Laman

Sabtu, 21 Agustus 2010

Serat Purwakanda : Keraton Jenggala Manik

Serat Purwakanda : Keraton Jenggala Manik



Keraton Jenggala Manik
(02)

Kanjeng sinuwun pindah ke keratonnya yang baru, yang tetap memakai nama Jenggala Manik seperti nama rimba tempatnya dibangun itu. Orang Kuripan yang mau pindah, pindahlah ke Jenggala Manik yang amat makmur. Keraton Kuripan yang lama lalu dijadikan sebuah taman,yang menimbulkan kesan seakan-akan tempat itu sbuah pertapaan. Dalam keratn yang baru diadakan keramaian.
Kemudian ketiga orang saudara raja itu mangkatlah: panuwun meninggalkan seorang putra, ia menjadi menantu raja lalu menggantikan ayahnya menjadi Bupati Bagelen dengan nama Arumbinang. Juga putra Karungkala menggantikan ayahnya dengan nama Dirajasena. Anak Tunggul-petung juga sudah menggantikan ayahnya, memakai nama Tunggul-seta. Ia harus pindah ke kratonnya yang lama di Panaraga. Prambanan lalu dijadikan tempat pelipur lara.
Sri Gentayu lama memerintah, dari putra mahkota Dewakusuma, ia sudah mempunyai cucu lima orang, tapi masih kecil-kecil. Yang tua sekali seorang perempuan bernama Warakili, yang kedua seorang pria benama Luhur, yang menengah juga seorang pria, Mangarang namanya. Yang dibawah itu pria pula, bernama Midadu dan yang bungsu seorang perempuan Wragilwangsa  namanya, tapi ia dari lain ibu. Ibunya ialah putri dipati Singasari, bernama Sindureja yang sudah meninggal. Sejak itu ia digantikan oleh anaknya, jai ipar Dewakusuma dengan nama Jayasastra krena ia juru tulis Dewakusuma.
Perpindahan raja ke Jenggala-manik terjadi dalam tahun 800M (laja-Boma-sariraning). Raja tidak dapat melihat cucu-cucunya dikawinkan. Sinuwun jatuh lalu mangkat. Tak lama kemudian meninggal pula patihnya. Jakasanagara yang meninggalkan seorang putra bernama Amongtani.
Dengan upacara kebesaran Dewakusuma diangkat menjadi raja Jenggala Manik. Jayasastra membacakan pengumuman itu, sekalian rakyat bersorak gegap gempita atas pengangkatan itu dan dimana-mana rakyat memberi hormat dengan bunyi musik gamelan, tembakan meriam dan sebagainya. Setelah itu diadkan keramaian. Pengangkatan Dewakusuma mejadi Raja Jenggala Manik terjadi pada tahun 811 M (eka tunggal sarira). Sebagai patih lalu diangkat Murdana-sraja.  Oleh kebijaksanaan raja dan kecakapan patihnya negeri menjadi makmur dan sejahtera.
Raja itu mempunyai lima orang anak yang kini sudah dewasa. Yang sulung, Warakili tetap tidak kawin dalam hidup membujang ia selalu melakukan badah. Yang kedua Miluhur jadi anak lak-laki yang tertua, diangkatnya menjadi putra mahkota. Putranya ini sudah kawin dengan putri Bupati Bagelen.
Putri ini yang jadinya istri pertama putra mahkota, bernama Murdaningrum dan agak pencemburu. Suaminya sebenarnya tiada berapa mencintainya. Ia hanya mengawininya karena takut kepada ayahnya. Lagipula ia sudah mempunyai tiga orang selir; yang seorang anak rangga Blora, yang kedua putri Demang Cengkalsewu, dan yang seorang lagi sahaya yang berasal dari negeri Candana laras. Pangeran itu amat mencintai selir-selirnya itu.
Saudaranya, mangarang juga sudah kawin dengan anak seorang Bupati Bandung. Putri itu bernama Candra-ningsih. Mangarang beroleh daerah Kadiri dan selanjutnya bernama Lembu Mangarang. Midadu sudah kawin pula dengan putri Bupati Panaraga, bernama Sumekar. Ia mendapat daerah Gegelang dan seterusnya bernama Lembu Midadu.
Yang bungsu, putri Wragil-wangsa kawin dengan putra Sastrajaya, yang sudah meninggal dan digantikan anaknya sebagai Bupati Singasari dengan nama Lembu Mijaya. Putra Mahkota, Lmbu Miluhur dengan selirnya dari Blora, mendapat anak seorang perempuan yang dinamakan Kenestri (dalam bagian lain: Kanistren). Anak itu dirawat oleh neneknya, yaitu permaisuri.
 Putri mahkota sudah hamil tujuh bulan. Begitu pula kedua selir putra mahkota yang lain, sudah hamil pula. Karena dengki, lalu putri mencari akal. Putri itu pura-pura sakit, merasa sakit kepala dan kedua belah kakinya lumpuh. Pangeran ketika diberitahukan hal itu, lalu menanyakan kepadanya apa sebabnya. Putri itu menerangkan, bahwa ia ketika tidur bermimpi dipukuli oleh kedua orang selirnya itu, yang seorang memukul kepalanya, dan seorang lagi memukul kakinya. Apabila mereka itu tiak disikirkan, pastilah ia akan menemui ajalnya. Kerena marah kepada dua orang selirnya, putra mahkota memerintahkan untuk megasingkannya dan membunuhnya. Tugas itu diserahan kepada lurah (kepala pasukan) Gulang-gulang bernama Sumambita. Kedu selir itu dibawalah kedalam hutan, aka tetapi ketika Sumambita hendak menjalankan perintah itu, selir yang berasal dari Cengkal-sewu direbut oleh Batara Kala dengan cara  yang gaib, serta disembunyikannya didalam sebuah hutan,dimana kala sudah menciptakan baginya sebuah tempat yang dapat didiami. Permpuan itu melahirkan seorang anak pria, yang atas sabda dhawuh Kala, dinamakan Phunta.
Hal yang sama terjadi pula atas diri sahaya keturunan Papua yang tengah mengandung, tapi ia dilarikan oleh Antaboga, raja ular, yang jatuh kasihan kepadanya dan mnyembunyikannya dalam sebuah gua. Setelah sampai waktunya ia melahirkn seorang anak pria, bernama Kertala. Karena disihir oleh kedua Dewa itu, sang lurah mngira bahwa ia sudah membunuh kedua perempuan itu. Karena itu iapun melaporkanbahwa ia sudah melakukan tugasnya.
Dalam pada itu, putri mahkotapun sudah mlahirkan seorang anak pria yang kukuh perawakanya. Ketika dibawa kepada kakeknya ia diberi nama Godeg (yang bercambang). Lagipula raja meramalkan bahwa anak itu tidak akan menjadi raja. Selanjutnya Kanjeng Sinuwun menanyakan bagaimana keadaan kedua orang selir itu. Ketika kanjeng sinuwun mendengar jawaban yang berdasarkan kejadian sebenarnya, kanjeng Sinuhun marah kepada putra mahkota, tapi tidak menampakkan kemarahannya itu. Kemuian kedengaranlah suara, yang mengatakan bahwa Miluhur tidak akan memperoleh anak yang akan menjadi raja, kecuali bila ia kawin dengan seorang Putri Keling (Hindia Depan). Kanjeng sinuwun memerintahkan Miluhur datang menghadap. Ia mendapat marah karena perbuatannya terhadap kedua orang selirnya. Miluhur saat ini harus mencari seorang istri, yang akan melahirkan seorang putra yang berhak menjadi raja.

Naskah selanjutnya : Mangarang dan Midadu
Diketik Ulang untuk sasadaramk.blogspot.com, dari buku Kitab Jawa Kuno




Tidak ada komentar:

Posting Komentar