Kamis, 01 November 2018

Candi Bogang : Candi yang konon tak terselasaikan


Candi Bogang Wonosobo
       Kamis, 1 November 2018. Sebuah rencana cukup lama yang akhirnya terkabul juga. Sekitar awal tahun 2012, waaktu itu saya bersama rekan kerja perjalanan pulang dari Perpusda Purbalingga, saat mobil berjalan lumayan ngebut, saya duduk di jog barisan belakang mobil sejuta umat. 
      Ketika melamun menengok sebelah kiri…. Mata saya langsung dikagetkan penampakan arca budha! Dipinggir jalan, Saya bingung, harus bagaimana akhirnya terdiam. Setelah 1km kemudian mobil mampir di SPBU, saya bercerita kepada rekan, eh rekan tersebut malah “Lha tadi minta berhenti sebentar tidak apa apa kok!”, lemes saya…. 
     Sampainya dirumah, saya langsung mencari informasi dan data keberadaan situs ini. 
   "Candi Bogang”…. Nyesek….! Keinginan penelusuran ke Candi Bogang timbul lagi, menyala di hati setelah membaca berita mengenai penemuan Arca Budha kedua sekitar tahun 2017.
     Akhirnya hari ini setelah berulangkali rencana menemui kegagalan, akhirnya saya nekat “Harus hari ini atau tidak sama sekali”, Begitu tekad saya. Sambil mencoba menghubungi “sedulur lanang” Wonosobo, jam 10 saya langsung meluncur. 
      Bagaimanapun durasi tetap menjadi adrenalin yang harus saya taklukkan, Jam 4 wajib sudah sampai rumah. Sambil menyiapkan fisik, Perlengkapan (jas hujan, sandal jepit karena sudah mulai memasuki musim penghujan), mental (blusukan situs sendiri butuh mental khusus, sudah lama saya tak mengalaminya, perlu menumbuhkan lagi) dan tentu saja karena ini blusukan logistik tak terlalu banyak. (coba nanti di akhir tulisan akan saya tulis berapa logistik yang saya butuhkan. Singkat cerita.
       Pas azan dzuhur, saya sampai di Candi Bogang, langsung masuk dan mohon izin ke petugas. Segera mengeksplor. Memuaskan pandangan mata saya.


Candi Bogang
    Pertamakali ditemukan, kepala Arca Buddha pada tanggal 23 Februari 1982 (saat ini demi alasan keamanan Kepala arca di simpan di Museum Karmawibhangga Kompleks Candi Borobudur). awalnya, tempat ini hanya suatu gundukan tanah tanpa ada bangunan di atasnya. 
     Namun, saat tempat ini akan dijadikan tempat parkir oleh pemilik rumah makan yang berada tepat di sebelah Candi Bogang, ternyata ditemukan sebuah arca kepala Budha. Penemuan arca tersebut kemudian dilaporkan kepada BCB Jateng dan menjadi titik awal dari ekskavasi kawasan Candi Bogang.
(Saya ambilkan dokumentasi tarabuana kepala arca tersebut).

      Candi Bogang sendiri berada di Jalan Raya Banyumas KM 5,5, berseberangan dengan Kantor Imigrasi II Wonosobo. Secara administrasi Candi Bogang berada di Kelurahan Selomerto, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo. 
   Saat saya lewat itu (2012), Arca yang tampak dari jalan raya hanya satu. 



       Karena memang arca yang kedua masih terpendam (masih dalam satu area) dan saat itu belum diangkat.

eskavasi arca kedua Candi Bogang

     Saat ini (2018) Kedua Arca, sudah berdiri dan ditempatkan di Pendopo ini. 
Arca di Candi Bogang

     Arca yang pertama tak punya ciri khusus, namun arca yang kedua (yang berukuran lebih besar) memiliki bentuk khusus, seperti yang dipaparkan Veronique Degroot dalam bukunya Candi, Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial organization of Central Javanese temples remains, menyebutkan bahwa arca kedua Candi Bogang ini mempunyai bentuk yang menyerupai bodhisattva avalokitesvara.
Arca yang pertama : 



Arca Yang Kedua, 







    
      Informasi yang terpampang di papan informasi di sekeliling Candi Bogang memang tidak secara detail membahas Arca ini. Berikut ini yang bisa saya cuplikkan dari papan keterangan Candi Bogang :

       Berdasarkan tinggalan artefak berupa Arca Buddha berukuran relatif besar menunjukkan situs ini memiliki peranan penting dalam perkembangan sejarah masa pengaruh Hindu-Buddha di Jawa periode abad VIII-X Masehi. Pada masa itu telah berdiri Kerajaan Mataram Kuno.      Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak awal abad ke 8. Pada awal berdirinya, kerajaan  ini berpusat di Jawa Tenga. Kerajaan ini sebenarnya mempunyai dua corak agama yang dianut di dalamnya, yaitu hindu Siwa dan Buddha Mahayana. Masuknya pengaruh ini merubah tatanan hidup masyarakat menuju kondisi yang lebuh baik dari sebelumnya. Tata kehidupan masyarakat yang diatur melalui lembaga kesukuan berubah menjadi lembaga kerajaan yang lebih kompleks seperti adanya sistem birokrasi, undang-undang, tentara dan istana yang mengatur kehidupan masyarakat. Konsp ini merupakan awal kehidupan bernegara

Candi Bogang
     Berbeda dengan Candi Arjuna ataupun candi lainnya yang berada di kawasan Dieng yang merupakan peninggalan Hindu, Candi Bogang ini merupakan situs peninggalan agama Budha. Jacques Dumarcay dalam bukunya Candi Sewu and Buddhist Architecture of Central Java menyebutkan bahwa Candi Bogang merupakan bukti penyebaran Budha oleh Wangsa Sailendra di daerah Wonosobo, yang kemungkinan terjadi pada Abad 7 - 8 Masehi. 
    Literatur lain yang ditulis oleh Djoko Dwiyanto dalam Laporan Hasil Sementara Ekskavasi Penyelamatan Candi Bogang mengatakan bahwa situs ini erat kaitannya dengan situs Candi Mendut, candi Buddha yang terdapat di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Arca dan batuan candi yang ditemukan di kawasan ini mirip dengan struktur batuan dan arca Candi Mendut. 
    Candi Bogang, mungkin saja dulu merupakan bakal candi yang serupa dengan Candi Mendut, namun tidak terselesaikan pembangunannya,  entah karena perselisihan atau bencana atau sebab lain yang masih terselubung misteri tanda tanya. 
Mie Ongklok Wonosobo
     Setelah merasa cukup, kemudian saya beristirahat sambil menunggu sedulur Wonosobo "Kang Seto" yang langsung nyamperin. Awalnya akan di antar ke 1 situs lagi. Namun karena jam ditangan saya sudah menandakan durasi mepet. Saya angkat tangan dan lain kali saja. 
Tapi Pesona Mie Ongklok tak mampu kutolak.
 Maturnuwun Kang Seto.

Saya dan Kang Seto
Salam pecinta situs dan watu candi


Sampai ketemu di kisah blusukan selanjutnya….
#hobikublusukan

Sumber Bacaan : 
1. wedangankopijahe.blogspot.com
2. tarabuwana
3. gmaps

Nb:

· -Kurang lebih 6 jam jam PP dari Ungaran saya habiskan waktu untuk blusukan ini, termasuk istirahat beberapakali
· 2 kali isi pertalite @ 20rb.
· 1 x mampir di xxxxxmaret ( 2 roti sandwich coklat, 1 botol air mineral, 1 teh kotak, 1 kopi dan 1 pocari sweat, jarum12) total 40rb (free Mie Ongklok...hehehe)
“60rb saya sudah sampai Wonosobo - PP….. mahal atau murah itu relatif”.

Kamis, 25 Oktober 2018

Mampir di Watu Lumpang di Halaman Soto Sedep Jambu


Watu Lumpang di Halaman Soto Sedep Jambu
Kamis, 25 Oktober 2018. Cerita ini adalah bonus blusukan, diluar rencana sama sekali. Bahkan sampai di detik terakhir Pak Nanang dan Mbak Laiva tak mengetahui destinasi ini. 
Ceritanya setelah mampir di rumah Paklik saya, kemudian perjalanan pulang kali ini seperti biasa joki motor Mas Dhany, bila membonceng, seperti tulisan di angkot, “Bukan cepat, hanya terbang rendah…” hehehhe. Makanya jalan selalu didepan pak Nanang.
 Sesampainya di resto Soto Sedep Jambu saya memberi kode Pak Nanang untuk mengikuti kami, awalnya ekspresi Pak Nanang menolak untuk makan soto, padahal memang gak ada yang traktir pak…heheheh. 

Kami langsung menuju sebuah bangunan berbentuk cungkup berjeruji.
 Watu Lumpang di Halaman Soto Sedep Jambu
Watu Lumpang di Halaman Soto Sedep Jambu
Tertanam dalam arti diplester dengan semen lengkap dengan pernik-pernik puzzle dari pecahan keramik warna-warni. Sudah sejak lama saya sebenarnya ingin menyambangi watu lumpang ini. Namun entah kenapa tak terlaksana juga.
Di dalam jeruji ini, 
Awal saya mengetahui keberadaan Watu Lumpang ini dari berita di Koran tentang kekisruhan “ adanya gazebo” soto sedep yang menutupi masjid. Di salah satu kalimat dalam berita itu meceitakan tentang kebeadaan sumur yang dikeramatkan dengan adanya watu lumpang. Langsung saat itu saya mencari sisik melik. Bahkan beberapa rekan langsung mendokumentasikannya. 
Di Google Maps Gazebo tersebut masih Nampak ada..:
Kondisi saat ini, sayangnya banyak sampah di atas lumpang ini… padahal saya yakin orang tersebut tahu ini bukan lubang sampah!
Semoga pengelola Soto Sedep rutin membersihkan, Potensi fasilitas wisata sejarah ada di Halaman Soto Sedep ini, polesan sedikit jadilah. Pengalaman kami saat di lokasi ini, ketika mengambil beberapa gambar, eh banyak orang yang penasaran.
Salam pecinta situs dan watu candi

Sampai ketemu di kisah blusukan selanjutnya….

#hobikublusukan

Nb:
“OOO pantes Mbak Laiva sepanjang perjalanan gelisah, bahkan saat kami mampir di Soto Sedep tidak seperti biasa, tidak kerasan”, nampaknya ini penyebabnya…hehehhe (foto tambahan…jadi ganjil, 
yang sebelumnya berempat… heheheheh #salammantanpartner!

Yoni Dusun Nglangon Desa Plumbon, Grabag

Yoni Dusun Nglangon Desa Plumbon, Grabag


Kamis, 25 Oktober 2018. Kisah selanjutnya blusukan kemisan bulan Oktober 2018 ini, setelah mampir di Watu Lumpang Plumbon secara tak sengaja, kemudian singgah di tujuan utama yaitu Candi Plumbon, Grabag, dan kami masih di Desa Plumbon kami meluncur menuju destinasi selanjutnya. Desa Plumbon sendiri sangat dekat dengan Candi Umbul. Bahkan Paklik saya ada yang bermukim di dekat sini dan menjadi tempat belajar saya sekaligus guru saya mengenai dunia situs ini.
Tidak sampai 5 menit, dengan 1x belok kiri sampailah kami di sebuah Makam, dimana ada Yoni di pinggir jalan,
Yoni  Dusun Nglangon desa Plumbon, Grabag
     Yoni ini tepatnya berada di Makam Dusun Nglangon Desa Plumbon, Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang. Berukuran lumayan cukup besar,
Namun cerat Yoni sudah rusak,
Cerat sendiri adalah bagian Yoni, sebagai jalan keluar air suci saat ritual peribadatan. Diatas Bagian Yoni sebenarnya ada Lingga yang ditempatkan dilubang. Awalnya kami mengira potongan Lingga, namun ternyata bukan.
Beberapa saat kami disini, tak ada satupun warga yang melintas untuk kami tanyai, Pak nanang yang sebelumnya sudah kesinipun minim informasi mengenai ikhwal sejarah keberadaan Yoni di lokasi ini.
Panel Tubuh Yoni berhias motif sederhana, 
Dari pengamatan kami, Yoni belum ada regristrasi, semoga pihak terkait segera memperhatikan keberadaan situs ini.
Dibagian bawah yoni ada bagian yang berlubang, kondisi juga relatif ditelantarkan, banya lumut di banyak sisi yoni.
 Mungkin saja tak dirusak ya karena Yoni berada di makam, sehingga membuat warga segan, namun ada untunya juga, jejak sejarah desa ini masih terlihat, dapat di raba jejak visualnya.
“Kita nanti istirahat di destinasi selanjutnya, pemandangan sangat indah”, ajak Pak Nanang. Wah bisa Ngopi, pikir saya, gayung bersambut. Kami kemudian mengikuti beliau. Masih saya membonceng Mas Dhany kemudian Mbak Laiva dan Pak Nanang. Saat masuk gang yang saya yakin sering lewat gang ini, saya sempat berkata kepada Mas Dhany, nanti kita kejutkan pak Nanang, di rumah Paklik saya ada Yoni…. Sambil tertawa puas, bayangan saya akan mengagetkannya. Tepat setelah saya diam, eehhh lhadalah Pak Nanang berbelok menuju Rumah Paklik saya….. --- kalau kata orang speechless.. ya itu saya seketika diam… bingung tertawa atau gelo… akhirnya hanya diam, senyum dan .. “Loh kok koe mbang”, sapa Paklik saya… dan Pak Nanang histeris……
Bisa dibayangkan ekspresi Pak Nanang Bagaimana, ingin mengagetkan saya, namun…. Haghaghaghaghag,,,,, makplenggong
(Kisah saya ketemu Yoni di rumah Paklik ada di link :Yoni di rumah Paklik yang saya buat tahun 2016)
Setelah berpanjang lebar menimba ilmu kehidupan, kami kemudian pamit karena durasi gila. Dan kali ini semuanya punya DURATION TIME, namun yang gila yang belum bekeluarga…wkwkwkwk durasi ne lucu…haghaghaghaghah
Salam pecinta situs dan watu candi
Mas Dhany, Pak Nanang, Mbak Laiva dan Saya
Mari kita lestarikan...
#hobikublusukan
Nb:
Lanjut menuju Watu Lumpang Soto Sedep Jambu

Candi Plumbon, Grabag

Candi Plumbon, Grabag
     Kamis, 25 Oktober 2018. Kisah kedua blusukan kemisan bulan ini, setelah mampir di WatuLumpang Plumbon secara tak sengaja. Kali ini destinasi utama, “Iki gong e…. jarang wong reti!, bahkan mungkin belum terdata”, Pak nanang bercerita kepada kami saat perjalanan. Ya ini memang menjadi tujuan 'kemisan' kami yang paling utama.
Tak sampai 500m saja, sampailah kami. Tetengernya adalah bekas perikanan Lele di tengah sawah dengan gubuk bertingkat dari bambu (sangat unik) namun saya terlupa memotretnya. 
Candi Plumbon ada dibelakangnya.
Candi Plumbon, Grabag
Gumuk makam punden Kyai Sadali, warga menyebut demikian, sementara ada lagi warga yang mempercayai bahwa ini tinggalan seorang wali, entah wali apa…heheheh (yang pasti bukan wali murid seloroh Mas Dhany).
Bagi seorang seperti kami : pecinta situs, menemukan reruntuhan, sisa-sisa bangunan kejayaan masa lalu adalah sebuah kebahagiaan diatas kepedihan. Kami bahagia karena bisa menemukan hal yang menjadi konsen kami…. (terserah ya kali ini saya pakai kata menemukan..hahahaha) namun pedih hati kami ketika hanya menyisakan watu terbengkalai. Yang bahkan saat kami disini, beberapa warga yang melintas menatap aneh bin jengah kepada kami.
Kemudian menjadi paham ketika mas Dhany bertanya kepada warga yang sedang di sendang (tak jauh dibelakangnya) tentang keberadaan peninggalan lain, malah dijawab bahwa banyak orang yang ritual disini dan banyak yang terkabul. Syaratnya mandi terlebih dahulu di 7 mata air. Bukan! Bukan itu!!, bukan mistis tujuan kami! Ingin rasanya protes langsung! Tapi ya percuma….. saat itu memang belum memungkinkan untuk mematahkan mitos tersebut. Ini real sejarah…. Bukan cerita majas yang dilebih-lebihkan, relief, motif, batu kuncian toponimi daerah serta ciri geografi : berada di gumuk bisa menjadi modal pembuktian. Bahwa ini tinggalan sejarah. Bukan hanya jarene atau khayalan saja.
Close up struktur batu (yang mungkin menjadi bagian bangunan suci yang pernah megah dimasa itu :


Entahlah kapan lokasi ini berubah menjadi makam…., yang pasti di seberang jalan memang ada makam umum warga.

Batu berceceran diseberang jalan,

Ada mata air dimana-mana….,

       Beberapa Motif, relief yang masih tersisa : 

Relief Candi Plumbon
Relief Candi Plumbon
relief Candi Plumbon





















Celief Candi Plumbon

Di Candi Plumbon ini selain struktur dari Batu, juga terlihat dari tanak liat : Banono, Batu Bata berukuran Jumbo.

Banon Candi Plumbon
Bersama rekan yang masih setia dan semangat untuk turut Blusukan Kemisan

Candi Plumbon : Mas Dhany, Pak Nanang, Saya dan Mbak Laiva

Salam pecinta situs dan watu candi 
 

 


#hobikublusukan

Nb:
  • Lanjut menuju Yoni Situs Plumbon Grabag
  • Umpang Soto Sedep Jambu

Tak Sengaja Blusukan : Ada Watu Lumpang di Pinggir Jalan Plumbon, Grabag, Magelang

Watu Lumpang di Pinggir Jalan Plumbon
      "Tak sengaja, lewat....", mirip lagu Dessy Ratnasari naskah ini mirip.... bukan mirip seterusnya Karena tak ada yang patah hati  Di rombongan blusukan kali ini...

      Kamis, 25 Oktober 2018. Blusukan Kemisan pernah menjadi tradisi saya ketika ketemu partner, namun sudah sejak lama tak lagi melakukan blusukan tiap kamis. Banyak hal yang menghalangi. Tapi memang blusukan Kemisan akan mengalir bila memang sudah  takdir. Seperti kali ini, dipertemukan dengan senior yang sama - sama cinta situs jadi rasanya dibuat mudah langsung ok blusukan. Bagaimana tidak, saya curhat lama ga blusukan, eh ditawari Kamis blusukan area Grabag, Ya... yess aja tanpa berpikir dua kali. 
      Singkat cerita, setelah ngabari rekan yang mewanti-wanti untuk dikabari, Kami kumpul di Perpustakaan Ambarawa. Saat nunggu, eh kedatangan mantan partner blusukan kemisan yang berjaya di masa lalu... Hehehhe. Saya tak berani nawari, hanya pasangannya saja.... hehehhe.
menuju Grabag
      Berangkat sekitar jam 10, kami berempat. Saya, membonceng Mas Dhany dan Mbak Laiva membonceng Pak Nanang (guide)nya. Melalui jalur Semarang-Jogja, kebetulan hari ini lancar sekali. Tak sampai 30 menit sampailah kami di pertigaan Grabag. 
     Masuk pertigaan kira-kira 2km, langsung ambil kanan, Saat kami sedang menikmati suasana persawahan tiba-tiba Pak Nanang mendadak berhenti dan menunjuk arah, sempat mengira sudah sampai namun ternyata.... 
       "Di perjalanan terakhir kemarin, pas lewat sepertinya itu lumpang", jelasnya, dan kali ini pas bersama kami ingin memastikan.

Nyantanya memang WATU LUMPANG!

    Kondisi Lumpang sudah memprihatinkan, Hanya tersisa 50% bagian bawah saja. Berada di lokasi yang subur, banyak mata air tentu saja bisa memunculkan dugaan awal fungsi watu lumpang di masa lalu. 
      Watu lumpang sebagai media ritual sesajen untuk pertanian, 
Watu Lumpang Plumbon

       Berada di pinggir jalan, sayangnya tak membuat orang peduli. Hanya lalu-lalang tak melirik Samantha selalu. Malah menganggap aneh aktivitas kami ketika mendokumentasikan watu lumpang ini. 
     Apa boleh buat memang sudah tak peduli, atau bahkan belum menyadari jejak leluhur ini, atau memang tak berdaya??? entahlah...
Watu Lumpang di Pinggir Jalan Plumbon Ngablak
       Karena tak ada satupun yang bisa kami tanyai, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju destinasi utama : Candi Plumbon.
Saya, Mas Dhanny, Mbak Laiva dan Pak Nanang Klisdiarto
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
ssdrmk di Lumpang Plumbon, Grabag
Semoga tetap lestari, 
#hobikublusukan

Naskah Berikutnya : (segera) 
- Candi Plumbon, Grabag
- Yoni Dusun Nglangon Desa Plumbon, Grabag
- Watu Lumpang Soto Sedep Jambu