Resi Gadahu
(07)
Seorang raja pertapa bernama Resi Gadahu (Resi Gataju), mempunya lima orang anak, yang sulung adalah seorang puteri : Kili-Suci, yang kedua : Dewa Kusuma alias Lembu Miluhur, yang ketiga : Lembu Amijaja, yang keempat : Lembu-Mengarang, dan yang bungsu seorang Puteri pula : Pregi Wangsa. Setelah ibundanya meninggal dunia, anak-anak itu oleh ayahnya, raja yang pertapa, dibawa ke suatu pertapaan bernama Arga-Jambangan dan dibesarkan disana. Diceritakan tentang dua orang bersaudara, Jati-pitutur dan Pitutur-Jati. Keduanya dikasihi oleh para dewa. Mereka mencari pekerjaan. Yang bungsu mengusulkan supaya mereka bekerja pada raja Pertapa di Arga-Jambangan. Di tengah jalan, sihir mengeluarkan sebuah tunggul wulung (Panji-Panji Biru) dan melemparkannya ke tanah seberang. Laksana kilat, panji-panji itu terbang ke angkasa dan jatuh ke dalam kota (atau kerajaan) Keling (di Hindia depan). Kedua bersaudara itu lalu meneruskan perjalanan ke Arga-Jambangan, dimana mereka diterima sebagai pengasuh anak-anak.
Sejak jatuhnya panji-panji besar di kota Keling, mengamuk wabah yang hebat di negeri itu. Sang raja kehilangan akal dan mengadakan sayembara, barang siapa yang dapat melenyapkan panji besar itu, akan diangkat menjadi pengganti raja dan selain itu ia akan dikawinkan dengan puteri raja satu-satunya, yang elok parasnya. Banyak raja-raja ke Keling, diantaranya raja Dayak, Tulang Bawang, Inggris, Spanyol untuk mencabut panji-panji itu dari dalam tanah, tapi ternyata tidak seorangpun juga dapat melakukannya.
Atas usul kedua wulu-jumbu Jati-pitutur dan Pitutur-jati, Dewakusuma beserta saudaranya pria dan perempuan, pergi ke Keling untuk turut serta dalam sayembara. Setibanya di Keling, Dewakusuma berhasil menlenyapkan panji ajaib itu dan hasilnya ialah, wabah itu hilang tiba-tiba segera Dewakusuma diangkat menjadi pengganti raja dan perkawinan dengan sang putri dilangsungkan hari itu juga. Selanjutnya pangeran itu mendapat tempat kediaman istana di utara pasar (besar).
Setelah beberapa lama, kedua pengasuh mengusulkan kepada Pangeranuntuk pulang ke Jawa, karena dipulau itu belum ada raja besar. Setelah pamitan dengan raja, Dewakusuma beserta anak buah berlayar ke Jawa dengan kapal. Di tengah laut nampak cahaya yang gemilang, Pangeran ingin mengetahui apakah artinya itu. Kapal ditujukan kepada cahaya itu, dan setelah sampai pada suatu pulau, mereka mendapat sebuah batu yang rata dan besar, dari situlah keluar cahaya itu. Setelah batu itu dibelah dua, keluarlah seekor katak (dingdang), yang mengatakan bahwa ia sedang bertapa, karena ingin menjadi raja Jawa. Jati-pitutur mengata-ngatai binatang itu katanya ia gila dan dimintanya pangeran merobek mulut binatang yang kurang ajar itu. Pangeran melakukan permintaannya itu, tapi binatang itu menghilang tanpa jejak, sambil berkata bahwa ia dikemudian hari (di Jawa) akan membalas dendam kepada pangeran. Karena itu pangeran menyesal, tapi meneruskan perjalanan dengan anak buahnya. Setelah tiba di pantai Jawa, mereka sampai di dekat hutan Kuripan. Hutan itu dianggap mereka baik untuk mendirikan sebuah keraton, yang disebut Kuripan.
Juga bagi kedua bersaudara dicarikan tempat yang lebih baik Lembu-amijaya mendapat hutan Mamenang ke Selatan, orang sampai di hutan Urawan, dimana didirikan sebuah keraton untuk Lembu –mangarang.
Seorang satria lain dari timur, sudah mendirikan sebuah perkampungan di Singasari. Dalam mimpi dikatakan kepadanya, bahwa ia apabila hendak menjadi raja harus kawin dengan adik bungsu raja Kuripan. Peringatan itu diturutinya dan iapun pergi ke Kuripan, dimana ia diterima dengan baik dan mendapa pula puteri yang diinginkannya itu sebagai isteri.
Serat selanjutnya : Kota Singasari
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar