Sumur Blandung, kaloran Kab. Temanggung |
Kamis, 6
April 2017. Dan Ritual Blusukan berlanjut. Kali ini tanpa rencana sama sekali.
Saat rekan blusukan yang sempat vakum cukup lama menghubungi (nawari) destinasi
luar kota, maka tak mampu saya tolak. Yang saya sesali, setiap blusukan dengan
rekan yang satu ini, saya selalu terlupa, tak membawa jaket. Kepalang tanggung,
jika memilih destinasi lokal, saya tak diberi informasi oleh si bocah nakal.
(hehehehe)
Kami kemudian
mencoba membuka memori HP, memilah kemungkinan destinasi yang menarik, dan akhirnya
Kaloran-Temanggung menjadi pilihan kami. Informasi yang cukup lama dari rekan
blusukan membuat kami penasaran. Beberapa destinasi di satu ar3a tersebut. (Ternyata
kemudian, baru saya ketahui informasi berawal dari tangan pertama : Kang Adji
Negro, seorang senior blusukan) Begitu detail petunjuknya sangat menantang kami
untuk menyusuri jejaknya.
Singkat kata,
perjalanan dimulai dari kota Salatiga terlebih dahulu, kemudian melaju menuju Kaloran-Temanggung melalui
Sumowono melalui Tuntang-Bawen, dan mampir di Ambarawa untuk membeli bekal
serta mencoba mencari jaket di awul-awul,
pikir saya murah eh mahal juga. Perjalanan berlanjut tanpa jaket namun
sudah dapat jas hujan plastik beli di ***mart. Melewati Bandungan hawa dingin
sudah mulai meresap kulit, masuk sumowono bekunya udara menembus tulang, pen
dikaki sudah mulai menggeliat. Tapi rasa malu mengalahkan segalanya.
Siksaan
dinginnya pegunungan bertambah saat kami memasuki perbatasan Sumowono – Kaloran.
Kabut ditambah hujan deras yang tumpah dari langit. Sempat berteduh sejenak di
gubuk kosong di pinggir jalan, kemudian kami memutuskan tetap menerjang, karena
tipe hujan yang kami hadapi adalah hujan yang betah berlama-lama.
Masjid Dusun Ngabeyan, Desa Tegowanuh |
“Sekitar satu kilometer setelah umpak pinggir
jalan Kaloran”, bunyi informan tersebut meyakinkan. (Beberapa tahun lalu
saya dan rekan lain pernah menelusuri jejak purbakala di sini : Umpak Kaloran“Istana Wurung”.
Kami
menghitung di speedometer motornya Lek Suryo angka bertambah 1. Kemudian kami
bertanya pada warga…. “Wah kelewat jauh mas,
setelah dusun ini nanti tanya lagi aja”, jawab warga itu mengoreksi. Kami
balik lagi melewati umpak pinggir jalan (yang kedua kalinya), kemudian sekali
lagi bertanya… “Ooo sebelum jembatan 1km
dari sini, ada tugu ambil kiri”, petunjuk warga yang kedua. Tanpa kami
menyebut nama informan awal, hehehehe sebelum atau sesudah 1 km petunjuk sangat
fatal… karena hujan deras dan saya menggigil kedinginan. Telak kami dikerjai….
Kami tertawa tapi tak bisa… menahan dingin. #@$@#$@**!
Sumur Blandung, Kaloran Kab. Temanggung |
Mengikuti
petunjuk warga tersebut, kami kemudian ambil kiri tepat di sebuah tugu. Ketemu
dengan sekolah MI lalu ambil kanan, dan sekali lagi masjid ambil kiri. Tak usah
bingung, kanan atau kiri memang petunjuk mudah adalah masjid. Saat kami cari
masjid yang kedua ini kami ketemu lagi dengan warga yang kami tanyai
sebelumnya. “Masuk gang depan masjid
(yang kedua) itu mas, nanti Sumur Blandung nya ada di samping masjid” jelas
beliau.
Situs berada di Samping Masjid Dusun Ngabeyan Desa Tegowanuh Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung.
Mata Air : Sumur Blandung |
Entah kami
disambut atau tidak, saat sampai dilokasi. Hujan tiba-tiba berhenti. Namun kami
kemudian ragu karena tepat saat itu, adik adik dari TPA juga selesai, jadi
mungkin buka pengaruh kedatangan kami… heheheh.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan kami kemudian mengeskplor detail situs
Sumur Blandung ini.
Sumur Blandung, Kaloran Kab. Temanggung |
Sumur Blandung berada di bawah beberapa pohon yang cukup besar, terlihat pula beberapa bekas akar pohon tua yang sangat besar yang mengelilingi mata air Blandung.
Sekitar 10 menit kemudian setelah santri TPA dan para ustadnya
pulang, eh hujan bukan lagi di tumpahkan namun serasa hujan itu diguyurkan oleh
Dewa Hades. Tunggang langgang kami menyelamatkan diri serta barang bawaan kami.
Padahal belum sempat foto kenangan di lokasi. Hehehehe.
Sumur Blandung, Kaloran Kab. Temanggung |
Beberapa
waktu, antara hujan deras dan gerimis kami tetap menunggu dengan kondisi yang
payah, (baca= baju basah) kedinginan hanya air putih, gorengan sisa beli saat
transit di depan kec. Kaloran saat menggali informasi lewat telp dan beberapa
batang rokok yang basah.
Tak bermaksud lebay, tapi ini kenyataan. Kami kedinginan. Dan kami sepakat kali ini hanya satu saja destinasi. Yang kami tunggu tiba :
Close up :
Adapun cerita lain tentang Sumur Blandhung ini, saya belum dapat. Ada warga yang kebetulan lewat, seorang Kakek tak tahu menahu, malah menunjukkan arah kediaman juru kunci Sumur Blandung, "beliau pasti tahu", katanya.
Tak bermaksud lebay, tapi ini kenyataan. Kami kedinginan. Dan kami sepakat kali ini hanya satu saja destinasi. Yang kami tunggu tiba :
Close up :
Adapun cerita lain tentang Sumur Blandhung ini, saya belum dapat. Ada warga yang kebetulan lewat, seorang Kakek tak tahu menahu, malah menunjukkan arah kediaman juru kunci Sumur Blandung, "beliau pasti tahu", katanya.
Dan keyakinan kami, suatu saat pasti bisa menyusuri jejak informasi detail kang Adjie Negro di lain waktu di lain kesempatan yang lebih baik. Semoga.
Suryo Wibowo : Sumur Blandung Kaloran |
Salam Peradaban!.
Cuplikan lagu
yang menemani saya saat mengetik cerita perjalanan kali ini :
Menang
dari areng, kalah dadi awu
Marang
sedulur hei rasah do padu
Ora
sanak ora kadang yen mati melu kelangan
Agegaman
kamanungsan migunani tumraping liyan
kalo itu merupakan cerita apa yha
BalasHapusIstimewa.. Mas.. Sy selaku pemerhati tempo dulu
BalasHapusOh ini dikampung saya mas. Menurut cerita leluhur sumur itu sudah 300 thn lebih. Dulu ada perkampungan dan ada beberapa makan disekitar itu, tiap bulan syuro sumur itu dibersihkan oleh warga. Itu dulu dr arqeology jogja pernah cek ada batu lukisan 1 di masjud besar, 1 dislokasi tapi yg disini sdh hilang . Ada cerita sejarah pak kliwon
BalasHapus