Watu Lumpang Ngobo, Wringinputih Bergas |
Kamis, 13
April 2017. Ritual Kemisan berlanjut. Sebelum saya ceritakan kisah perjalanan
ke Lumpang Ngobo ini, sebelumnya akan saya suguhkan sisi lain dari kisah ini. “Atribute to My
Brother Eka Budiyono” (Kawan, rekan saudara saya senasib suka duka dalam blusukan
: menurut pandangan saya) adalah tajuk utama dari tulisan saya ini.
Watu Lumpang Ngobo, Wringinputih Bergas |
Cerita
berawal dari penelusuran di Watu Lesung Ngobo (di dusun yang sama) beberapa
waktu lalu, dimana waktu itu kami (Saya, Double Eka dan Mas Dhany) mendapatkan informasi dari warga sekitar perihal keberadaan Watu lumpang di tengah kebun
karet dekat dengan sawah.
Saat itu walau sudah dengan susah payah, menguras
tenaga serta menghabiskan waktu kami telusuri tapi tak ketemu. Hingga akhirnya
beliau lah ; Eka Budiyono— yang ternyata sangat penasaran esok harinya
mengadakan penelusuran sendiri. Dan ketemu. Parahnya, keberadaan Watu Lumpang
Ngobo ini ada di area dimana blok tempat saya ngubek-ngubek. Bahkan masih saya ingat batu yang saya pegang
ternyata berjarak 5 langkah saja dari watu lumpang Ngobo. Berjarak kira-kira
750m garis lurus dari depan SDN Wringinputih 02, sementara watu lesung berada
dibelakang SDN tersebut.
Watu Lumpang Ngobo, Wringinputih Bergas |
Barulah kali
ini, atas jasa Mas Dhany yang bersedia meluangkan waktu disela kesibukannya
untuk sekedar mengantar saya yang haus dan selalu kecanduan blusukan. Terimakasih. Janjian ketemu di masjid Ngobo,
kemudian kami meluncur menuju lokasi.
Warga sekitar
Ngobo terutama generasi yang tak terlalu tua sekali (seusia kakek/nenek = yang
masih Bapak) tak ada yang tahu keberadaan watu lumpang ini, apalagi generasi
mudanya… Sayang sekali, ketika kami bertanya malah balik bertanya..
Watu Lumpang Ngobo, Wringinputih Bergas |
“Apa ada sini? Kurang kerjaan ae mas
menelusuri batu seperti itu”, jawab seorang muda di warung dimana dia
nongkrong. Kami tak menimpali karena bagi kami ini pilihan, dimana kami ingin
memengang kunci ketika “Wong Jowo yo ojo ilang Jowone”. Hanya keprihatinan di lubuk hati kami, padahal
sejarah panjang Lumpang ini tentu sungguh menarik. Apalagi dalam satu area yang
tak terlalu jauh ada peninggalan lain yang se-jaman.
Fungsi
lumpang bermacam-macam di berbagai sumber yang pernah say abaca… Ada Lumpang
yang digunakan sebagai penetapan tanah sima
perdikan (namun lumpang ini khas,
ada cirri khusus missal adanya inkripsi di lumpang, bentuknya detal bulat, dsb.
Ada Lumpang untuk ritual persiapan sesajen, Ada pula Lumpang yang digunakan
untuk ritual masa tanam/panen. Namun benang merah keberadaan watu lumpang
menurut saya pribadi pasti berada di lahan yang subur dimana area sekitar
pastinya dulu sebagai lahan pertanian yang amat penting bagi masyarakat pada
peradaban yang lampau.
Watu Lumpang Ngobo, Wringinputih Bergas |
Dimensi
lumpang belum dapat saya berikan, mohon maaf karena terburu dan sering terlupa.
Kondisi lumpang hampir seluruhnya diselimuti lumut, dibeberapa titik lumpang
ada pelapukan seingga lumpang tak lagi mulus,
rata. Namun tetap mempesona menyiman misteri. Bukan mistis, Karena lumpang
adalah hasil peradaban, laku budaya, karya dari manusia pada zaman jauh sebelum
kita.
Niat hati
ingin sekedar menghilangkan lumut, namun durasi saya dan sang guide yang
membatasi kami, sehingga kami urungkan, semoga ada setelah ini yang merawat,
memperhatikan Watu Lumpang Ngobo ini. Semoga.
Di Situs Lumpang Ngobo. Ket Gambar ki-ka : Eka WP, Dhany Putra, Eka Budi |
Maturnuwun
Mas Dhany, The last Knight (penolong di detik terakhir, menjadi guide, dikala
yang lain mundur dan menjadi penjaga)…hehehehe…
Salam Peradaban
Sambil
menulis kisah ini… tak salah rasanya saya juga mendengarkan Lagu Peterpan : Tak
Ada Yang Abadi … (bukan bermaksud lebay namun mencoba memahami pilihan
beliau…Semoga sukses kawan! : Eka Budiyono) Bersambung to Farewell Party to my
Brother.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar