Kadang apa yang akan terjadi, sudah diberikan pertanda. Seperti Pagi ini, habis absen, kemudian saya langsung lihat youtube di CPU… entah kenapa lagu yang kudengarkan lagu lama… “Pacar Lima Langkah, dari Iceu Wong”.. Apa hubungannya?, baca sampai akhir ya….
Antefik Bandungan |
Sebenarnya masih pagi dan sama sekali belum jam layak pulang kerja, tapi daripada stress jam 9 pagi saya nekad meluncur ke Rumah Pak Nanang di Berokan Bawen. Niatnya sebenarnya leyeh-leyeh saja.
Setengah spekulasi, entah ada Pak Nanang atau tidak (sepertinya lagi tuman hobi mbedhilnya), tadi pagi sebelum berangkat kerja cuma isi pertalite 1 liter, uang tinggal cemban. Tapi “sing penting yakin’ tetap ku jadikan pegangan. Sampai dirumah pak Nanang, kemudian ngobrol ngalor-ngidul. Ngopi plus nyomot Malboro nya Pak Nanang (walau tak cocok rasanya, tapi bagaimana lagi… dan itu semua cukup membuat kepala adem).
Saat asyiknya ngerumpi, kedatangan tambahan rekan.. mas Seno. Yang ternyata sudah janjian blusukan dengan Pak Nanang tanpa saya ketahui. Saya bersyukur tentunya… yang terharu tapi rikuh bin membuat saya sangat tidak enak, selain Kopi, saya juga minta rokok…. Eh pak Nanang pergi keluar sebentar karena nyari rokok pribumi… (wah utang budi harus kubalas… maturnuwun pak).
“Destinasi kita kali ini, info yang sebenarnya sudah cukup lama, tapi yang ngasih info memang kebanyakan micin mungkin. Soalnya informasi ya sebatas gambar dan daerahnya saja.. “, jelas Pak Nanang. Bahkan sayapun, yang membonceng mas Seno tak di beritahu tujuan blusukan kali ini..
“Pokoknya ikut wae!” tegas Pak Nanang.
Ya sudah….Dari Basecamp Dewa Siwa (Komunitas), kami lewat jalur tembus yang kemudian baru saya tahu ternyata mengarah ke Bandungan.
Sambil mengguman agak keras, pikirku jauh pak? Ternyata njenengan durasi juga … heheheheh. Nyari yang deket. (baca=beliau harus jemput istri jam setengah 2…. Yang terjadi saya akan cerita nanti… hahahah).
Dari Pasar Bandungan lokasi cukup dekat, sesuai dengan lagu yang kudengarkan pagi ini.. Lima Langkah saja. “Kita ada di desa Penyanyi”, seloroh Pak Nanang tertawa keras (nampaknya beliau belum menyadari durasi mengintai kejam.. hahahahha).
Kami kemudian meluncur ke tempat rekan Pak Nanang, dimana rekan beliau ini yang tahu lokasi destinasi kami. Sebuah batu ber-relief segitiga. Yang diduga merupakan struktur di tepi atap bangunan candi : Antefik.
Antefik Bandungan |
Saya belum bisa menyebutkan lokasi dan nama si empunya batu berelief ini, karena menurut saya pribadi ini riskan. Namun lokasi masih di area Bandungan, desa Penyanyi. Lima Langkah dari Pasar Bandungan. "Dulu saya bawa dari sawah saya yang berada sebelah desa di sebuah lereng, saat saya mencangkul, tiba-tiba mengenai batu ini. Ya sudah saya selamatkan dan saya bawa pulang”, cerita beliau. Dan lagi lagi mohon maaf di lereng mana (nama tempat) saya tak bisa menyebutkan, soalnya menurut beliau masih banyak batu yang seperti ini).
Struktur Bangunan Candi |
“Pernah saya titipkan ke orang pintar di desa ini, namun kemudian beralih tangan ke orang pintar lain, setelah yang kedua meninggal kemudian waktu itu saya akan membuat taman beserta kolam, eh batu berelief itu kembali ke rumah saya lewat tangan para pemuda”, urai beliau. Tak dapat dinalar tapi mungkin inilah yang dinamakan berjodoh, dan ‘mereka’ memilih sendiri.
Ngobrol ngalor ngidul bahkan kami sampai ditawari untuk dipandu ke sebuah puncak yang banyak watu candinya. Kira-kira perjalanan dengan jalan kaki sekitar 3-4 jam. Cukup menarik mendengar beliau bercerita.
Struktur Bangunan Candi |
Struktur Bangunan Candi : ada pelipit |
Melihat kontur daerah, juga ciri ataupun prasangka kami. Area yang kami kunjungi ini area yang menjadi lokasi yang istimewa dimasa lalu. Keberadaan sisa struktur bisa menjadi bukti awal. Apalagi tak jauh dari lokasi ini ada mata air yang debitnya cukup besar dan dibawah lokasi ini ada informasi lain sebuah tinggalan berbentuk tangga.
Namun tawaran kelokasi tersebut harus saya tolak. Saya juga terbatas jam penelusuran. Apalagi Pak Nanang. Setelah tahu sekarang jam 2… seketika wajah pak Nanang seperti tiada duanya…hehehhe. Segera kami pamit dan start Marquez saja kalah kencang… dari laju pak nanang di depan kami. Padahal jalan menurun, berkelok dan sempit serta ramai.
Sedetik kami berkedip, pak Nanang sudah tak terlihat bayanganya. Saya dan Mas Seno tertawa ngekek bersama. Saya sedikit lebih keras ditambahi puas karena selama ini yang ngece, akhirnya merasakan juga. Segera Mas Seno saya suruh ngebut, karena saya harus ambil motor di rumah Pak Nanang, tentu meloloskan diri adalah cara yang bijaksana untuk saat ini… hahahahah… sambil membayangkan apa yang terjadi atas diri Pak Nanang.... (Untuk apa yang terjadi---nantikan di kisah selanjutnya)
Mari tertawa… dan bernyanyi…. Pacarku lima langkah… xixixixi----
Maturnuwun Pak Nanang dan Ma Seno… Pak Wisanggeni, juga Pak Murhantoni Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
Kiri ke Kanan : Pak Wisanggeni, Pak Murhntoni, Mas Seno dan Pak Nanang K |
#hobikublusukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar