Sigandu Jubelan Sumowono |
3 Februari 2017.
Sesungguhnya, blusukan Jumat ini, (jangan ditambahi akhiran –an setelah hari
seperti ritual Blusuk Kamisan, kuwalat)… sebenarnya setengah ragu-ragu. Karena
tak yakin dengan personel yang berangkat menuju destinasi kali ini.
Namun, hujan deras ternyata
tak mengurangi kegilaan rekan-rekan saya (#sayawaras.. haghaghag. – ini
hakvetopenulis) dari mulai yang datang ke Perpusda Ungaran : Mbah Eka W. Prasetya,
kemudian menunggu sambil ngalamun Mas Eka Budhi (di Komunitas kami punya
panggilan kesayangan : Mas Ucrit = karena 2 nama eka, untuk membedakan saja….).
Kemudian berturut-turut pula kami jemput di bangjo
Karangjati ‘si raja kemul keset
gatel’ Mas Dhany Putra, “Apa kabar
mamanya kak Ros mas?” Wakakakak… Setelah itu nyulik yang selalu berusaha
pose chubby tapi gagal terus mas Iwan putra di Jimbaran setelah pasar (ssstttt! ini masih saudara nakalnya mas
Dhany).
Saat sampai di Bandungan,
dekat dengan lokasi mbok bakul terong penyet Mbak Derry … tertarik juga ber
Jumat ‘blusukan bersama’. Namun karena sesuatu hal kami bersepakat untuk bertemu
di lokasi blusukan.
Sebelumnya, penelusuran
kali ini berkat informasi dari seseorang yang nampaknya (sedang) berbaik
hati—pengaruh tanggal muda analisa kami. Matur-thenkyu Pak Tri Subekso, dengan
sangat terbatas memberikan Clue untuk
petunjuk jalan bagi kami. “Di Makam Watugandu Jubelan Sumowono ada, trus jalan
melewati sawah sebentar nanti akan
ketemu ini…", dilampiri pula foto dengan pixel yang nampaknya gambar difoto kemudian
difoto foto lagi…. (=baca blawur).
makam jubelan |
Pede saja (sebenarnya nekat,
terlanjur malu bila mundur). Meluncur ke Jubelan Sumowono, kami bertanya
kembali posisi jubelan.. entah kenapa dari kami berempat tak ada yang pakai
aplikasi Gmaps… Gang masuk sebelah kanan, ada tulisan Masuk Ke RA Jubelan.
Ikuti jalan kampung tersebut, kira kira 500m sebelah kiri destinasi pertama
kami. Makam Jubelan.
Karena kami menelusuri ulang
apa yang telah Pak Tri Subekso dan kawan2 beliau lakukan jadi hanya tinggal crosscheck saja… dan memang ada… Dibeberapa area makam, memakai
unsur watu candi sebagai nisan (pathokan
= bahasa jawa).
Beberapa yang lain :
Yang paling terlihat jelas :
di makam jubelan sumowono |
seperti sebuah stuktur dasar bangunan (=candi)
mirip bagian dari ‘genta’ candi.
Setelah kami merasa cukup,
kemudian kami melanjutkan merekontruksi petunjuk yang kedua : “Dari
makam melewati sawah sebentar” serta sebuah gambar tak terlalu tajam
menjadi pedoman tambahan kami.
Warga yang pertama kami
temui, seorang ibu menjawab dengan raut muka ragu-ragu. “Mungkin dimakam sana, tapi makam disebelah sana tak ada sawahnya”,
Jelas ibu tersebut. Untuk meyakinkan hati kami tetap mengekor beliau menuju makam-makam
yang lain, kbetulan beliaupun berjalan kearah tersebut. Saat mengikuti ibu ini,
dari kejauhan kami dengar suara cemenkling
khas suara ….. Mba
Derry. Hasilnya, kami belum menemukan seperti gambar yang Pak tri Subekso
berikan kepada kami. Tetap Semangat dan masih berada dijalur nekat.
Kami keluar kembali ke jalan
raya dimana kami memarkirkan kendaraan, sambil nyari warung untuk beli minum
(modusnya tanya dengan gambar dimanakah lokasi).
Sedikit harapan muncul dari
Bapak pemillik warung, semangat penelusuran memancar kembali. Kemudian kami
menyusuri jalan kampung. Namun kami tetap maju mundur, galau tak merana, singkat
cerita akhirnya ketemu dengan beberapa remaja yang sedang ‘nongkrong’ di
sebelah mushola. Secercah arah sudah kami dapat.. “Lewat lapangan, ambil jalan yang ada jembatan cor dengan lebar kurang
dari 1 meter, kemudian susuri pematang sawah cari saja mas pohon sirsak”,
urai pemuda tersebut.
Semangat berkobar kembali,
segera kami parkir dilokasi dimana didekatnya ada sebuah batu besar yang dikeramatkan
warga, dan asal muasal dusun ini di kenal dengan Watu Sigandu. Disitulah
legenda berasal. Namun maaf saya tak berani menampilkan. Auranya begitu kuat..
Kami kemudian melanjutkan
menyusuri jalan tanah, melewati rimbunan bambu pethung dan sampai di lapangan Bola.
foto model payung bayi by Eka Budhi, |
Beberapa anak yang sedang
bermain bola, serempak geleng kepala saat kami perlihatkan gambar yang
diberikan oleh Pak Tri Subekso. Kami tetep nekat berjalan kedepan, kepalang
basah. Namun salah satu dari kami, Mas dhany putar haluan dan memakai motor Mba
Derry memutuskan bertanya ke Warga, nampaknya duration melanda.. haghaghag
Kami sempat menemukan makam
kuno lain yang nampaknya lama tak terawat, tak ada warga yang bisa kami temui
dan bercerita kepada kami ikhwal makam kuno ini. Sayang sekali putus generasi.
Namun bukan ini yang kami tuju. Saat keluar dari makam kuno ini, kami bertemu
dengan penduduk dan beruntungnya beliau ternyata paham dengan tujuan kami.
Kami segera mengikuti arah
telunjuk beliau, sambil berlari kecil, tim terdepan saya dan Mas Eka Ucrit
seperti iklan kelinci energizer..
menabuh genderang perang segera meluncur menyusuri pematang dan melewati aliran
air jernih, dingin dan deras.
Karena masih berdua, kami
segera mengeksplor sepuas-puasnya mumpung ta ada obyek kamera yang mengganggu.
Hehehe. Sayangnya SLR pinjaman di tas yang dibawa Mas dhany…. $%$#$&@.
Sebuah kompleks tiga Makam
kuno, ‘Padasan’ Warga mengenal demikian, Namun sejarahnya misteri, seperti
warna batu andesit yang mengelilinginya….Kelabu!
Cagar Budaya Jubelan Sumowon |
Tiga makam ini, disusun dari
batu berbentuk, namun yang paling ‘membetot’ perhatian kami adalah makam yang
berada ditengah atau makam nomor ke-2
. Selain batu berbentuk kotak
terlihat jelas keindahan yang dapat di’rasa’. Ada pola dan sentuhan tangan yang
sedemikian halusnya.
Ada dua
genta/ struktur dasar candi dibagian sisi depan dan belakang makam, ada bagian
dari kemuncak, ada batu yang seperti trap-trap-an
berpola simetris dan presisi teratur, nampak unik tentu saja ada juga batu
kotak sederhana namun tegas. Sentuhan tangan yang berbeda sekali dengan tangan
jaman ini.
Dimakam yang pertama, atau
sebelah kiri kami dari arah jalan raya Sumowono – Limbangan ternyata kurang
dari 100m saja dari jalan!!! . Karena berada di tanaman tetean yang cukup besar sehingga rindang, teduh menjadikan batu
kotak penyusun nisannya berlumut.
Makam yang ketiga, atau
disebelah kanan kami, sama seperti makam yang pertama. Sederhana. Tersusun dari
batu candi kotak sederhana namun tegas menyisakan keindahan peradaban bagi yang
bisa berpikir.
Dari informasi yang kami
dapat, beberapa bulan lalu ada tim arkeologi dari UI yang datang kesini… Semoga
ini menjadi awal yang baik bagi usaha pelestarian jejak peradaban luhur ini.
Mulia lah yang memuliakan tinggalan para leluhur!
Beberapa Video Amatir saat
kami disini…. (proses upload--Masih nunggu sinyal wifi ok)
Oh ya rekan-rekan yang mulia yang fotonya tercantum... bila anda marah atas meme lucu tapi edan ini.... resikonya Traktir mie ayam.
Saya, mohon maaf yang tak
terkira ketika menulis kisah kami ini yang Gila… karena memang dangkalnya
pengetahuan kami. Mohon pencerahanya… mohon koreksinya bila keliru. Di link FB
saya (inbox): @sasadara manjer kawuryan.
Salam
Kunjungi Keindahan alam,
eksotisnya suasana dan jangan lupangan berharganya peradaban ini.
Desoku kang kui
BalasHapusDesoku kang kui
BalasHapus