni yang sudah hancur, berbanding terbalik dengan Arca Ganesha yang masih lestari. Kemungkinan struktur batu candi di gunung juga membuat kami tertarik untuk menelusuri ulang area Pakintekan ini.
Karena kedekatan atau garis sejarah dengan area Watu Gong (KODAM IV Diponegoro) yang dengan keyakinan saya pribadi menyimpan misteri peninggalan di area militer tersebut. Di dekatnya, di Pudakpayung tepatnya di 2 lokasi yaitu Yoni di Kalimaling dan Yoni Kalipepe.
Serta keberadaan sendang putri tak jauh dari sungai kaligarang tepat disisi jalan (Sayangnya saat ini sendang tersebut mulai hilang karena airnya hilang), sendang yang diduga adalah rangkaian dari tinggalan peradaban masa silam
Sementara di sisi utara, ada desa yang sama kuno dengan Pakintelan (apakah ada nama kuno sebelum pakintelan?), tak jauh, hanya 3km saja desa Kalisegoro juga ada jejak peninggalan purbakala disana.
Sebuah garis lurus yang harus diteliti lebih mendalam.
Bukti sudah banyak. Semoga sejarah semakin menemukan jalanya, sebagai sebuah pembelajaran hidup masa kini. Salam!
Karena kedekatan atau garis sejarah dengan area Watu Gong (KODAM IV Diponegoro) yang dengan keyakinan saya pribadi menyimpan misteri peninggalan di area militer tersebut. Di dekatnya, di Pudakpayung tepatnya di 2 lokasi yaitu Yoni di Kalimaling dan Yoni Kalipepe.
Serta keberadaan sendang putri tak jauh dari sungai kaligarang tepat disisi jalan (Sayangnya saat ini sendang tersebut mulai hilang karena airnya hilang), sendang yang diduga adalah rangkaian dari tinggalan peradaban masa silam
Sementara di sisi utara, ada desa yang sama kuno dengan Pakintelan (apakah ada nama kuno sebelum pakintelan?), tak jauh, hanya 3km saja desa Kalisegoro juga ada jejak peninggalan purbakala disana.
Sebuah garis lurus yang harus diteliti lebih mendalam.
Watu Gong |
Salam peradaban.
Catatan spesial Blusukan Kali ini... Masyarakat di Pakintelan sangan rukun, beberapa agama hidup bertoleransi tinggi. Bertambah spesial adalah : Arca Ganesha di lestarikan di Vihara!!!! Apresiasi dan Salut!