Laman

Rabu, 18 Mei 2011

Candi Dieng

Ekspedisi Dieng
Candi Dieng sesaat setelah hujan

Pemandangan yang menakjubkan
15 Mei 2011, akhirnya kujawab tantangan seorang kawan lama. Yang bertanya kapan ke Dieng…?membuat panas jiwa dan darah petualangan. setelah melihat catatan perjalanan saya di Trowulan dia selalu ber”promosi” Dieng The next Heaven.. Singkat kata segala persiapan saya lakukan termasuk menghubungi seorang sahabat diWonosono.
Berangkat tepat jam 10.00 pagi, pada awalnya rencana rute ekspedisi lewat Gunungpati-Ungaran-Ambarawa-Temanggung-Parakan-Wonosobo-Dieng, karena rute itu yang biasa orang lalui. Akan tetapi, lagi-lagi seorang kawan lama yang memberikan tantangan malah menyarankan untuk lewat rute lain : Gunungpati-Boja-Singorojo-Patean-Sukorejo-Bejen-Ngadirejo-Jumprit-Perkebunan Teh Tambi-Dieng.
Alhasil, tertarik juga berangkat lewat rute ini,  rencana untuk pulangnya tetap lewat Temanggung. Benar apa yang dikatakan…. Jalur Lewat Kendal ini sungguh mengangumkan. Pemandangan sangat menakjubkan, mulai lembah yang menghijau, deretan perbukitan yang berbaris membentuk lukisan alam, udara segar yang menyehatkan paru-paru kita, kebun-kebun buah (durian+rambutan) di kanan kiri jalan yang bila musim berbuah (membuat kita pasti pingin berhenti sejenak---kalau bisa sedikit merasakan..hehehehehe) pasti menambah berwarnanya pemandangan. Semua itu kita temui sebelum Sukorejo di daerah Patean. Setelah Kebun buah, akan selanjutnya kita akan melihat pula deretan pohon cengkeh di kanan dan kiri. Tidak akan terputus keindahan sampai di kebun cengkeh ini. Akan tetapi sangat disayangkan kondisi jalan yang kurang baik (dibaca:rusak)…namun sedikit terobati sebenarnya dengan pemandangan yang (tukul bilang) AMAZING, tampaknya rute ini disukai beberapa komunitas otomotif. Terbukti dalam perjalanan saya bertemu dengan Komunitas Marcedes Bens Semarang (melihat Plat Nomor H semua; jadi saya tahu), Komunitas Vespa, ketemu juga dengan komunitas motorcross ’jejadian’ hehehe maaf soalnya banyak juga motor bebek  yang dimodifikasi.
Setelah itu beberapa lama kemudian akan kita temui keindahan ciri khas pegunungan yaitu barisan hutan pinus. Ada juga kawasan wisata disini. Pemandian/Situs Jumprit yang lumayan ramai saat saya lewat. Tidak mampir karena tujuan utama kali ini adalah Candi Dieng. Walaupun sebenarnya Pemandian Jumprit ini, seperti informasi yang saya dapat merupakan salah satu peninggalan majapahit.. Kalau Benar begitu Suatu saat saya agendakan kesana…karena saya PeCINTA Majapahit!
Tambi
Setelah Jumprit terlewati, rute dan medan jalan membutuhkan konsentrasi lebih, naik turun dengan kelokan tajam banyak kita hadapi di sepanjang jalan. Semua itu akan kita lupakan karena pemandangan dikanan kiri kita pegunungan. Selain kokohnya pegunungan yang berdiri, aktivitas petani kentang, kol dll juga banyak juga, menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi kita.

Perlu juga di persiapkan, masker karena akan banyak tercium polusi udara di sini, (pupuk kandang yang dipakai petani : bagus juga kan, mereka pakai sumber alam bukan buatan? Jadi tidak boleh protes). Lepas dari lahan pertanian masyarakat, kita masuk ke perkebunan teh Tambi yang terkenal itu. Saat saya melintas, banyak pekerja teh yang sedang memetik daun teh. Sebenarnya spot yang menarik untuk diambil gambar, saya terus jalan karena tidak sabar segera sampai di Dieng. Di Kawasan perkebunan Teh Tambi juga ada agrowisatanya.
Setelah melewati Perkebunan Teh Tambi, di pertigaan kita ambil arah ke kanan (kalau ke kiri arah wonosobo). Perjalanan selanjutnya tidak kalah mencengangkan, bagaimana tidak dari bawah terlihat perjalanan saya akan melewati awan : saya punya julukan sendiri Dieng kota diatas awan…(katanya dieng kota tertinggi ke-2 setelah Tibet) di beberapa tempat sudah dikeliling kabut. Apabila anda bisa sampai disini sekitar jam 6 disediakan Gardupandang di pinggir jalan bisa melihat silver sunrise….
Jam 12 saya sampai di gerbang Kompleks Candi Arjuna Dieng, akan tetapi karena waktu makan siang saya putuskan untuk mencari warung makan terlebih dahulu. Setelah muter-muter terlebih dahulu, akhirnya ketemu juga tempat makan yang lumayan murah.
Mr. Chiken, nama warung itu, makanya, dari gerbang candi lurus saja setelah candi Dwarawati berada. Kelar Makan siang yang cukup murah nasi ayam+the anget+2 tempe kemul Rp.12.000 ,-.

Candi Arjuna & Candi Semar
Masuk Ke kawasan Candi Arjuna tiket Rp. 6000,-, kemudian saya sarankan untuk toilet terlebih dahulu Rp.1.000,- agar nanti saat menikmati keindahan candi anda tidak terganggu. Bayar Parkir Rp. 2.000,-. Saat berkunjung ke sini jangan lupa bawa jas hujan/ payung (saran saya), ada juga persewaan payung Rp.5.000,- dari informasi yang saya peroleh saya melengkapi diri dengan jas hujan dan sewa payung karena sering hujan mendadak di Dieng ini. Rasanya tidak sabar untuk segera ‘eksplor’ candi ini. Cukup ramai pengunjung pada saat saya berada disini. Penataaan Candi lumayan rapi, terawat, bersih mengingatkan saya akan candi Bajangratu di Trowulan, ditambah keberadaan taman yang asri nan sejuk terasa menyegarkan mata.
Dimulai dengan candi Arjuna, bangunan ada di sebelah kanan sendiri, kemudian berhadapan candi Semar. Berurutan ke kiri candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi Sembadra, agak berjauhan ada candi Gatotkaca di Pintu Masuk kedua dari arah Banjarnegara. Ada juga Candi Setiyaki yang tempatnya menyendiri, agak terpisah, posisinya garis lurus dengan Candi Arjuna. Selain 7 candi utuh juga banyak berserakan bekas-bekas reruntuhan bebatuan yang lain yang akan kita temukan saat mulai memasuki Kawasan ini.
Pengalaman baru bagi saya, ketika harus mengambil gambar pada saat hujan, dengan jas hujan dan payung sewaan saya mencoba mengambil angle terbaik yang saya bisa, mklum masih belajar. Pengalaman yang berat pula sungguh saya paksakan bagi Canon EOSD1000 yang saya bawa. Kondisi lembab dengan suhu dingin tentunya menimbulkan embun di kamera saya. Apa boleh buat EOSD1000 (trims atas pengertiannya) kuatkan dirimu….. walaupun pasangan tripod  Exxell EX-280 setiamu lupa terbawa, dirimu rela ku dudukkan di bebatuan candi yang basah, kau tetap mengerti tugasmu… semakin lengkap tidak bawa lap kamera, cukup kaos yang saya pake untuk menghapus air di lensa.
Candi Srikandi
Candi Arjuna, terlihat bentuknya yang gagah sekaligus anggun, banyak stupa di atap sehingga candi ini terlihat lebih menarik, mungkin bisa dikatakan candi ini memang tampan selayaknya penggambaran Arjuna dalam pewayangan. Selain itu. Didalam candi terdapat tempat ibadah pada jaman dulu, Yoni.
Candi Semar, bentuknya kotak, seperti kubus, dengan lubang-lubang di kanan kirinya. Candi Semar paling sederhana desain dibanding candi lainnya.
Candi Srikandi adalah candi paling kecil di Kompleks candi Arjuna
Candi Puntadewa, candi yang paling kekar, sekaligus besar dibanding candi lainnya.
Candi Sembadra, terletak paling kiri di deretan candi ini.
Yang jadi pertanyaan pribadi saya, Nama Kompleks candi ini Candi Arjuna, kok ada candi Puntadewa Ya….?
Candi Gatotkaca
Candi Gatot Kaca, kira-kira 150meter berjalan kaki dari candi Arjuna. Kesan Kekuatan, menyihir dari bentuknya.
Candi Setiyaki, candi ini tampaknya banyak terlewat oleh para pengunjung, terlihat dari jalan ke arah candi, bila anda dari candi Gatotkaca jalan yang tersedia benar benar menipu. Kondisi hujan, membuat rumput tidak mampu menahan sepatu saya untuk tetap diatas air, alhasil basah dan berlumpurlah perjalan ke Candi Setiyaki. Kepalang basah, langkah tetap saya lanjutkan, sebuah perjalanan yang tidak sia-sia
Candi Setiyaki
Dari jalan Wonosobo –Banjarnegara, Candi ini terlihat menyendiri sepi, pemugaran candi inipun belum sempurna. Atap candi ini belum tersusun dengan benar, sehingga masih melompong, mungkin atap yang ada dulu runtuh kemudian lapuk dimakan usia, bisa juga atapmu dibawa oleh para kolektor “bangsat” yang iri akan keelokan rupamu. (maaf saya sungguh benci dengan keadaan dan sikap oknum pencuri ornamen2 candi). Reruntuhan di sekitar candi Setiyaki merana ditemani semak belukar yang mencoba untuk menutupi keberadaan seonggok batu bisu saksi sejarah masa lalu itu….
Candi Semar
Candi Puntadewa
Setelah puas berdingin ria, ditemani EOSD1000, melepas lelah sambil menikmati jagung bakar pedas dan gandos gurih nan hangat di tepi candi. Dengan obrolan santai, Pak Penjual Jagung bakar menceritakan di daerah sini banyak sekali tempat wisata, telaga warna, air panas dan-lain lain yang wajib untuk dikunjungi. Sungguh tertarik untuk mengetahui kebesaran Illahi itu, pesona telagawarna, dan telaga yang lain, akan tetapi pak, mohon maaf ya saya masih pingin ber’ekspedisi’ candi-candi dulu, bukankah kata bapak masih ada beberapa candi di kawasan ini yang belum sempat saya kunjungi, apalagi waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Satu jagung bakar pedas Rp. 3.000,- Gandos gurih satunya Rp.1.000,-.
Dengan perasaan yang cukup puas, lega dan bangga kemudian saya berlalu dari kawasan candi Arjuna. Di ruko depan pintu masuk menghangatkan badan dengan menyeduh kopi susu hangat terlebih dulu ditemani semangkok mie rebus pake telur ala dieng.
Perjalan pulang yang sungguh tidak saya sangka, sungguh memacu adrenalin kearah ketakutan. Berbagi pengalaman, agar para sahabat tidak mengalami pengalaman seberat yang saya alami.
Dimulai dengan kecerobohan saya tangki vixion yang saya biarkan posisi jarum bensin di simbol merah alias E dan itu berarti hampir habis. Berbekal informasi pembuat kopi susu di warung tadi, yang katanya banyak penjual bensin di pinggir jalan, agak tenang pikiran saya. Yang terjadi sebaliknya, disepanjang jalan, yang jual bensin menutup warung dan berdiam diri dirumah, kabut saat itu mulai turun, hujan mulai deras. Dapat dibayangkan kekawatiran saya, bila bensin saya habis di tengah hujan (sementara Vixion kalau bensin sampai kehabisan bisa berabe) dan ditambah kabut pekat, jarak pandang tidak lebih 10m. Plat Platinum yang ada dikaki kanan saya juga mulai bereaksi dengan suhu super dingin, ditambah dengan celana yang basah lengkaplah penderitaan saya.
Untungnya jalan pulang 75% menurun, bersyukurnya lagi lampu motor bisa dinyalakan tanpa mengidupkan mesin walau resiko aki bekerja lebih keras. Ditengah perjalanan tidak henti tengok kanan kiri, terus mencari penjual bensin. Cukup jauh, sampai di desa PatakBanteng yang tahun lalu saya pernah berkunjung ke perpus didesa itu belum juga menemukan penjual bensin. Detak jantung semakin kencang karena banyak juga pengendara motor yang sudah kehabisan bensin, bahkan mereka membayar orang untuk membelikan bensin,(Ojek bensin) menggelikan tapi saya tidak bisa tertawa.
Hujan semakin deras dan kabut masih pekat, sesekali bertemu kendaraan berat dari arah wonosobo, jalan lengang dan sepi saat itu. Setelah melewati Gardu Pandang, keadaan mulai sedikit menenangkan,walau belum mampu membuat tersenyum sedikitpun, plus kabut mulai berkurang, akan tetapi hujan masih mengguyur. Hasil bertanya kesana kemari dipinggir jalan, ternyata bila kabut turun, para penjual bensin lebih suka menutup warung, dan itu terjadi tiap hari. Sungguh ceroboh apa yang saya lakukan.
Jagung Bakar Dieng
Akhirnya di satu daerah dengan turunan yang cukup tajam, ada satu penjual yang sesaat lagi menutup kiosnya. “Pak bensinnya masih ada?Masih mas….tapi hanya seliter saja” Wuahhh rasanya lega buanget… “Ahh tidak apa-apa….”  Satu masalah selesai. Masalah masih menimpa saya, selain tangan yang beku, kaki saya juga mulai sakit, padahal sudah saya lapisi dengan celana anti air. Kaos kaki dan sepatu yang basah menambah penderitaan saya. Satu-satunya harapan saya, adalah saya hampir sampai di kota Wonosobo, dan itu cukup melegakan hati saya. Pom Bensin pertama menjadi jujugan saya untuk menutupi kekurangan bensin ditangki untuk sampai rumah.
Sesampainya di Pusat kota Wonosobo, saya mencari kuliner khas: Mie ongklok. Sambil menikmati malam di Lapangan Alun-alun Mie Ongklok + sate sapinya saya lahap mengurangi rasa tersiksa di atas tadi. Kabar dari teman juga melegakan hati, bersedia meyambangi di alun-alun.
Untuk rute perjalanan pulang, saya melalui jalur Wonosobo-Kertek-Parakan-Temanggung-Secang-Jambu-Ambarawa-Ungaran-Gunungpati. Untuk perjalanan ini kilometer di motor menunjukkan jarak yang saya tempuh untuk ekspedisi kali ini 234km, dengan biaya keseluruhan yang harus saya keluarkan Rp. 120.000,- Cukup Murah untuk mendapatkan Pengalaman berharga ini. Setelah ini, kemanapun ekspedisi selanjutnya rencana harus lebih matang. Tambahan bila ke Dieng :
Jangan melupakan Jas Hujan,payung dan pakaian Hangat
Saat Hujan di Dieng
Siapkan Logistik Secukupnya
Cek Kondisi Kendaraan
BBM Kendaraan anda diperhatikan
Siapkan kondisi fisik anda  yang paling penting siapkan rencana yang matang.
Tulisan Ini saya dedikasikan untuk
1. Devi “axl” Arizona,http://www.facebook.com/profile.php?id=100000637230772 yang selalu pamer keindahan Dieng, menantang saya berekspedisi sekaligus menyarankan rute yang menarik.. 

2.      Seto Panser Sejati, http://www.facebook.com/jalusetoastamurtiawak wonosobo yang bersedia saya repoti, menampung beberapa jam untuk berteduh… serta merelakan salah satu celana trainningnya saya bajak…. Wah lumayan kekecilan sob….. hahahahahaha.
3.      Semua orang yang cinta budaya…. Siapa lagi yang tidak mencintai jika bukan kita sendiri???? Karena saya PECINTA MAJAPAHIT.

Terimakasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar