Situs Pidodo Karangtengah Demak |
Minggu 9 Juli 2015
Setelah dari Situs Candisari Mranggen, Pandawa Lima "Pemblusuk situs" : Saya, Mas Trist, Mas Romi, Mas Indra dan mas Suryo melanjutkan ke tujuan yang kedua. Desa Pidodo Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak.
Dengan bantuan googlemaps, kami meluncur. Sambil berharap jaringan tetap ada. Sebetulnya jarak memang tak terlalu jauh, hanya 11km saja. Namun Cuaca yang sangat panas membuat perjalanan terasa sangat jauh dan berat. Saya sampai habis 3 botol air mineral dalam perjalanan menuju Pidodo. Petunjuk yang sempat saya abadikan.
Menuju Pidodo, penanda arah yang paling mudah adalah... Bila sudah dekat dengan Sungai Tuntang dan Buyaran (Pasar) berarti sudah sangat dengan Desa Pidodo, tak sampai 2km saja.Kantor Desa Pidodo : tempat kami berhenti dan bertanya |
Saat kami sudah sampai Desa Pidodo... Terasa langsung semangat lagi. Sudah tak terasa panas menyengat ubun-ubun. Hanya satu saja : tak sabar segera ingin tahu situs Pidodo.
Namun, 3 warga kami tanya angkat bahu, Ibu-ibu di warung (pura2 beli rokok) ku tanya geleng-geleng kepala. Malah Mas Romi tanya Pak RT juga terkejut, malah balik bertanya, "Apa ada mas di Pidodo?", "Lho kok?".... Kami belum menyerah... kemudian Mas romi mencari sendiri Rumah Bapak Carik .... Saat dia kembali, "Pak, Carik terkejut, emang ada mas? mungkin di kuburan Mbah Kopek, di belakang SDN Pidodo... Di Makam itu memang ada patung", ulang mas Romi seperti jawaban dari Bapak Carik. Ta berbasa-basi lagi kami segera angkat kaki menuju makam Mbah Kopek, Sesuai petunjuk Bapak Carik.
Segera kami putar balik arah meluncur ke lokasi. Awalnya saya sempat memandang lama Makam di Belakang SD itu, ketika kami tiba di Pidodo, dan ternyata seharusnya saya juga percaya kepada hasrat saya tadi untuk menengok di makam itu terlebih dulu.
Kemudian kami parkir di depan musholla sebelah makam.
Setelah minta ijin/ menyapa warga yang berada di belakang musholla, sambil bertanya dimana patung mbah kopek? "Ooo di bawah pohon asem, dipinggir makam itu mas". , jawab seorang Bapak. Kami secepatnya menuju lokasi.
Dan Sampailah kami :
Arca Durga Situs Pidodo Demak |
Keberadaan arca di tengah areal makam, sedikit warning bagi kami agar menjaga sikap dan tingkah laku saat disini.
Menurut kepercayaan umat Hindu, Durga (Dewanagari: दुर्गा) adalah shakti Siwa. Dewi Durga (atau Betari Durga) adalah ibu dari Dewa Ganesa, Dewa Kumara (Kartikeya) dan Ashokasundari. Ia kadangkala disebut Uma atau Parwati. Dewi Durga biasanya digambarkan sebagai seorang wanita cantik berkulit kuning yang mengendarai seekor harimau. Ia memiliki banyak tangan dan memegang banyak tangan dengan posisi mudra, gerak tangan yang sakral yang biasanya dilakukan oleh para pendeta Hindu.
Di Pidodo ini ada Arca Durga yang sedang menginjak lembu dan tangan yang memegang Asura Mahisa. (Akan saya kutipkan cerita untuk menjelaskan arca durga tersebut) Kemudian Yoni, umpak dan batuan candi lain yang rusak
Di Nusantara, Dewi ini cukup dikenal pula. Candi Prambanan, yang konon juga dipersembahkan kepada Dewi ini. Kisah tentang Bunda Alam Semesta :
Arca Durga Situs Pidodo |
Di Nusantara, Dewi ini cukup dikenal pula. Candi Prambanan, yang konon juga dipersembahkan kepada Dewi ini. Kisah tentang Bunda Alam Semesta :
Dalam cerita rakyat, kita mengenal legenda Roro Jonggrang di Candi Prambanan. Kita tidak tahu banyak, sejak kapan kisah Roro Jonggrang melegenda, dan apakah patung yang disebut Roro Jonggrang di Candi Prambanan tersebut betul mewakili legenda tersebut? Roro Jonggrang adalah seorang putri raja yang tidak senang orang tuanya ditaklukkan dan dia diminta menjadi istri sang raja penakluk. Dia berupaya menolak dengan berbagai upaya, dan karena sang raja penakluk marah maka dia dikutuk menjadi patung.
Di Candi Prambanan terdapat relief kisah mulia Ramayana dan di dunia ini hanya di Candi Prambananlah kisah Ramayana dipahat pada dinding candi sebagai relief. Dalam kisah Ramayana, disebutkan bahwa Sri Rama yang sering disebut titisan Sri Vishnu pun pada saat perang melawan Rahwana berdoa kepada Bunda Alam Semesta yang berwujud sebagai Durga.
Patung Roro Jonggrang tersebut sesungguhnya adalah patung Durga Mahishasuramardini, Durga yang mengalahkan asura Mahisha. Patung yang menggambarkan Dewi bertangan delapan dan menginjak kerbau (mahisha) tersebut tidak ada kaitannya dengan Roro Jonggrang tetapi jelas menggambarkan patung Durga Mahishasuramardini. Kata Prambanan sendiri berasal dari Param Brahman, Kebenaran Mutlak Tertinggi.
Dikisahkan suatu waktu, Resi Markandeya menceritakan kisah Bunda Alam Semesta kepada Resi Baguri. Resi Markandeya bercerita bahwa adalah Raja Suradha yang diusir dari kerajaan oleh rakyatnya sendiri bertemu di sebuah hutan dengan pengusaha Samadhi yang diusir oleh istri dan anak-anaknya. Mereka berdua merasa bahwa kejadian yang menimpa mereka berada di luar kewajaran. Kemudian mereka berdua menemui Resi Sumedha yang mengatakan bahwa mereka mengalami ilusi yang disebabkan Mahadewi bernama Vishnumaya. Mereka berdua ingin mengetahui kisah Mahadewi Vishnumaya atau ibunda para dewa, dan diceritakanlah kisah Dewi Mahatmya yang terdiri dari 3 cerita. Durga Mahishamardini adalah kisah Mahalaksmi, nama lain dari Bunda Alam Semesta yang membunuh asura di kala seluruh dewa tidak sanggup mengalahkan sang asura.
Asura Mahisha adalah seorang raja yang kuat dalam bertapa, dia memiliki power of the will (niat yang kuat), power of action (kerja keras), power of knowlege (ilmu yang dalam), tetapi tidak mempunyai power of knowingness / power of wisdom (kesadaran). Brahma menemuinya dan menanyakan apa obsesi sang asura. Mahishasura memohon Brahma agar dia dapat hidup abadi dan Brahma menyampaikan bahwa itu berada di luar kewenangannya. Kemudian Mahishasura meminta bahwa dia tidak bisa dikalahkan oleh seluruh manusia dan dewa, dan dia hanya dapat dikalahkan oleh seorang perempuan.
Brahma mengabulkan permohonannya, dan Mahishasura bergembira karena Trimurti yaitu Brahma, Shiva dan Vishnu pun termasuk dewa sehingga dia tidak dapat dikalahkan oleh mereka. Kalau mereka tidak mengalahkannya, apalagi makhluk ciptaan mereka yang berjenis perempuan, maka menurut pikirannya dia tidak akan dapat dikalahkan.
Mahishasura kemudian dengan para panglima dan pasukannya mengalahkan para dewa dan menguasai tiga dunia. Di bawah penguasaan Mahishasura yang lalim kondisi masyarakat tiga dunia semakin menderita. Di kala Trimurti kewalahan menghadapi permasalahan, maka Bunda Alam Semesta akan datang membantu. Dalam lain kisah tentang Bhandasura, para dewa yang tidak dapat menyelesaikan masalah mendapat bantuan dari Bunda Alam Semesta yang mewujud sebagai Dewi Lalita Parameswari.
Para dewa menghadap Vishnu, Shiva dan Brahma menyampaikan kesewenang-wenangan Mahishasura dan keangkuhan bicaranya bahwa tidak ada satu pun dewa termasuk Trimurti yang dapat menaklukkannya. Vishnu, Shiva dan Brahma dan seluruh dewa sedang memuncak kemarahannya akibat tindakan Mahishasura. Dan, kekuatan kemarahan terhadap kejahatan tersebut memunculkan sinar yang sangat cemerlang yang membentuk wujud seorang perempuan. Dewi yang muncul ini kemudian diperkuat dengan berbagai senjata oleh semua dewa.
Bunda Alam Semesta yang mewujud sebagai akibat kemarahan para dewa ini merupakan kekuatan yang akan mengalahkan Mahishasura. Sang dewi berkata, “Aku adalah pengantin abadi dari ParamaPurusha. Kekuatanku menciptakan alam semesta. Dia adalah “belahan jiwaku”…… Aku hanya aspek lain dari prinsip abadi. Sama seperti sepotong besi yang ditarik oleh sebuah magnet, Dia menjiwai aku. Jika Mahishasura ingin hidup, dia harus berdamai dengan dewa dan kembali ke bumi atau ke dunia lain. Apabila dia tidak ingin hidup dia harus menghadapiku dalam pertempuran!”
Mahishasura tidak mau tunduk kepada sang dewi dan bersama pasukannya menyerang Sang dewi. Sang dewi segera menciptakan pasukan yang sebanding. Mahisha menarik busur dan meluncurkan banyak anak panah, dan pertempuran dimulai. Setiap anak panah Mahisha dijatuhkan sang dewi dengan anak panahnya. Dalam waktu singkat pasukan Mahishasura telah dapat dikalahkan pasukan sang dewi. Sang dewi kemudian melemparkan Pasa (tali pengikat) untuk mengikat Mahisha akan tetapi Mahisha mengambil wujud sebagai singa dan mencoba menerkan sang dewi. Sang dewi menebasnya dengan pedangnya dan matilah sang singa.
Kemudian Mahisha mengambil wujud sebagai gajah dan melemparkan batu-batu besar ke arah sang dewi dan singa yang dinaikinya. Batu-batu tersebut dihancurkan oleh sang dewi dan kemudian sang dewi kembali membunuhnya dengan pedang. Selanjutnya Mahisha mengambil wujud sebagai seekor kerbau dan menanduk sang dewi. Sang dewi memukulnya dengan menggunakan trisula sampai sang asura pingsan. Pingsan sebentar sang asura siuman kembali dan menerjang sang dewi dengan mengeluarkan raungan yang memekakkan telinga. Sang dewi segera menginjaknya sehingga kerbau tersebut tidak dapat bergerak dan kemudian mengakiri hidup sang asura dengan sebuah cakra.
Mahisha adalah lambang dari obsesi (kama, nafsu) dan kemarahan (krodha) seorang penguasa yang membuatnya menjadi serakah (lobha). Ketiga sifat itu seharusnya dilepaskan karena ketiganya menutupi cermin kesadaran sehingga cerminnya tidak nampak lagi. Kama, krodha dan lobha lebih tangguh daripada musuh yang terlihat mata. Kadang-kadang kemarahan mengambil wujud sebagai orang yang tersenyum yang sangat membahayakan karena kita dapat dibuat lengah dan tidak waspada bahwa dia menyelipkan pisau di bawah ketiaknya. Mahishasura selalu berubah wujud, seperti pikiran yang berubah wujud dan berkembang biak sangat cepat.
Jika kita memukulnya sebagai kerbau dia akan mewujud sebagai gajah. Bila kita membunuh sebagai gajah dia akan mengambil bentuk yang lain, sehingga manusia sulit mengalahkannya. Energi kita akan habis untuk melawannya. Keinginan satu dipotong akan berubah wujud menjadi keinginan lainnya. Kecuali kita dapat memotong sampai ke akar-akarnya, ke sumbernya, atau menaklukkan esensinya. Keinginan adalah bukan wujud luar dari tindakan tetapi adalah kecenderungan yang dalam. Bahkan seseorang yang nampaknya tidak bertindak apa-apa bisa saja menyimpan keinginan yang dalam.
Kekotoran dari kama, krodha dan lobha ini dapat dihapus dengan karma yoga, melayani tanpa kepentingan pribadi. Sedangkan keinginan dari kama, krodha dan lobha dapat dihapus oleh upasana, kedekatan dengan Yang Maha Kuasa. Setelah karma yoga dan upasana kita harus masuk selalu berupaya untuk selalu berada dalam kesadaran. Ajnana atau ketidaktahuan lebih halus bentuknya daripada kekotoran dan keinginan. Ketidaktahuan akan Kebenaran, Avidya atau Ajnana membuat kita menginginkan sesuatu.
Mengapa angin bertiup kuat? Sebab, matahari tertutup oleh awan, yang menimbulkan kegelapan dan kemudian badai topan mulai bertiup berupaya menumbangkan pohon diri. Kala Atman ditutupi oleh awan ketidaktahuan, angin keinginan mulai berhembus dan mendatangkan badai kemarahan dan kekerasan. Kisah Devi Mahatmya mengajarkan transformasi dari sifat alam tamas, rajas dan satvik. Tamas mewakili kemalasan, rajas mewakili kemarahan. Satvik pun merupakan kaca transparan yang menghalangi antara kita dengan Kebenaran. Kita dapat melihat kebenaran tetapi tidak dapat mencapainya. (sumber cerita : triwidodo.wordpress.com)
Dewi Durga Situs Pidodo |
Dewi Durga dikenal juga menguasai ilmu pangiwa. Dewi Durga Bertangan delapan di masing masing bersenjatakan Cakram; petir; teratai; ular; pedang; gada; terompet kerang; trisula
Seperti yang terlihat, Arca Dewi Durga telah rusak. Tanpa Kepala dan pecah/ terputus bagian bawah (tepat di kaki). Hingga nampak terpisah lembu yang diinjak sang dewi.
Sementara itu, tangan kiri dewi Durga yang memegang Asura Mahisa masih nampak terlihat, walapun tentu saja aus di di semua sisi.
Perwujudan Asura Mahisa yang telah di takhlukkan oleh sang dewi durga :
Sementara itu, tangan kiri dewi Durga yang memegang Asura Mahisa masih nampak terlihat, walapun tentu saja aus di di semua sisi.
Asura Mahisa : situs Pidodo Demak |
Perwujudan Asura Mahisa yang telah di takhlukkan oleh sang dewi durga :
Lembu Perwujudan asura mahisa : Situs Pidodo Demak |
Lembu yang diinjak Dewi Durwa, Perwujudan Asura Mahisa :
Yoni Situs Pidodo Demak |
Yoni situs Pidodo Demak |
Umpak Situs Pidodo Demak |
Umpak digunakan sebagai penyangga tiang sebuah Bangunan. Keberadaan Umpak ini memperkuat dugaan kami bahwa di pidodo ini dulunya ada sebuah Bangunan suci yang digunakan oleh umat untuk beribadat umat agama Hindu pada jaman dulu.
Umpak Situs Pidodo Karangtengah Demak |
Dan tentu saja watu candi yang beukuran kecil, di tata di sekitar Arca Dewi Durga
Watu candi Situs Pidodo Karangtengah Demak |
Suhu Panas yang kami rasakan saat menuju lokasi, terasa berbeda saat kami berada di area situs Pidodo.
Terasa sejuk, semilir dan membuat kami betah berlama-lama. Jajaran pohon besar, asem, trembesi dan aura tenang di Situs ini membuat kami sejenak beristirahat.
Mblusuk bersama Pandawa Lima 'Tukang Mblusuk'.
Situs Pidodo Karangtengah Demak |
Ternyata sejarah memang diputus.... entahlah...apa tujuannya.
Namun satu keuntungan untuk arca Dewi durga ini. Orang akan takut berbuat macam-macam.
Situs Pidodo Karangtengah Demak |
Sebelum kami berlanjut ke Situs Pilangrejo Kec. Wonosalam Kabupaten Demak, kami 'ngisi perut" terlebih dulu : Mie Ayam Buyaran.
Sampai ketemu di kisah Mbolang Situs selanjutnya...
Mari Kunjungi dan Lestarikan....
Gabung yuk...di Grup FB Pecinta Situs DEWA SIWA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar