Sabtu, 21 Agustus 2010

Serat Purwakanda : Arga-Jambangan


Serat Purwakanda : Arga-Jambangan

Arga-Jambangan
(04)

Tatkala ditanyakan kepada tamu-tamu itu siapa mereka, mereka mengelak memberikan jawaban yang tegas. Tapi kedua orang keramat itu sudah tahu sebelumnya siapa mereka itu dan menyebutkan nama dan sebagainya dari tamu-tamu itu. Tatkala ditanya oleh tamu-tamu itu siapa konon nama orang-orang keramat itu, mereka menyebutkan namanya. Juga nama tempat mereka bertapa itu disebutkannya yaitu, Arga-Jambangan, sebagian dari gunung Semeru. Ketiga tamu itu menyerahkan diri sepenuhnya kepada para pertapa, yang berjanji akan berusaha melakukan segala sesuatu bagi mereka. Makananpun dihidangkan. Selama mereka tinggal ditempat pertapaan, anak-anak pangeran itu mendapat pelajaran mengenai tugas kewajiban seorang raja. Selain itu pangeran-pangeran itu diminta menyebut kedua perta itu dengan sebutan kakang (saudara yang lebih tua). Atas pertanyaan Miluhur apa yang saat ini sebaiknya mereka lakukan, orang-orang keramat itu menganjurkan kepadanya supaya pergi ke tanah ageng (negeri besar) di tanah seberang, untuk mencari seorang istri yang pantas. Raja Keling saat ini sedang mengadakan sayembara. Sebuah sada atau lidi ditanam di dalam tanah. Barang siapa yang sanggup mencabutnya dari dalam tanah, akan mempersunting putri raja. Banyak raja-raja yang mencoba kekuatannya, tapi tidak ada yang berhasil. Karena itu Miluhur harus pergi ke Keling untuk mencoba nasibnya. Apabila Miluhur menjawab, bahwa sukar baginya untuk menyeberangi lautan, karena ia tak mempunyai kapal, dan akan lama menunggu sebuah kapal sewaan, maka para keramat memberikan sebuah Kalpika yang harus dipasangnya pada ibu jari kakinya. Dengan Kalpika ia dapat menyeberangi lautan tanpa bahaya. Kedua saudaranya harus dipegang baik-baik supaya tidak tenggelam ke dalam laut.
Apabila Miluhur mendapat kesukaran di negeri asing, maka cukuplah ia menyentuh tanah dengan tangannya, kedua orang keramat itu akan menolongnya.
Berangkatlah ketiga orang pangeran itu, setelah sampai di tepi laut, Miluhur memakai Kalpika dan berjalan dengan kedua orang saudaranya diatas air seperti berjalan diatas tanah. Karena tenaga Kalpika itu, mereka menjalani jarak yang jauh dalam waktu sekejap saja. Dan sampailah mereka di pelabuhan Keling. Tapi disini pun mereka mengalami kesukaran, karena tidak mengenal bahasa dan adat istiadat negeri itu. Tapi diantara pedagang-pedagang di negeri Keling itu, ada juga orang Jawa. Mereka mencarinya untuk menjadi penunjuk jalan diantara mereka. Mereka temukan yang bernaama Martawangsa, seorang Jawa yang sudah lama tinggal lama di Keling. Meeka berkenalan dengannya, anak-anak raja itu memperkenalkan diri sebagai orang yang kapalnya karam. Orang Jawa itu menerima mereka dirumahnya. Dalam waktu dua bulan saja mereka sudah pandai berbicara dalam bahasa Keling. Setiap hari mereka pergi ketempat raja-raja asing itu mengukur tenaga untuk mencabut lidi dari dalam tanah, tak seorangpun juga belum ada yang berhasil melakukannya. Miluhur meminta pertimbangan saudara-saudaranya untuk mencoba nasibnya. Pun pedagang itu diminta pertimbangannya, tapi ia ragu-ragu akan kemampuan pangeran itu. Orang-orang yang tidak berhasil mencabut lidi itu disoraki dan dianiaya. Ia kuatir Miluhur akan mengalami nasib yang serupa pula. Miluhur berkeras hendak mencoba.
Ketiga orang pangeran itu, kini berjalan diantara orang banyak dan pergi menghadap patih. Orang terkejut bukan orang Keling yang dating menghadap itu. Setelah dicari penjelasan mengenai diri mereka itu, jenis bangsanya dan sebagainya, diberilah laporan kepada raja yang menyuruh orang-orang asing itu menghadap. Mereka diperkenalkan, setelah itu ketiga pangeran itu dibawa kembali ke alun-alun untuk mencabut lidi. Dengan disaksikan oleh banyak raja-raja dan penonton, tuamuda laki dan perempuan. Miluhur mencabut lidi itu dari dalam tanah. Orang bersorak-sorai. Patih berlari-lari mendapatkannya dan menyuruh orang memberitahukan kepada raja, bahwa lidi sudah tercabut dari dalam tanah oleh seorang jawa.
 
Serat selanjutnya : Prabu Amiluhur

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar