Laman

Minggu, 19 September 2010

Serat Pulo Kencana : Resi Gadahu


Resi Gadahu
(07)

Seorang raja pertapa bernama Resi Gadahu (Resi Gataju), mempunya lima orang anak, yang sulung adalah seorang puteri : Kili-Suci, yang kedua : Dewa Kusuma alias Lembu Miluhur, yang ketiga : Lembu Amijaja, yang keempat : Lembu-Mengarang, dan yang bungsu seorang Puteri pula : Pregi Wangsa. Setelah ibundanya meninggal dunia, anak-anak itu oleh ayahnya, raja yang pertapa, dibawa ke suatu pertapaan bernama Arga-Jambangan dan dibesarkan disana. Diceritakan tentang dua orang bersaudara, Jati-pitutur dan Pitutur-Jati. Keduanya dikasihi oleh para dewa. Mereka mencari pekerjaan. Yang bungsu mengusulkan supaya mereka bekerja pada raja Pertapa di Arga-Jambangan. Di tengah jalan, sihir mengeluarkan sebuah tunggul wulung (Panji-Panji Biru) dan melemparkannya ke tanah seberang. Laksana kilat, panji-panji itu terbang ke angkasa dan jatuh ke dalam kota (atau kerajaan) Keling (di Hindia depan). Kedua bersaudara itu lalu meneruskan perjalanan ke Arga-Jambangan, dimana mereka diterima sebagai pengasuh anak-anak.
Sejak jatuhnya panji-panji besar di kota Keling, mengamuk wabah yang hebat di negeri itu. Sang raja kehilangan akal dan mengadakan sayembara, barang siapa yang dapat melenyapkan panji besar itu, akan diangkat menjadi pengganti raja dan selain itu ia akan dikawinkan dengan puteri raja satu-satunya, yang elok parasnya. Banyak raja-raja ke Keling, diantaranya raja Dayak, Tulang Bawang, Inggris, Spanyol untuk mencabut panji-panji itu dari dalam tanah, tapi ternyata tidak seorangpun juga dapat melakukannya.
Atas usul kedua wulu-jumbu Jati-pitutur dan Pitutur-jati, Dewakusuma beserta saudaranya pria dan perempuan, pergi ke Keling untuk turut serta dalam sayembara. Setibanya di Keling, Dewakusuma berhasil menlenyapkan panji ajaib itu dan hasilnya ialah, wabah itu hilang tiba-tiba segera Dewakusuma diangkat menjadi pengganti raja dan perkawinan dengan sang putri dilangsungkan hari itu juga. Selanjutnya pangeran itu mendapat tempat kediaman istana di utara pasar (besar).
Setelah beberapa lama, kedua pengasuh mengusulkan kepada Pangeranuntuk pulang ke Jawa, karena dipulau itu belum ada raja besar. Setelah pamitan dengan raja, Dewakusuma beserta anak buah berlayar ke Jawa dengan kapal. Di tengah laut nampak cahaya yang gemilang, Pangeran ingin mengetahui apakah artinya itu. Kapal ditujukan kepada cahaya itu, dan setelah sampai pada suatu pulau, mereka mendapat sebuah batu yang rata dan besar, dari situlah keluar cahaya itu. Setelah batu itu dibelah dua, keluarlah seekor katak (dingdang), yang mengatakan bahwa ia sedang bertapa, karena ingin menjadi raja Jawa. Jati-pitutur mengata-ngatai binatang itu katanya ia gila dan dimintanya pangeran merobek mulut binatang yang kurang ajar itu. Pangeran melakukan permintaannya itu, tapi binatang itu menghilang tanpa jejak, sambil berkata bahwa ia dikemudian hari (di Jawa) akan membalas dendam kepada pangeran. Karena itu pangeran menyesal, tapi meneruskan perjalanan dengan anak buahnya. Setelah tiba di pantai Jawa, mereka sampai di dekat hutan Kuripan. Hutan itu dianggap mereka baik untuk mendirikan sebuah keraton, yang disebut Kuripan.
Juga bagi kedua bersaudara dicarikan tempat yang lebih baik Lembu-amijaya mendapat hutan Mamenang ke Selatan, orang sampai di hutan Urawan, dimana didirikan sebuah keraton untuk Lembu –mangarang.
Seorang satria lain dari timur, sudah mendirikan sebuah perkampungan di Singasari. Dalam mimpi dikatakan kepadanya, bahwa ia apabila hendak menjadi raja harus kawin dengan adik bungsu raja Kuripan. Peringatan itu diturutinya dan iapun pergi ke Kuripan, dimana ia diterima dengan baik dan mendapa pula puteri yang diinginkannya itu sebagai isteri.


Serat selanjutnya : Kota Singasari
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Sabtu, 18 September 2010

Serat Pulo Kencana : Barambang-Sela


Barambang-Sela
(05)

Dalam keraton kadiri, Panji bersenang-senang dengan istrinya, yang tak dapat dipisah-pisahkan daripadanya. Sementara itu ayahnya Raja Jenggala Manik, tiba di desa Barabang-Sela (Bawang Batu). Ia meneruskan perjalanan dan kakaknya dari Singasari beserta pengiring turut serta. Dalam pada itu raja Gegelang (Bauwarna) pun datang.
Tidak jauh di luar kota raja Kadiri menyongsong para tamu. Mereka meneruskan perjalanan ke keraton.  Di tempat kediaman Panji Manguneng-sih dengan Gunung-sari dan Carang-smara dengan Tamiajeng (semuanya nama-nama terkenal, yang disini tiba-tiba saja disebut tanpa jelas hubungannya). Akhir cerita ialah, Panji Diangkat jadi raja dan ayahnya menjalani hari-hari yang terakhir sebagai raja bagawan.


Serat selanjutnya : Jaya Kusuma

Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Serat Pulo Kencana : Brajadenta


Brajadenta
(04)

Sekonyong-konyong Brajadenta datang kepada pamannya. Dengan suara kasar ia berkata, “aku datang menuntut anak paman untuk kakakku. Inu Kertapati sudah ada di sini. Bukankah dulu sudah dijanjikan, bahwa ia akan dikawinkan dengan kakakku?” Ratu permaisuri memajukan keberatam, sebab panji sudah kawin, sebelum ia kawin dengan Sekar-taji (disini kemudian barulah muncul nama Putri Daha). Brajadenta pergi dengan marah, sambil berkata bahwa Panji pasti akan mendapatkannya juga. Ia pergi kepada Panji, dicritakan soalnya.
Panji menyalahkan Brajadenta, karena bertindak demikian kasar. Tapi Raden Banjar-Patomman (Brajanat-Prabangsa) berjanji, akan meminta sang putri untuk Panji, jika perlu dengan kekerasan. Panji diajak oleh Wiranatarja mengadu Ayam. Panji banyak mendapat kemenangan.
Sementara itu Brajadenta mengadakan persiapan-persiapan untuk perkawinan Panji. Dibuat hadiah-hadiah untuk sang putri berupa gunungan, boneka besar (jawa:Badawangan) dan wayang-wong. Didalam kota diadakan berbagai pertunjukkan, hingga orang-orang Kadiri terkejut. Patih menyampaikan hal ini kepada raja. Segera Brajadenta menemui sang raja, yang amat terkejut. Untuk penghabisan kalinya ia minta ijin kanjeng sinuhun. Ratu permaisuri masih juga memajukan keberatan. Brajadenta menyusup kedalam tamansari kepuntren dan dipaksakan sang putri berpakaian. Sang putri menolak, karena malu kepada orang lain. Lalu Brajadenta mengangkatnya dan membawa keluar. Diikuti oleh Kadiri, ia menantang setiap orang melakukan serangan terhadapnya . setelah sampai dikediaman Panji , diserahkannya sang putri kepada Panji. Wiranatarja yang masih berada dikediaman Panji tak dapat berkata apa-apa karena kagetnya. Panji memberikan kerisnya kepada kekasihnya supaya diberikankepada kakaknya, untukmenikamnya kalau dia mau.
Dalam pada itu, kediaman Panji dikepung oleh orang Kadiri. Tapi Wiranatarja merintahkan mereka supaya bubar. Brajandenta segera mengirim seorang pesuruh ke Jenggala Manik untuk mengatakan, bahwaPanji dalam keadaan bahaya akan dibunuh oleh orang Kadiri. Raja Jenggala Manik berangkat dengan diiringi orang banyak ke Kadiri. Raja Singasari pun diminta turut serta menyerang Kadiri.
Siang malam mereka meneruskan perjalanana ke Kadiri.tatkala mereka berhenti di Gondang, dating seorang pesuruh dari Kadiri dengan kabar gembira, bahwa perkawinan Panji dengan Sang Puteri akan segera dilangsungkan. Perjalanan ke Kadiri kini diteruskan dengan gembira.


Serat selanjutnya : Barambang-Sela
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi kebudayaan

Kamis, 16 September 2010

Serat Panji Asmara Bangun : Bejo Sengara


 Bejo Sengara
 (05)

Raja Bali bernama Bejo-sengara. Ia ingin beroleh putera. Ia berdoa kepada dewa-dewa. Dalam mimpinya ia mendapat isyarat dari dewa-dewa supaya pergi ke hutan, disana ia akan memperoleh anak pria, yang boleh diambilnya sebagai anak. Setelah ia bangun, diperintahnya kepada patih untuk mengumpulkan orang, yang akan mengiringnya kedalam hutan. Mereka sampai di hutan.
Candra-kirana yang seorang diri dalam hutan, banyak menemui bahaya. Binatang-binatang mengormatinya dan tidak ada yang mengganggunya. Ia mengaduh, didalam hati ia meminta tolong kepada Panji. Akhirnya ia berusaha bermeditasi. Karenanya para dewa jadi gelisah, keinderaan geger oleh dianya.
Para dewa dibawah pimpinan Narada, meminta nasehat Batara Guru. Batara Guru memerintahkan kepada Narada unyuk segera turun menemui Candra-kirana. Narada dating kepadanya dan menghiburnya. Orag keramat itu merobahnya menjadi seorang pria dan diberinys nama Raden jaya-lengkara.
Buah dadanya itu selamanya harus dipercayakan kepada pohon Cangkring. Dan rambutnya kepada pohon Waringin. Ia juga akan menjadi Raja Bali. Dan apabila kemudian Bali kalah perang, ia akan menemukan Panji kembali. Narada menghilang.
Raja Bejo-sengara ketika berburu, melihat pemuda yang elok dari jauh. Ia mendekatinya dan memeluknya. Segera ia memerintahkan supaya pulang  ke keraton. Sesampai di keraton raja itu menanyakan pemuda itu namanya dan sebagainya.
Pemuda itu mrnjawab : Jajalengkara, ayah dan ibu saya sudah meninggal, burung merak menjaga saya supaya jangan kedinginan, kidang dan rusa member saya susu”. Sang raja jatuh kasihan kepadanya. Ia diangkatnya jadi anaknya. Apabila raja masuk taman kepuntren. Diperkenalkannya anak angkatnya itu kepada sang ratu. Sekalian wanita dalam tamansari kepuntren jatuh cinta pada anak muda itu.
Ragil Kuning (onengan) kesasar kedalam sebuah gua di gunung Canawi. Ia seorang diri dan tidak berani meninggalkan tempat persembunyiannya. Dari tempat tersembunyi muncul didepannya Batara Bayu, yang menanyakan apa keinginannya. Dijawabnya bahwa ia ingin bertemu kembali saudaranya, dewa itu menyuruhnya bersabar dan merubahnya menjadi seorang pemuda. Rambutnya harus dipercayakan pada pohon bibis dan buah dadanya pada pohon kapok. Selanjutnya ia harus mengabdikan diri pada Raja Bali. Setelah ia mempelajari ajian Bayu pitu dan kumajan dari dewa itu, ia pun diberi nama Kuda-jajasmara. Ia akan bertemu dengan saudaranya setelah perang Bali.
Saat ini ia harus mengabdikan diri pada Raja Bali, Bayu menghilang. Jajasmara memulai perjalanan. Sadulumur dan Prasanta mencari tuannya kemana-mana. Setelah tujuh hari berjalan, mereka tidak menemukan kampung sebuahpun. Sadulumur bercerita tentang mimpinya memukul isterinya.akhirnya mereka melihat dari jauh sebuah pertapaan dan mereka menuju kesitu. Pertapaan itu terletak di lereng gunung yang bernama Danaraja. Pertapaan itu sendiri bernama Ganawisnu. Mereka diterima dengan baik oleh sang pertapa. Ia sudah mengetahui segala hal yang sudah terjadi. Kedua tamu itu mendapat nama lain dari sang pertapa dan mereka harus mengabdikan diri pada Raja Bali. Untuk makanan dalam perjalanan mereka diberi dua kerucut nasi yang besar. Mereka meninggalkan pertapaan.
Setelah Raja Bali wafat, digantikan oleh putera (angkatnya) yang baik sekali sebagai raja. Raja muda yang baru itu menerima para pembesarnya. Upacara-upacara dibawa oleh orang-orang yang cacat badannya.
Jajasmara tiba di istana Raja Jajalengkara. Ia diakui oleh raja sebagai adiknya dan diangkat sebagai kepala pasukan taruna. Tidak lama kemudian datang ki Agung dan Kicau, demikianlah nama samarannya Sadulumur dan Prasanta, menemui raja. Mereka diterima dengan baik dan masing-masing diangkat jadi Bupati gedong dan Panglima.
Jaja-kusuma (Panji) masih berada di cemara. Ia pergi kepada kakanya sang raja, hendak pamitan untuk melaksanakan perintah para dewa. Sang raja memberinya izin. Perahu-perahu disiapkan. Panji dan isterinya beserta pengiringnya diantarkan orang ke pelabuhan. Kapal-kapal Panji berangkat ke laut, tidak diceritakan perjalannya, Panji tiba di Kerajaan Urawan (Bauwarna), dimana sang raja sedang dihadap oleh para pembesar, antara lain patih Jaja-singa, Tumenggung Bancak Saputra dan Rangga Sawung-galing. Dalam pada itu, Panjipun sampai dan menghadap raja, raja terkejut, karena tamunya itu mirip sekali dengan putera mahkota Jangagala, tapi ia tidak percaya akan persangkaannya.
Sementara itu Raja Jenggala Manik sudah mendengar berita, bahwa puteranya dan anak buahnya mendapat kecelakaan di laut. Orang tidak tahu apakah ia masih hidup atau sudah meninggal. Puteranya yang sulung Braja-nata dan Lempung-karas mendapat perintah untuk mencari Panji.
Tapi kedua bersaudara itu terpisah. Brajanata sampai di pegunungan Wilis, dimana ia melakukan tapa. Tempat kediamannya disebut andong asmara. Ia sendiri memakai nama lain, yaitu Wasi Turiga-nata.pelayannya yang dijadikan pembantu bernama Kartiraga. Karena tapanya, ia menjadi pelihat. Lempung-karas menemukan jalannya sendiri, dikawal oleh kedua pelayannya bernama paras dan paron. Siang malam ia berjalan masuk ke hutan keluar hutan. Setelah berjalan setengah bulan. Ia sampai di beberapa kampung di kerajaan Patani. Ia beristirahat di bawah sebatang pohon, kakinya diurut oleh pelayan-pelayannya. Karena angin sejuk, ia tertidur sejenak dan bermimpi, bahwa ia bertemu dengan puteri Raja Patani, Puteri itu bernama Bintaro. Waktu ia bangun, dipeluknya salah seorang pelayannya, yang amat terkejut oleh perbuatannya itu. Saat ini barulah ia tahu, bahwa ia bermimpi. Disuruhnya tanyakan kepada seorang petani, dimana mereka saat ini. Petani itu menjawab di Patani, ibukota hanya tinggal sehari lagi perjalanan. Lempung-karas bermaksud hendak pergi ke kota, tapi lebih dulu ia mengganti nama, yaitu Astra-miruda. Puteri Patani pun mendapat mimpi yang sama. Dilukiskan kecantikannya. Kepada orang tuanya ia bercerita tentang mimpinya dan disuruhnya cari orang yang dilihat dalam mimpinya itu. Sang patih diperintahkan untuk itu. Tidak jauh dari luar kota ditemukannya orang yang dicarinya itu.
Sang pangeran dengan kedua anak buahnya dibawa oleh sang patih menghadap raja. Setelah asal usulnya dan sebagainya, ia dibawa ke keraton dimana ia bertemu sang Puteri. Perkawinan dilangsungkan.
Hari malam. Adegan dalam kamar. Paras mencoba menggoda seorang emban. Emban berkata bahwa Paras masih anak-anak, dijawab oleh Paras : Dimana Pakepung (pengepunga Surakarta  ketika pemerintahan Inggris) aku sudah setahun.

Serat selanjutnya : Raja Urawan
Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi “Nguri-Uri Budaya”

Sabtu, 11 September 2010

Kerajaan Tarumanegara


Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu 

Kerajaan Tarumanegara diduga terletak di Bogor, Jawa Barat yang merupakan kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia. Dalam berita Cina, Tarumanegara disebut To-lomo. Berdirinya Kerajaan Tarumanegara diduga bersamaan dengan Kerajaan Kutai, yaitu pada abad ke-5 M.

Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Kehidupan politik Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Pulau Jawa yang dipengaruhi agama dan kebudayaan Hindu. Letaknya di Jawa Barat dan diperkirakan berdiri kurang lebih abad ke 5 M. Raja yang memerintah pada saat itu adalah Purnawarman. Ia memeluk agama Hindu dan menyembah Dewa Wisnu. 
Sumber sejarah mengenai Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dariprasasti-prasasti yang ditinggalkannya dan berita-berita Cina. Prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini ada 7 buah. Berdasarkan prasasti inilah dapat diketahui bahwa kerajaan ini mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Hindu. Prasasti itu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta
Prasasti Kebonkopi

Prasasti yang ditemukan
1.     Prasasti Kebonkopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea Bogor
Prasasti Tugu
2.   Prasati Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Add caption
 3.      Prasasti Cindanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4.      Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.      Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.      Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7.      Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16
8.      Prasasti Pasir Muara, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya.
Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
 Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
Prasasti Ciaruteun, Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan,  fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
10.  Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah.
Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya.


Kehidupan Sosial-Ekonomi
Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui
dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian Saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) dan selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Selesai penggalian, Raja Purnawarmanmengadakan
selamatan dengan memberikan hadiah 1.000 ekor sapi kepada para brahmana.
Pembangunanitu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat karena dapat dipergunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Dengan demikian, rakyat akan hidup makmur, aman dan sejahtera. Di samping Saluran Gomati, dalam Prasasti Tugu juga disebutkan adanya penggalian Saluran Candrabhaga.




Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
11.  Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka.
Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
12.  Sumber berita dari luar negeri
Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.
Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa, tetapi ada pendapat lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa punden berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di taman purbakala Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak puluhan kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis penuturan Fa hie.
13.  Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
14.  Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas, disimpulkan bahwa istilah To-Lo-Mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Punawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.

Kepurbakalaan Masa Tarumanagara
Candi Jiwa di situs Percandian Batujaya

No.
Nama Situs
Artepak
Keterangan
1
Kampung Muara
Menhir (3)
Batu dakon (2)
Arca batu tidak berkepala
Struktur Batu kali
Kuburan (tua)
2
Ciampea
Arca gajah (batu)
Rusak berat
3
Gunung Cibodas
Arca
Terbuat dari batu kapur
3 arca duduk
arca raksasa
arca (?)
Fragmen
Arca dewa
Arca dwarapala
Arca brahma
Duduk diatas angsa
(Wahana Hamsa)
dilengkapi padmasana
Arca (berdiri)
Fragmen kaki dan lapik
(Kartikeya?)
Arca singa (perunggu)
Mus.Nas.no.771
4
Tanjung Barat
Arca siwa (duduk) perunggu
Mus.Nas.no.514a
5
Tanjungpriok
Arca Durga-Kali Batu granit
Mus.Nas. no.296a
6
Tidak diketahui
Arca Rajaresi
Mus.Nas.no.6363
7
Cilincing
sejumlah besar pecahan
settlement pattern
8
Buni
perhiasan emas dalam periuk
settlement pattern
Tempayan
Beliung
Logam perunggu
Logam besi
Gelang kaca
Manik-manik batu dan kaca
Tulang belulang manusia
Sejumlah besar gerabah bentuk wadah
9
Batujaya (karawang)
Unur (hunyur) sruktur bata
Percandian
Segaran I
Segaran II
Segaran III
Segaran IV
Segaran V
Segaran VI
Talagajaya I
Talagajaya II
Talagajaya III
Talagajaya IV
Talagajaya V
Talagajaya VI
Talagajaya VII
10
Cibuaya
Arca Wisnu I
Arca Wisnu II
Arca Wisnu III
Lmah Duwur Wadon
Candi I
Lmah Duwur Lanang
Candi II
Pipisan batu

Candi Jiwa di Batujaya

Kehidupan Kebudayaan
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara maka dapat diketahui bahwa kehidupan kebudayaan masyarakat pada masa itu sudah tinggi.

15.  Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah. Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura--pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda.

Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.
Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta

Raja-raja Tarumanegara
No
Raja
Masa pemerintahan
1
Jayasingawarman
358-382
2
Dharmayawarman
382-395
3
Purnawarman
395-434
4
Wisnuwarman
434-455
5
Indrawarman
455-515
6
Candrawarman
515-535
7
Suryawarman
535-561
8
Kertawarman
561-628
9
Sudhawarman
628-639
10
Hariwangsawarman
639-640
11
Nagajayawarman
640-666
12
Linggawarman
666-669