Kamis, 25 Oktober 2018

Candi Plumbon, Grabag

Candi Plumbon, Grabag
     Kamis, 25 Oktober 2018. Kisah kedua blusukan kemisan bulan ini, setelah mampir di WatuLumpang Plumbon secara tak sengaja. Kali ini destinasi utama, “Iki gong e…. jarang wong reti!, bahkan mungkin belum terdata”, Pak nanang bercerita kepada kami saat perjalanan. Ya ini memang menjadi tujuan 'kemisan' kami yang paling utama.
Tak sampai 500m saja, sampailah kami. Tetengernya adalah bekas perikanan Lele di tengah sawah dengan gubuk bertingkat dari bambu (sangat unik) namun saya terlupa memotretnya. 
Candi Plumbon ada dibelakangnya.
Candi Plumbon, Grabag
Gumuk makam punden Kyai Sadali, warga menyebut demikian, sementara ada lagi warga yang mempercayai bahwa ini tinggalan seorang wali, entah wali apa…heheheh (yang pasti bukan wali murid seloroh Mas Dhany).
Bagi seorang seperti kami : pecinta situs, menemukan reruntuhan, sisa-sisa bangunan kejayaan masa lalu adalah sebuah kebahagiaan diatas kepedihan. Kami bahagia karena bisa menemukan hal yang menjadi konsen kami…. (terserah ya kali ini saya pakai kata menemukan..hahahaha) namun pedih hati kami ketika hanya menyisakan watu terbengkalai. Yang bahkan saat kami disini, beberapa warga yang melintas menatap aneh bin jengah kepada kami.
Kemudian menjadi paham ketika mas Dhany bertanya kepada warga yang sedang di sendang (tak jauh dibelakangnya) tentang keberadaan peninggalan lain, malah dijawab bahwa banyak orang yang ritual disini dan banyak yang terkabul. Syaratnya mandi terlebih dahulu di 7 mata air. Bukan! Bukan itu!!, bukan mistis tujuan kami! Ingin rasanya protes langsung! Tapi ya percuma….. saat itu memang belum memungkinkan untuk mematahkan mitos tersebut. Ini real sejarah…. Bukan cerita majas yang dilebih-lebihkan, relief, motif, batu kuncian toponimi daerah serta ciri geografi : berada di gumuk bisa menjadi modal pembuktian. Bahwa ini tinggalan sejarah. Bukan hanya jarene atau khayalan saja.
Close up struktur batu (yang mungkin menjadi bagian bangunan suci yang pernah megah dimasa itu :


Entahlah kapan lokasi ini berubah menjadi makam…., yang pasti di seberang jalan memang ada makam umum warga.

Batu berceceran diseberang jalan,

Ada mata air dimana-mana….,

       Beberapa Motif, relief yang masih tersisa : 

Relief Candi Plumbon
Relief Candi Plumbon
relief Candi Plumbon





















Celief Candi Plumbon

Di Candi Plumbon ini selain struktur dari Batu, juga terlihat dari tanak liat : Banono, Batu Bata berukuran Jumbo.

Banon Candi Plumbon
Bersama rekan yang masih setia dan semangat untuk turut Blusukan Kemisan

Candi Plumbon : Mas Dhany, Pak Nanang, Saya dan Mbak Laiva

Salam pecinta situs dan watu candi 
 

 


#hobikublusukan

Nb:
  • Lanjut menuju Yoni Situs Plumbon Grabag
  • Umpang Soto Sedep Jambu

Tak Sengaja Blusukan : Ada Watu Lumpang di Pinggir Jalan Plumbon, Grabag, Magelang

Watu Lumpang di Pinggir Jalan Plumbon
      "Tak sengaja, lewat....", mirip lagu Dessy Ratnasari naskah ini mirip.... bukan mirip seterusnya Karena tak ada yang patah hati  Di rombongan blusukan kali ini...

      Kamis, 25 Oktober 2018. Blusukan Kemisan pernah menjadi tradisi saya ketika ketemu partner, namun sudah sejak lama tak lagi melakukan blusukan tiap kamis. Banyak hal yang menghalangi. Tapi memang blusukan Kemisan akan mengalir bila memang sudah  takdir. Seperti kali ini, dipertemukan dengan senior yang sama - sama cinta situs jadi rasanya dibuat mudah langsung ok blusukan. Bagaimana tidak, saya curhat lama ga blusukan, eh ditawari Kamis blusukan area Grabag, Ya... yess aja tanpa berpikir dua kali. 
      Singkat cerita, setelah ngabari rekan yang mewanti-wanti untuk dikabari, Kami kumpul di Perpustakaan Ambarawa. Saat nunggu, eh kedatangan mantan partner blusukan kemisan yang berjaya di masa lalu... Hehehhe. Saya tak berani nawari, hanya pasangannya saja.... hehehhe.
menuju Grabag
      Berangkat sekitar jam 10, kami berempat. Saya, membonceng Mas Dhany dan Mbak Laiva membonceng Pak Nanang (guide)nya. Melalui jalur Semarang-Jogja, kebetulan hari ini lancar sekali. Tak sampai 30 menit sampailah kami di pertigaan Grabag. 
     Masuk pertigaan kira-kira 2km, langsung ambil kanan, Saat kami sedang menikmati suasana persawahan tiba-tiba Pak Nanang mendadak berhenti dan menunjuk arah, sempat mengira sudah sampai namun ternyata.... 
       "Di perjalanan terakhir kemarin, pas lewat sepertinya itu lumpang", jelasnya, dan kali ini pas bersama kami ingin memastikan.

Nyantanya memang WATU LUMPANG!

    Kondisi Lumpang sudah memprihatinkan, Hanya tersisa 50% bagian bawah saja. Berada di lokasi yang subur, banyak mata air tentu saja bisa memunculkan dugaan awal fungsi watu lumpang di masa lalu. 
      Watu lumpang sebagai media ritual sesajen untuk pertanian, 
Watu Lumpang Plumbon

       Berada di pinggir jalan, sayangnya tak membuat orang peduli. Hanya lalu-lalang tak melirik Samantha selalu. Malah menganggap aneh aktivitas kami ketika mendokumentasikan watu lumpang ini. 
     Apa boleh buat memang sudah tak peduli, atau bahkan belum menyadari jejak leluhur ini, atau memang tak berdaya??? entahlah...
Watu Lumpang di Pinggir Jalan Plumbon Ngablak
       Karena tak ada satupun yang bisa kami tanyai, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju destinasi utama : Candi Plumbon.
Saya, Mas Dhanny, Mbak Laiva dan Pak Nanang Klisdiarto
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi
ssdrmk di Lumpang Plumbon, Grabag
Semoga tetap lestari, 
#hobikublusukan

Naskah Berikutnya : (segera) 
- Candi Plumbon, Grabag
- Yoni Dusun Nglangon Desa Plumbon, Grabag
- Watu Lumpang Soto Sedep Jambu

Rabu, 17 Oktober 2018

Rumah Arca Sukoharjo

Rumah Arca Sukoharjo

17 Oktober 2018. Sebenarnya saya baru tahu ada Rumah Arca Sukoharjo tak berapa lama sebelumnya, sejak senior komunitas yang posting ngetrip gagalnya karena rumah arca tutup, nyuwun pangapunten nggeh pak Nanang saya bisa duluan masuk… hehehehhe (tapi swear duluan bukan berarti lomba dan menang-menangan ataupun pamer kok, buat apak? wkwkkwkw…. Saya sudah jauh dari pikiran itu)
Sudah sejak lama saya menyambangi kota ini, entah dengan berbagai keperluan. Sayangnya saat itu saya belum tahu. Beberapa rekan asli sukoharjo yang saya tanya pun tak paham ikhwal keberadaan situs di sekitar sukoharjo. Walaupun didalam hati saya, ada keyakinan pasti  ‘banyak situs’ di Sukoharjo, salah satu buktinya adalah candi Sirih di bagian utara kota.
Kali ini seperti biasa saya memanfaatkan tugas dari kantor, setelah mengikuti Seminar di UNS, bersama rekan dan dengan berbagai keperluan setelahnya saya memang membulatkan tekat untuk mampir di Rumah Arca Sukoharjo ini.
Berbekal informasi alamat yang saya dapat dari rekan. Bahwa Ruma Arca terletak di samping Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo menjadikan Blusukan luar kota kali ini sangat mudah.
Berada sangat dengan dengan pusat perkantoran Kabupaten Sukoharjo, bahkan bisa dibilang hanya selemparan batu saja, namun apakah pemkab sudah memberikan perhatian? Jawabannya baca terus ya….
Trafict Light setelah Kantor Bupati ambil kanan, petunjuknya gang ini : 
Menuju Rumah Arca Sukoharjo
Kurang dari 50m, persis melewati Rek Kereta api. Dengan posisi disebelah kiri (nylempit) sampailah,
Rumah Arca Sukoharjo : Nylempit
Beruntungnya saat saya kesini pintu gerbang dibuka, dan nampak ada seorang petugas Rumah Arca. Nasib memang seperti roda berputar, pasti berbeda antara orang satu dengan orang lain. Langsung saya minta ijin sambil memperkenalkan diri, diluar dugaan ternyata beliau sangat ramah. Sayangnya saya lupa namanya….. maaf.
“Rumah Arca ini awalnya dari prakarsa pendiri yayasan Veteran Sukoharjo ini, kemudian berinisiatif mengumpulkan menjadi satu beberapa temuan di wilayah Sukoharjo sekaligus digunakan untuk Laboratorium Sejarah Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo”, Jelas beliau. “Tentunya dengan kerjasama dan pendampingan dari BCB Jateng, saya juga staf dari BCB Jateng”, tambahnya.
Rumah Arca Sukoharjo
Awalnya saya hanya membatin saja, sedekat ini, kenapa dalam penjelasan petugas Rumah Arca tak disebutkan peran Pemkab? Aaach mungkin masih banyak yang akan diceritakan…
Sambil nunggu cerita lanjutan saya meminta ijin berkeliling, menikmati peninggalan leluhur ini satu persatu.
Bangunan mirip dengan Rumah Arca Boyolali (sebelum dipindah) walaupun lebih kecil dan beda nasib (diperhatikan dan tidak). Perlu dipikirkan tempat parkir dan tempat yang tidak sempit serta nylepit ini, agar orang Sukoharjo Sendiri pun tahu keberadaan jejak peradaban leluhurnya.
Saatnya menikmati hasil karya pendahulu,





    Hanya sebagaian kecil saya yang saya dokumentasikan, 




Saat sudah merasa cukup menyegarkan mata dengan mahakarya orang jaman dulu, saya mendekat sekaligus ingin ngobrol lebih banyak, ingin mengapresiasi orang-orang yang secara langsung bekerja ‘memuliakan’ karya agung leluhur ini. 
“Kunjungan memang hanya sebatas siswa/mahasiswa yang ingin belajar atau penelitian saja, dan belum pernah ada perhatian secara khusus dari pemkab”, pungkasnya, bagaimanapun ini mengagetkan bagi saya pribadi. 
Rekan dan petugas Rumah Arca Sukoharjo (duduk)

Entahlah…. Saat saya kesini begitu megah kantor terpadu yang dibangun, tapi malah melupakan jejak sejarah diseberang jalan…. Ach semoga saya saja yang berprasangka buruk… dan kenyataannya tidak seperti yang saya sangka. Semoga.
Setelah setahun lalu di rumah Arca Boyolali. Kali ini saya di Rumah Arca yang kedua yang saya kunjungi,
Salam pecinta Situs dan Watu Candi
Rumah Arca Sukoharjo
#hobikublusukan

Senin, 15 Oktober 2018

Dua Watu Lumpang Spesial Di Desa Manggihan Getasan

     Salah satu Blusukan Gila yang pernah saya lakukan...




       Senin, 15 Oktober 2018. Entah setan mana yang tiba-tiba merasuki alam bawah sadar saya, pagi setelah apel...saya langsung melempar ajakan ke beberapa rekan... padahal saya pun yakin tak ada yang bisa karena ini hari senin. Tentu saja mereka semua mulai beraktifitas...
   Eh tanpa dinyana, Pak Nanang merespon positif, bahkan mengamini untuk guide ke Gunung Telomoyo yang sejak lama saya bermimpi blusukan ke area ini.
     Gila, tentu saja.... Tanpa rencana sama sekali, durasi Jam 1 siang, sementara Pak Nanang Jam 2. Start dari perpustakaan Ungaran saya jam 10, kemudian setelah jemput beliau, kami melewati Jalur Lingkar Ambarawa kemudian berbelok menyusuri jalan Banyubiru melewati Rawapening. Pertigaan Ambil kanan menuju jalan alternatif kearah Getasan. 
      Karena saya menngikuti apapun petunjuk arah dari Pak Nanang, walaupun saya yang netir motor... di pertigaan yang ada tugu kami ambil kanan, sesampainya di desa Seturun desa Manggihan Kecamatan Getasan. "Kita Parkir disini dulu, mampir sekalian sudah sampai sini", jelas Pak Nanang. Saya bingung sekaligus senang... ini diluar rencana sama sekali.... gila!...
        Tepat dibelakang rumah tempat saya parkir, ada Watu lumpang, 
Watu Lumpang Seturun Manggihan : 1
    "Untungnya ini musim kemarau, kalau musim hujan, Kotoran Kerbau Lethong,  itu bikin sesak napas dan jalan berjingkat, salah salah bisa terperosok", ucap Pak nanang.
Watu Lumpang Seturun Manggihan : 1
         Watu Lumpang manggihan ini berukuran lumayan besar, juga cukup tebal. Yang Unik adalah lubang di Watu Lumpang karena berbentuk Kerucut bukan seperti mangkok. 
Watu Lumpang Seturun Manggihan : 1
    Bentuk lubang yang kerucut tersebut cukup bikin mengkerut dahi kami, berbagai kemungkinan bisa jadi menjadi fungsi Watu Lumpang ini dimasa lalu. Jika watu Lumpang untuk menumbuk biji/ sesajen tentunya jika bentuk kerucut akan tidak maksimal hasilnya. Alat penumbukpun berbentuk lancip. Bingung saya....
      Dugaan sementara saya, berubah bentuk lubang lumpang karena berlalunya ribuan tahun.
     "Kadang masih terdengar orang menumbuk Lumpang ini, juga musik gamelan di malam-malam tertentu. Suara-suara ini bisa didengar oleh orang yang punya kemampuan lebih", jelas Pak Suhedi salah satu warga yang menemui kami.
     Watu lumpang 1 ini juga lumayan tebal, Selain berdiameter cukup lebar, lebih dari 1m (pastinya semoga ada yang merevisi) memakai ilmu kira-kira... 
Watu Lumpang Seturun Manggihan Getasan
       Di beberapa sudut Watu Lumpang sudah rusak, Semoga warga masyarakat tergugah untuk melestarikan jejak peradaban ini.

    Sesaat sebelum saya mengucapkan "Maturnuwun" kepada pak Nanang karena dengan blusukan cukup dekat tak akan tergesa-gesa saat pulang, eehh langsung diserobot..."Belum selesai disini.... masih ada satu lagi... Kita pindah dibawah sana....", sambil menunjuk arah. Kemudian saya memindahkan motor, dan blusukan ini benar diluar perkiraan dan....  Gila! sangat seru!!!
Nanang Klisdiarto : Situs Mangghan getasan
     Pengobat Stresss, adalah blusukan, 
   
     Karena motor sangat susah untuk mendekat ke lokasi, medan terjal jalan berbatu. Akhirnya kami jalan kaki, kira-kira 5 menit kemudian sampailah... cukup dekat dari jalan desa. Yang membuat jauh memang kondisi panas saat kami blusukan gila ini.
Watu Lumpang Seturun Manggihan yang kedua, 
Watu Lumpang Spesial Di Desa Manggihan Getasan : 2
     Dengan kondisi sedikit lebih rusak dibanding Watu Lumpang yang pertama, Namun kesimpulan sama saja. Sudah Diabaikan!
        Lubang Lumpang Normal, tak seperti Yang pertama, 
Watu Lumpang Spesial Di Desa Manggihan Getasan : 2
Watu Lumpang Spesial Di Desa Manggihan Getasan : 2
      Dulu di dekat watu Lumpang ini pernah ada sumber mata air yang sangat jernih. 
Bersama Pak Suhedi
     Namun semenjak pohon Randu mati. Kemudian masyarakat juga jarang  memanfaatkan sendang akhirnya lama-lama hanya menjadi bekas nya saja. 
    Bahkan saat ini sudah ditutupi sampah, sendang tersebut. (cerita dari pak suhedi)
    Juga sama tebalnya, 
      Di beberapa lokasi, ada misteri yang belum terpecahkan, seperti keberadaan makam budho di dekat kebun cengkeh masih didusun Seturun ini, kemudian di bawah kebun dekat sungai dulu dada banyak struktur batu candi. Namun karena keterbatasan waktu tidak kami telusuri.
Watu Lumpang Spesial Di Desa Manggihan Getasan : 2
      Karena Adzzan Dhuhur sudah berkumandang, kami menyudahi. Selain waktunya shalat, tak pas rasanya masih di kebun, tentunya banyak ular yang mencari mangsa.
        "Kita lanjut ke Telomoyo, ajak Pak Nanang. Saya dengan tersenyum terpaksa menolaknya...hehehhe. ini sudah cukup pak... sudah cukup gila! heheheheh...
     Kami kemudian pulang. dan seperti tepat rencana mendadak saya. Tak melebihi durasi saya... Eh sampai dirumah Pak Nanang istrinya sudah dirumah, padahal kata Pak Nanang jam 2.... Tanpa basa-basi saya langsung mbradhal pulang...wkwkwkwkkw. terciduk!
Pak Nanang K di manggihan
    Bila lama gak blusukan bisa gila mungkin, melihat rekan lain terus eksis...heheh.. ini sudah lebih dari cukup mengobati kangen blusukan.
Matursembahnuwun Pak Nanang!

Di Situs manggihan Getasan
Salam Pecinta Situs dan Watu Candi.
#hobikublusukan