Watu Kenteng Sari Desa Kener : Lumpang |
Selasa, 19 Pebruari 2019. Kali ini tak bisa di logika… entahlah. Ceritanya di malam hari saat saya nulis kisah blusukan situs Watu Lumpang Doplang Bawen, dalam tulisan itu saya sempat menulis untuk kembali blusukan, dan membulatkan tekat untuk mengagendakan penelusuran...
Singkat cerita. Hari ini, mendadak dimintai tolong untuk menjadi driver tugas monitoring dan evaluasi perpusdes
ke beberapa desa. Ada 3 Desa tujuan kali
ini, yang semuanya ada di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Yaitu
berturut-turut Desa Mukiran, Desa Kener dan Desa Papringan. (ada Candi Payungan dekat area ini)
Seperti biasa saat tugas seperti ini, tak terpikirkan sama sekali untuk
mencari kesempatan blusukan. Namun….. saat menuju Desa Kener, (Desa ini
berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali-kalau tidak salah Tlatar)
melewati jalan perkampungan yang tak lebar. Saya melajukan mobil dengan
pelan-pelan sambil menikmati pemandangan hijaunya persawahan serta air jernih
yang mengalir deras di sisi selokan di kanan maupun kiri jalan. Terbesit
sedikit tanya, mungkinkah? Jangan – jangan… --- (ciri – ciri banyak air, subur
dan nampaknya suasana desa sungguh adem adalah ciri-ciri yang biasanya langsung
mencuatkan antena para blusuker situs untuk menelusur, mencari tempat angker
atau minimal makam)… eh sesaat setelah batin muncul pertanyaan itu, gang
sebelah kiri, di atas Gapura masuk tertulis dengan giant letter Dusun Kentengsari Desa Kener.
Bukan lagi menyangsikan lagu dangdut kuno, saya lupa penyanyinya yang
pasti judulnya “sebuah nama”….apa
artinya? Bagi saya sangat berarti !!!
heheheh Senyum lebar, dan tanpa sadar,
setengah berteriak “Wah mesti ono situse ki!!”, saya keceplosan. Padahal
disamping saya duduk Bos e….hehehehe. Untungnya beliau pengertian dan
menimpali, “Ya nanti tanya pak Kades”…. Saya tersenyum tambah lebar… dunia
menjadi terasa sungguh indah… hehehehhe.
Kantor Desa Kener, Kaliwungu |
Sampai di Kantor Desa Kener Kecamatan Kaliwungu, sengaja masuk paling
akhir, saya mencoba melongok beberapa arah, barangkali ada gumuk, atau ada
pohon besar. Arah pandangan langsung mengarah pada sebuh makam dengan pohon
beringin yang lumayan besar di tengah persawahan (gumuk pula)… Semangat
membuncah….
Setelah tugas selesai, Bos e malah Tanya ke Pak Sekdes, tentang apakah
ada peninggalan kulo di Desa Kener ini?, (Diceritakan pula peran desa Kenteng
di Kecamatan Susukan, yang mengumpulkan dan membuat museum—dikolaborasikan
dengan perpusdes---jadilah edukasi) dugaan saya tak meleset. Pak Sekdes
Mengangguk mantap. “Ada!!!… Kalau di dusun Kentengsari ada watu Kenteng dan
watu sari, sementara di dusun kener ini ada masjid tiban ”, tanpa saya minta
kemudian mengalirlah cerita tentang Watu Kenteng itu, juga legenda masjid
tiban.
Terus terang saya tak terlalu tertarik dengan masjid tiban, Karena Pak
Sekdes menuturkan masjid tersebut tinggalan walisongo, saya fokus di watu
kenteng. Dan itu adalah kesalahan terbesar saya… heheheh.
Saat beristirahat, sambil mencari strategi untuk menengok watu lumpang,
eh tiba-tiba Pak Yanto penjaga Kantor desa Kener menawarkan untuk mengantar
menggunakan motornya ke Watu Kentengsari.. Tak dapat kutolak karena setangah
dipaksa…hahahahahha.
Setelah lewat di gang dengan tulisan Dusun Kentengsari tadi, sampailah.
Bunker : Wau Kentengsari terlindungi |
"Dulu saat sesepuh masih hidup, Watu Kenteng Sari ini terawat... saat ini pun masih dikeramatkan oleh warga. Masih di jaga walaupun memang kondisinya seperti ini. Jika ada yang punya gawe (mantu) tak pernah lupa memberikan sesajen di Watu Kentengsari ini", bapak Yanto panjang lebar bercerita kepada saya.
Kondisi lumpang sebenarnya sudah cukup lumayan, sudah dibuatkan peneduh
bahkan berbentuk bangunan tertutup total (menyisakan pintu masuk), mirip
seperti bunker.
“Karena memang begitu pentingnya arti Watu Kentengsari ini bagi warga sehingga konon warga sangat memikirkan keamanan watu kentengsari ini.
Watu Kenteng sari sebagai asal muasal nama dusun ini, bisa di sebut pula sang hyang kulumpang atau watu lumpang.
Sebuah media, sarana ritual yang sangat sakral yang digunakan pada masa lalu.
Biasanya banyak sumber yang menduga jamak dipakai pada masa hindu klasik yang pernah Berjaya di Bhumi Jawadvipa ini.
Mulai dari dipakai sebagai salah satu alat penetapan tanah sima, perdikan. (ada ritual tertentu yang memang berpusat di lumpang), ada pula digunakan sebagai ritual penyembahan dewi cri, kesuburan yang diselenggarakan pada awal masa tanam maupun masa panen. Dan berbagai fungsi lain.
Sementara batu yang berukuran kecil, yang menempel unik karena ada tanah yang
merekatkan keduanya.. saya pribadi malah menduga ini sebuah umpak.
“Pihak desa berencana dalam waktu dekat akan mencoba menguri-uri kembali.
Watu sari (disebut demikian), saya sebenarnya hanya menduga saja ini umpak karena ada 8 sisi dan bentuk bagian bawah datar. namun saya juga menerima pencerahan...
Minimal membersihkan dan membuat akses jalan agar terlihat sari kembali”, tambah Bapak Yanto.
Langsung tanpa ijin… (maaf bu…. Hehehe)… saya belokkan stir ke kanan dan
tancap gas ke masjid…. Beliau dan teman saya ngekek…. “Kandani wong tuo ngeyel!”….
Salam pecinta Situs dan Watu Candi.
Watu Kenteng Sari Desa Kener : Lumpang |
“Karena memang begitu pentingnya arti Watu Kentengsari ini bagi warga sehingga konon warga sangat memikirkan keamanan watu kentengsari ini.
Walaupun saat ini, saat saya masuk butuh perjuangan untuk mencoba
bersahabat dengan lumpur letong yang berair… becek
(tak usah saya gambarkan bagaimana kondisi nya, apalagi baunya)….
Keuntungan bangunan berbentuk bunker ini malah saat di dalam ruangan saya sama sekali tak mencium bau lethong tadi. Yang ada rasanya adem, tenang. ….
Asal kau tak mengingat di sebelah tembok luar…hahahaha.
(tak usah saya gambarkan bagaimana kondisi nya, apalagi baunya)….
Keuntungan bangunan berbentuk bunker ini malah saat di dalam ruangan saya sama sekali tak mencium bau lethong tadi. Yang ada rasanya adem, tenang. ….
Asal kau tak mengingat di sebelah tembok luar…hahahaha.
Penampang Atas Watu Lumpang : kentengsari |
Sebuah media, sarana ritual yang sangat sakral yang digunakan pada masa lalu.
Biasanya banyak sumber yang menduga jamak dipakai pada masa hindu klasik yang pernah Berjaya di Bhumi Jawadvipa ini.
Mulai dari dipakai sebagai salah satu alat penetapan tanah sima, perdikan. (ada ritual tertentu yang memang berpusat di lumpang), ada pula digunakan sebagai ritual penyembahan dewi cri, kesuburan yang diselenggarakan pada awal masa tanam maupun masa panen. Dan berbagai fungsi lain.
Watu Sari : 8 sisi |
umpak? |
Watu sari (disebut demikian), saya sebenarnya hanya menduga saja ini umpak karena ada 8 sisi dan bentuk bagian bawah datar. namun saya juga menerima pencerahan...
Minimal membersihkan dan membuat akses jalan agar terlihat sari kembali”, tambah Bapak Yanto.
Pak Yanto : maturnuwun pak |
Setelah merasa cukup, malah saya sangat puas. Bagaimana tidak?
Tanpa rencana malah dapat anugrah melihat sendiri situs yang sangat berharga ini.
Tanpa rencana malah dapat anugrah melihat sendiri situs yang sangat berharga ini.
Kami kemudian kembali ke Kantor Desa, saat Bos dan rekan diarahkan untuk
shalat di masjid tiban, saya ijin shalat di desa tujuan kedua monev perpusdes
ini, karena ada salah satu perangkat yang mendekat dan mengajak diskusi… ---
diskusi seru.
Beberapa foto tambahan Kentengsari :
Beberapa foto tambahan Kentengsari :
Setelah selesai kami kemudian berpamitan, ehh .. saat dimobil, tepat saat
kunci starter saya nyalakan… Bos yang duduk di sebelah saya menunjukkan HPnya….
Pandangan saya terpana, “Iki lho mau ning
masjid…..”
Spontan saya jawab, “Jauh gak bu?” ….
“Enggak itu dibelakang, itu tower masjid kelihatan….” Jawab beliau,
“Jalan Masuknya susah gak bu?” tanya saya.
“Ada kok….”jawab beliau
Masjid Jami Walisongo Desa Kener |
“Ya bu”, …. sambil saya memasang
tampang innoncent.
Sampai di masjid, segera setelah shalat, saya minta ijin kepada pengurus
masjid untuk melihat watu yang konon menjadikan masjid ini dikenal menjadi masjid
Tiban.
Seperti sebuah struktur kemuncak sebuah bangunan… yang biasanya ada
diatas. Bisa sebuah pagar atau malah bagian sebuah bangunan suci…
Saya merasa sangat beruntung, tak melewatkan Watu cagar budaya di masjid
tiban ini. Bayangkan bila saya terlewat dan nunggu kesempatan lain datang ke
desa Kener ini.
Walaupun memang kemungkinan besar mudah saja, karena bulan depan layanan mobil perpusling akan ke Desa Kener.
Walaupun memang kemungkinan besar mudah saja, karena bulan depan layanan mobil perpusling akan ke Desa Kener.
Namun kesalahan saya yang kerap
saya lakukan ya itu…saya kurang teliti…. Sudah cukup puas ketika ada 1…. Tak mencoba
lebih… (walaupun memang posisi blusukan saat ini bukan blusukan seperti
biasanya = kerja tapi blusukan)
Ukiran blandar atap masjid
terlihat tak biasa… karena memang sangat kuno sekali bahkan konon sejak masjid
ini ada ukiran itu ya seperti itu.
Close up kemuncak di masjid Kener, Kaliwungu,
Bersama Marbot Masjid Kener, Jami' Walisongo.
Ukiran di bagian dalam atap dibawah kubah, konon ini ukiran yang asli--dulu adalah tiang masjid ini.
Mengingatkan saya atas ukiran yang saya temui di trowulan saat saya kesana sekitar tahun 2010.
Keunikan lain adalah… bagian kubah masjid yang lain dari biasanya. (semoga ada yang mencerahkan itu ciri dan masa apa….
Close up kemuncak di masjid Kener, Kaliwungu,
Bersama Marbot Masjid Kener, Jami' Walisongo.
Ukiran di bagian dalam atap dibawah kubah, konon ini ukiran yang asli--dulu adalah tiang masjid ini.
Mengingatkan saya atas ukiran yang saya temui di trowulan saat saya kesana sekitar tahun 2010.
Keunikan lain adalah… bagian kubah masjid yang lain dari biasanya. (semoga ada yang mencerahkan itu ciri dan masa apa….
“Masjid ini konon langsung berdiri tanpa diketahui orang, termasuk batu
ini”, jelas Marbot, pengurus masjid yang mendampingi saya ketika menjelaskan asal usul
penyebutan masjid tiban (saya lupa bertanya nama beliau.
“Warga percaya masjid ini masih ada kaitan dengan era
Walisongo”, tambah beliau.
Kubah Masjid : unik |
Di perjalanan pulang, saya jadi teringat, ketika tadi malam saya menulis
naskah penelusuran Watu Lumpang Doplang saya tuliskan kalimat berniat blusukan
lagi… sudah sekian lama saya absen. Hmmm.
Apakah ini jawaban? Tak bisa dilogika memang. Ditengah berbagai kendala… ada saja jalan kemudahan untuk saya…
Terimakasih kepada para pembaca…. Support dan apresiasi menjadi sebuah nilai tak terkira bagi semangat saya.
Matursembahnuwun...
Apakah ini jawaban? Tak bisa dilogika memang. Ditengah berbagai kendala… ada saja jalan kemudahan untuk saya…
Terimakasih kepada para pembaca…. Support dan apresiasi menjadi sebuah nilai tak terkira bagi semangat saya.
Matursembahnuwun...
Salam pecinta Situs dan Watu Candi.
“Pelajaran yang berharga hari ini yang saya dapat adalah, sebuah keinginan kadang menjadi pertanda … syaratnya kita tulus.”Sampai ketemu di kisah penelusuran yang lain… segera…. (akan ada kisah yang menohok rekan yang selama ini pelit informasi… hahahahaha…. Saya mulai tertawa jahat. Semoga rencana berjalan sesuai keinginan)
#hobikublusukan
Mantaaabbb..... Lanjutkan
BalasHapusKampungku tercinta
BalasHapusMohon maaf,, koreksi sedikit
Orang yg pegang tongkat tersebut bukan marbot,, tapi imam masjid di desa kener
Sekaligus guru ngaji saya dan teman teman
Namanya Bp. Harun Zuhdi
Terima kasih atas artikelnya
Semoga sukses
Amin
Monggoo blusukan lagi di area pager dan sekitarnya..saya ingin belajar
BalasHapusPak Harun orang baik adakah orang yg ingin menolong untuk naik haji atau umroh kan pak harun
BalasHapusMasih ada lagi itu mas di sawah sasem
BalasHapus