Rabu, 2 Juni 2021. Awalnya memang saya tak tahu menahu ada jejak peninggalan istimewa di Karangjati ini selain Ganesha Congol dan Petirtaan Kalinjaro. Padahal 2015 saya awal kali pertama ke situs Ganesha Congol, dan setelahnya entah puluhan kali lebih riwa-riwi area ini (selain situs juga main ke rekan blusukan paling gila-).
Ketemu pegiat Sejarah Karangjati
Hari inipun sebenarnya niatnya menyambangi rekan ini, selain silaturahmi lama tak bersua juga ada project Komunitas DEWA SIWA. Di Lokasi Lembah Gana, (di Blog saya ini Ganesha Banjarsari) ternyata juga ada rekan komunitas lokal rekan dari Mas Dhany, dan surprise ada si tukang limpe... Mas Seno... heee..
Situs Ganesha Congol, kondisinya saat ini, sangat membanggakan. Para pemuda dengan komando Kak Dhany sebagai sesepuh menjadikan Ganesha ini cukup hidup, mulia. Apresiasi dan salut, masih ada para pemuda yang mau nguri-nguri.
Lembah Gana, Karangjati
Setelah mengungkapkan rencana cangkrukan, sayapun berpamitan, karena waktu sudah sore, ternyata selain saya Mas Seno juga ikutan pulang. Eh mas Dhany turut serta, keset di jemuran belum kering katanya. Kami bertiga beriringan menyusuri pematang sawah, tiba-tiba mas Seno berbelok memisahkan diri. "Niliki Situs Watu Dandang", saya terbengong. Eh entengnya mas Dhany bilang, "Mosok rung reti?", sambil khas ngekek setan. "Kok umpetke kok!", sambil tanpa dikomando saya langsung berbelok mengikuti arah Mas Seno.
Benar juga....
Konon masyarakat menyebut nama Watu dandang ya karena bentuknya mirip alat untuk menanak nasi. Yang lebih menakjubkan adalah sebaran peninggalan di area ini, pernah ditemukan Guci berisikan perhiasan emas, kelat bahu, giwang, kalung, koin. Namun sudah tukarkan uang, sayangnya penjual sudah menghadak yang kuasa, sehingga tak bisa mengorek cerita dan tak tahu rimbanya kemana harta karun peradaban Kangjati tersebut. Eman2 tenan!
Link Video amatir di Channel Youtube Jangan lupa mampir ya ke :
Sabtu, 16 September 2017. Tawaran blusukan 3 hari yang lalu saat penelusuran di Situs Ki Demang Jatibarang Mijen, Semarang tak mampu kutolak.
Pujian pun tak perlu saya ungkap, karena mungkin malah mengurangi pahalanya.. heheheh. Sesuai tawaran, jam 1an saya dijemput dirumah, kemudian menuju lokasi. Tujuan utama penelusuran hari ini adalah runtuhan candi di Trisobo, Meteseh kec. Boja postingan rekan di grup WA dan FB. Walaupun.
Lumpang berada di seberang Warung Es Degan Mijen
Informasi sangat terbatas dari pengupload, namun kami berdua tak patah semangat. Tetap berpikir positif, mungkin belum terbuka hatinya berbagi info kepada kami (terutama susahnya info jika saya bertanya... maaf curhat).
"Sebelum ke Trisobo, mampir dulu di Lumpang Mijen" , kata LekSur. Dari Gunungpati, kami lewat jalur alternatif yaitu SMPN 22 Semarang ambil kiri, Kaligetas, Duduhan (bertebaran situs di area Duduhan Jatibarang) tembus kubota/markas brimob bsb, kemudian ambil kiri melewati pasar Mijen.
Petunjuk yang paling mudah, dari arah Semarang 100m sebelum Puskesmas Mijen, tepat diseberang warung es degan, "Mas Imam, di beri info rekannya", jelas Lek Suryo sesaat setelah parkir motor di lahan kosong.
Lumpang Mijen di Pojokan
Lumpang tertanam ditanah dan masih bertahan.
Situs Watu Lumpang Mijen, Semarang
"Awalnya info yang saya terima lumpang kecil, saat kutengok ternyata ada lumpang yang berukuran lebih besar pula", Lek Sur menirukan cerita dari Mas Imam
Kondisi lumpang nyaris tenggelam didalam tanah, hanya penampang atas yang terlihat. Lumpang juga telah terpotong 30%.
Secara visual asli orang awam seperti saya, lumpang ini nampaknya "benar-benar" ditinggalkan.
Situs Watu Lumpang Mijen, Semarang
Didekatnya ada lumpang versi kecil. Dengan lubang lumpang nampaknya menyesuaikan ukuran.
Situs Watu Lumpang Mijen, Semarang
Hanya bisa menduga, jika lumpang yang besar mungkin adalah lumpang yang digunakan bersama untuk ritual orang sekampung pada masa itu, sedangkan yang kecil mungkin digunakan ritual pribadi (tentu saja bangsawan pada masa itu).
Maaf ini kesimpulan orang awam seperti saya yang tak punya background arkeolog atau sejenisnya... hanya seseorang yang cinta saja.
Dengan kerendahan hati menerima, pencerahan. Walaupun yang saya alami susah mendapatkan cerita dari yang katanya suhu... hahahhaha. Ilmu padi hanya retorika bagi mereka.
Maaf saya memang kecewa dengan beberapa oknum tersebut. Karena mungkin memang kisah di blog ini dianggap sebelah mata saja olehnya ... hehehhe, namun bagi saya.... ya memang begitu, saya terima dengan lapang dada, yang penting blusukan dan berbagi ikut meng-edukasi walaupun sepele saja yang saya lakukan. Abaikan jika kalimat tersebut agak lebay... Sesuai suasana... hahaha.
Video amatir :
The Partner, Lek Sur
Suryo Wibowo : di Situs Lumpang Mijen Semarang
Salam pecinta situs dan watu Candi.
Berlanjut penelusuran situs di Trisobo, Meteseh Boja.
Kisah blusukan Sambungan dari Situs Watu Lumpang Bubakan a.k.a Mbah Bathok ra. Kami keluar lagi ke arah jalan Gunungpati - Cangkiran, ambil arah kiri. Di sebelah kanan (saat kami ke sini, sedang dibangun perumahan elit: Teras Bali). Setelah Perumahan tersebut, sobat pelan-pelan... Di Sebelah kanan ada gang masuk, ikuti gang tersebut. (Petunjuk arah menyusul---kemarin ta sempat) Ketemu dengan perumahan baru, dengan jalan berpaving, jalan masuk tadi beraspal. ada Pos kampling ambil kiri. telusuri gang lurus (konon jalan tembus je Jatiombo). Pemandanga yang menari, unik (sayangnya saya tak bisa ambil gambar)...: Di kabel Listrik di atas pertumahan... berjejer baris ribuan pohon pipit. Saat kesini sekitar jam 4 / 5 sore.
gambar 1
Di Pojokan perumahan Situs Watulumpang Ke Setra Berada, (gambar 1 : saya ambil posisi sejajar dengan watu lumpang, dengan arah ke perumahan) Watu Lumpang dibuatkan peneduh ala kadarnya oleh warga sekitar, dan nampaknya masih digunakan untuk ritual tertentu
Situs watu Lumpang Setra Tambangan
Masih di'muliakan' dengan bukti sisa-sisa pembakaran dupa, kemenyan dan bekas lilin (yang mungkin digunakan untuk penerangan pelaku ritual-yang biasanya malam hari)
Watu Lumpang Setra Tambangan Mijen
Watu Lumpang Setra Tambangan Mijen terlihat dari atas masih nampak mulus, lubangnya pun masih nampak aura berwibawa. Namun sama sekali tak kami dapatkan sekelumit sejarah / legenda ataupun mitos dari warga disekitar. karena memang Situs ini jauh dari pemukiman warga kampung asli. Hanya dari cerita Kang Mas Roso, rekan dewa siwa yang pernah 'tirakat' di tempat ini, beliau mendapat informasi adanya petilasan kuno di sini. "Saat nyepi di Situs Watu Lumpang ini, malah ditemui penunggu yang berwujud wanita cantik, yang menunjukkan di sekitar situs dulunya ada petilasan. Hanya itu yang saya dapat". Jelas Kang mas Roso.
Karena Blusukan kali ini masih bersama Kang daru lelana saya cuplikkan lagi hasil diskusi saat berada di Situs sebelumnya :
"Watu Lumpang pada masa Hindu-Buddha digunakan sebagai piranti untuk penetapan tanah Sima. Yaitu semacam tanah yang disucikan, di mana hasil pertanian dari tanah tersebut digunakan untuk memelihara suatu bangunan suci. Jadi semacam tanah wakaf untuk masjid, pada era sekarang. Watu Lumpang disebut juga "Sang Hyang Kalumpang", dipergunakan oleh pemimpin penetapan tanah Sima (Makudur) untuk memecahkan telur dan sebagai landasan memotong leher ayam. " urai Mas daru Lelana.
Awalnya mendapat kabar diajak mblusuk bersama wartawan media nasional di lokasi ini.
Namun beberapa hari sebelumnya memberi kabar urung dilaksanakan, karena ada keperluan yang mendadak. Beberapa rekan yang awalnya tertarik ikut namun waktu menunjukkan jam 09.00 tak satupun nampak batang hidungnya.
Gerbang Gang Badur : Petunjuk 2
Akhirnya hanya kami berdua (Saya dan Lek Trist) yang hampir 1 jam menunggu di Depan terminal Cangkiran.
Kami putuskan untuk segera ke lokasi. Dari Terminal Cangkiran, situs ini sangat dekat sekali.
Gang Badur : Petunjuk 3
Dari tempat nongkrong kami, sambil sarapan arem2 dan bubur kacang ijo.... Gambar petunjuk 1 saya ambil.
Menuju Lokasi masuk Gang perkampungan tepat disamping Indo****(Gambar petunjuk 2).
Masuk jalan perkampungan tersebut. Kira-kira 100m, kemudian akan ketemu dengan tugu 10 Program Pokok PKK RT 02 RW III Cangkiran. tepatnya di Gang Badur (Petunjuk 3).
Sampai di Petunjuk 3, Sahabat ambil kiri, gang sedikit naik jalan berpaving tersebut. Kira-kira 500m ketemu dengan TPQ Assalam. Situs Yoni Cangkiran persis ada di belakang TPQ ini.
Inilah Situs Yoni Cangkiran itu:
Yoni Situs Cangkiran a.k.a Mbah Badur
Situs ini tepatnya berada di RT 02/ III Kelurahan Cangkiran Kecamatan Mijen Semarang. Masyarakar sekitar lebih mengenal dengan 'Watu Cangkir' Mbah Badur. dan konon karena mirip dengan Cangkir (Gelas untuk minum/ mug) jadilah nama daerah ini menjadi "Cangkiran".
Penggambaran Siwa selain sebagai manusia, seringkali digambarkan dalam bentuk lingga. Lingga yang digambarkan sebagai kelamin laki-laki biasanya dilengkapi dengan Yoni sebagai kelamin wanita. Persatuan antara Lingga dan Yoni melambangkan kesuburan. Dalam mitologi Hindu, yoni merupakan penggambaran dari Dewi Uma yang merupakan salah satu sakti (istri) Siwa.
Yoni merupakan bagian dari bangunan suci dan ditempatkan di bagian tengah ruangan suatu bangunan suci. Yoni biasanya dipergunakan sebagai dasar arca atau lingga. Yoni juga dapat ditempatkan pada ruangan induk candi.
Watu Cangkir : Cikal Bakal nama Cangkiran
Bentuk Yoni bujur sangkar, sekeliling badan Yoni terdapat pelipit-pelipit, seringkali di bagian tengah badan Yoni terdapat bidang panil. Pada salah satu sisi yoni terdapat tonjolan dan lubang yang membentuk cerat. Pada penampang atas Yoni terdapat lubang yang berfungsi untuk meletakkan lingga. Pada sekeliling bagian atas yoni terdapat lekukan yang berfungsi untuk menghalangi air agar tidak tumpah pada waktu dialirkan dari puncak lingga. Dengan demikian air hanya mengalir keluar melalui cerat.
Yoni Cangkiran
Bagian-bagian yoni secara lengkap adalah nala (cerat), Jagati, Padma, Kanthi, dan lubang untuk berdirinya lingga atau arca. Saat sampai kesini, kondisi pagar digembok. Beruntunglah saya, beberapa hari sebelumnya lek Trist, pernah kesini.... (ceritanya ini mbolang guide), dari pengalaman-nya pula. Kami minta tolong ibu-ibu yang rumahnya didepan Situs cangkiran untuk meminjamkan kunci.
Singkat cerita, akhirnya kami bisa masuk, untungnya ada "turahan jajan", jadi bisa untuk si kecil (anake ibu tadi).... biar gak kapok minjamkan kunci. hehehehe.
Di situs ini terdapat 2 Yoni yang berbeda ukuran dan berbeda kondisi pula. Yoni yang besar tanpa lingga, sementara Yoni yang sedikit lebih kecil masih dengan Lingga namun sudah rusak/ tak utuh lagi, pecah.
Yoni yang besar ;
Yoni Situs Cangkiran Mijen Semarang
Yoni Yang besar kondisinya cukup terawat, Masih mulus walau ada sedikit retakan di ceratnya. Sehingga warga berinisiatif membuatkan penyangga cerat Yoni. Yoni ini unik karena terdiri dari Pasangan perbagian, bukan Yoni satu kesatuan.
Penampang atas bagian yoni Situs Cangkiran
Penampang atas Bagian Yoni, terdapat lubang lingga dan bidang lekukan batas penahan air...
Lubang Yoni, tempat Lingga
Kondisi Masih mulus, secara overall nampak terawat. Di bagian Penampang Atas Yoni, terdapat Lubang tepat seharusnya Lingga berada. Namun Warga sekitar geleng kepala saat kutanya keberadaan lingga. warga hanya menyebut dulu ada 'alu'-nya tapi sekarang hilang. Keunikan Yoni Cangkiran : Lubang Lingga cenderung bulat.
Bagian tengah yoni
Bagian Badan Yoni / Bagian tengah yang terdapat bidang panil/ berpola sederhana. Beberapa bagian nampak sudah 'gumpil'. Namun terlihat masih baik kondisinya. Perbedaan warna sekilas menandakan perbedaan lamanya sinar matahari, hujan dan hasil terpendam di tanah. Di Badan Yoni ini nampak sedikit cerah, dibandingkan penampang atas Yoni yang kehitaman.
Bagian Bawah Yoni
Bagian bawah Yoni, berupa pasangan yang terpisah. Keunikan lain Yoni Situs Cangkiran. Kondisi sekitar Yoni Cangkiran ini relatif baik. Nampak rapi dengan lantai yang diplester. Lumut pun jarang terlihat. Salut!
Yoni Cangkiran
Detail sambungan seperti 'lego' antara bagian atas dan bawah yoni. Cerat Yoni, Tempat mengalirnya air suci yang disiram ke Lingga.
Cerat Yoni Cangkiran
Di Bagian cerat ini diberi penyangga oleh warga, karena nampaknya ada sedikit keretakan, yang bila dibiarkan tentunya cerat menjadi patah.
Penyangga cerat Yoni Cangkiran
Penyangga cerat yang retak, sekaligus untuk menutupi retak itu warga memberi semen alias di plester. (maksudnya baik memang, walau nilai artistiknya berkurang) Keunikan lain, Yoni Cangkiran ini hiasan pada Ceratnya. Selain sederhana, namun masih terlihat detail keindahanya.
Hiasan cerat Yoni Cangkiran
Hiasan Cerat Bagian Bawah,
Hiasan Cerat Bagian atas, unik.
relief sederhana di cerat yoni cangkiran
Yoni yang lebih kecil ;
Yoni yang satu ini, masih sama dengan Yoni yang berukuran besar. Terdiri dari beberapa bagian alias bukan satu kesatuan.
Yoni Cangkiran
Dengan Kondisi yang telah pecah di beberapa bagian. Oleh warga penataan bagian atas dan bawah dipisah karena penampang atas yoni telah pecah. Bahkan Cerat nampak telah patah dan ditaruh di antara tumpukan.
lingga situs cangkiran
Lingga
Dalam Lingga Purana di jelaskan makna lingga adalah simbol Dewa Siwa (Siwa Lingga). Seperti filosofis yang terkandung di dalamnya. Semua wujud diresapi oleh Dewa Siwa dan setiap wujud adalah lingga dan Dewa Siwa dalam hal ini sebagai simbol pemujaan terhadap Tuhan itu sendiri yang diyakini sebagai Sang Pencipta. Kemudian di dalam Siwarti kalpa di sebutkan lingga merupakan simbol siwa yang di puja untuk memuja siwa. Kitab Siwa Purana dan Siwaratri Kalpa karya Empu Tanakung ini semakin memperkuat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam perwujudan sebagai Siwa.
Dapat di tambahkan seorang intelektual Hindu Swami Harshananda pada Sri Ramakrisnha Ashrama menyebutkan Lingga dan Yoni sebagai Simbol Tuhan God dan umat Hindu yang universal: secara literal Siva artinya keberuntungan dan Lingga artinya satu tanda atau satu simbol. Dari sini Sivalingga adalah satu simbol Tuhan yang agung dan semesta yang sepenuhnya adalah keberuntungan.
Ada juga yang menyebutkan bahwa Lingga lambang api, sebagai lambang dari kekuatan atau kekuasaan, sedangkan Yoni merupakan melambangkan bumi, keduanya itu saling bertolak belakang, namun bila keduanya bersatu akan melahirkan kekuatan atau energi, itulah makna pertemuan antara lingga dan yoni.
Adapula yang menjelaskan bahwa bersatunya Lingga Yoni melambangkan Kesuburan.
Lingga Yoni merupakan salah satu bentuk ikon Siwa yang paling banyak digunakan, ditemukan hampir di semua mandir Siwa. Bentuknya bundar, eliptik, citra aniconic, biasanya diletakan di atas dasar bundar, atau pitha.
cerat yoni yang patah
Sivalinga adalah simbol paling kuno paling sederhana dan Siva, khususnya Parasiva, Tuhan di luar semua bentuk dan sifat-sifat. Pitha merepresentasikan Parashakti, kekuatan Tuhan
cerat yoni patah
Di depan, yoni, terselip ada Lapik Arca berbentuk padma,
lapik arca
Keberadaan Lapik Arca ini, menegaskan adanya bangunan suci pemujaan di situs ini. Untuk informasi arca apa yang dulu diletakkan di atasnya, saya tak bisa mendapatkan secara pasti. Entah masih terpendam, rusak ataupun sudah hilang di'curi' orang.
Dari seorang warga yang tertarik dan mendatangi kami, saat mendokumentasikan situs ini, Kami dapat cerita, "Mbah Badur-lah yang membuat watu cangkir ini mas..., bisa dibilang seniman nya. Jika digali masih banyak watu candi yang terpendam. Alu itu bahkan dulu ada ditengah lorong jalan itu (sambil menunjuk jalan di samping TPA), karena di tengah jalan gang tersebut, sering mengganggu karena kadang warga 'tersandung', akhirnya diangkat dan dipindah ke lokasi yang saat ini.", jelas Beliau.
Di situs Mbah Badur : Mas trist, anak pengambil kunci dan bapak informan
Makam mbah Badur yang berada di sebelah, nampak masih dirawar dan dijaga kebersihan, "Ya sebagai penerus kita harus menghargai leluhur mas, apalagi Mbah Badur ini cikal bakal Cangkiran ini", tambah beliau.