Kamis, 20 Mei 2010

Serat Nagri Ngurawan : Panji di Pabejan


Panji di Pabejan
(04)

Panji teringat pula apa yang dikatakan oleh para dewa kepadanya, yaitu ahwa ia akan menemukan kembali isterinya Sekar-taji dan kawan-kawannya setelah pertempuran di Bali. Sedang ia termenung, isterinya, Sureng-ranamelihat bibirnya bergerak-gerak, atas pertanyaan isterinya apa yang dilakukannya, Panji menjawab bahwa ia mendoa supaya menang perang. Sureng-rana tidak percaya.
Astra-wijaya yang bersama isterinya menyusul Panji, sudah tiba pula di Bali. Ia tidak menemukan panji di Pabejan, karena itu meneruskan perjalanan ke pedalaman. Setelah bertemu dengan Panji, ia menangis dengan sedihnya. Diceritakannya kepada Panji pengalamannya di Bauwarna. Pun ramalan Wasi Curiganata disampaikannya kepada Panji.
Atas permintaan Astra-wijaya supaya boleh tinggal bersama Panji. Panji menjawab bahwa Astra-wijaya harus memakai nama Undakan.
Pun Astramiruda kini sampai kepada Panji, dengan sepucuk surat dari Raja Urawan, yang mengatakan seluruh isi taman sudah dibinasakan oleh Astrawijaya. Jayakusuma pun marah kepada Wijaya. Sureng-rana berkata, bahwa untuk perbuatan semacam it, orang pria tidak boleh dipersalahkan, yang bersalah semata-mata perempuan.
Miruda kini didamaikan oleh Panji dengan Astrawijay, keduanya harus bersumpah didepan Panji. Permainan musik gamelan diteruskan. Setelah dua lagu Astra-wijaya harus bermain. Dimainkannya lagu yang bernama Mongkong, ialah lagu yang diciptakan raja Daha marah kepada Candra Kirana. Keinginan Panji hendak melihat kembali isterinya, menjadi keras oleh lagu itu. Diperdengarkan beberapa lagu lain lagi, setiap Panji kali Panji teringat kepada isterinya yang hilang.
Sementara itu tentara Bali sudah berkumpul di alun-alun di bawah pimpinan Jaya-asmara. Segera mereka berangkat. Suatu iring-iringan panjang para Bupati Bang Wetan beserta anak buah menyongsong musuh. Cau memakai pakaian bagus dan pakaian compang-camping sekaligus. Anak buah Jayakusuma pun sudah bersiap-siap untuk berperang. Pertemuan kedua  balatentara dan pertempuran.
Peperangan diteruskan, Sureng-rana hendak berkelahi dengan Jaya-asmara. Suaminya mencegahnya. Ia hendak berhadapan sendiri dengan Jaya-asmara. Dalam perkelahian satu-lawan satu Panji menggoncang-goncang Jaya-asmara, dan Jaya-asmara lucut kedoknya, kembalilah ia menjadi Onengan. Ia dipeluk oleh kakaknya. Seorang Pahlawan dipacung kepalanya. Diserukan bahwa kepala itu kepala Jaya-asmara, yang diberinama Ekawarni oleh Panji untuk meneruskan penyamaran. Panji mengundurkan diri ke tempat perhentiannya. Para sentana dalem dikumpulkan untuk menyaksikan bahwa Onengan sudah kembali.
Ekawarni bertemu dengan saudara-saudaranya. Jaya-kusuma menanyakan pengalamannya. Ekawarni menceritakan apa yang sudah terjadi dengan dirinya, juga perihal ular yang menyerang raja Bali. Selanjutnya Jaya-kusuma menanyakan, apakah raja Bali itu seorang sungguh-sungguh orang Bali, dan seterusnya, dan seterusnaya, untuk membuktikan bahwa raja Bali itu bukan seorang lelaki sungguh-sungguh.
Saat ini dieritakan tentang raja Bali. Ia bermain Catur dengan para isterinya. Taruhannya demikian ; jika Raja kalah, ia membayar dengan uang, jika ia menang para isterinya dapat ciuman.
Permainan diteruskan. Sekonyong-konyong Patih Cau masuk. Ia membawa kabar bahwa orang mancanegara sudah dibinasakan oleh musuh, pun Jaya-kusuma sudah tewas. Kanjeng Sinuhun Raja bersedih hati dan memutuskan ia sendiri akan maju perang. Sekalipun isterinya dibawa serta, supaya musuh mendapat harta rampasan banyak, kalau ia sendiri kalah perang.
Isteri-isteri yang harus turut serta, sudah membuat bermacam-macam kue dan makanan di rumah. Tentara berangkat maju. Uritan iring-iringan.
Urutan kereta, yang dikenarai oleh istri-istri Raja. Kanjeng Sinuhun naik Gajah dibelakang sekali. Dilukiskan keadaan tentara Panji duduk dibelakang isterinya, Puteri Cemara. Ekawarni diminta bermain seruling. Permainannya baik. Panji bertanya siapa yang mengajarinya. Jawabnya, “Raja Bali”.Panji, “Tentu saja ia  pandai sekali bermain”.
Asmarajayabuat pertamakali melihat Ekawarni bermain seruling.  Ia jatuh cinta kepadanya dan ingin menjadi suaminya. Untuk itu ia hendak minta bantuan saudaranya, Candra Kirana, apabila ia sudah ditemukan kembali.
Raja Bali pun muncul di medan perang. Cau menjaga para isteri Raja, yang turut dibawa sambil teringat kepada Ekawarni. Bersama Astramiruda ia banyak membunuh musuh. Banyak pahlawan Bali yang tewas. Sureng-rana pun menyerang.
Pertempuran diteruskan. Sureng-rana menawan semua isteri raja Bali, raja Bali berkelahi satu lawan satu dengan Jaya Kusuma. Setelah beberapa lama Cau meminta supaya yang menang siapa yang kalah. Jaya Kusuma jatuh pingsan, karena kesan yang diperolehnya dari raja Bali. Sureng-rana datang kepada Jayakusuma, yang diangkat orang.

Serat Selanjutnya : Sureng-rana


Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno

Jumat, 07 Mei 2010

Serat Nagri Ngurawan : Di Bawah Waringin Kurung


Di Bawah Waringin Kurung
(04)

Kedatangan para utusan di bawah Waringin Kurung. Mereka masih berbicara tentang tugas perutusannya. Sifat utama seorang perutusan terdiri dari tiga perkara.
Dua orang diutus oleh kanjeng Sinuhun Raja untuk meminta surat yang mereka bawa. Utusan Jaya Kusuma tidak mau menyerahkannya kecuali kepada Kanjeng Sinuhun sendiri. maka disuruhlah Agung meminta surat itu. Apabila para utusan melihat Agung, mereka mengenal sebagai Prasanta, atau apakah ia hanya seorang yang kebetulan sama rupanya? Pun Agung mengenali utusan itu dari orang Jenggala Manik. Para utusan itu akhirnya dipersilahkan masuk tanpa pengiring. Mereka menyerahkan surat. Raja pengganti memberikannya kepada seorang emban untuk diserahkan kepada Kanjeng Sinuhun Raja yang sebenarnya.
Emban Sebetan mempersembahkan surat kepada raja yang sebenarnya. Surat itu dibuka oleh Kanjeng Sinuhun. Isinya berupa ultimatum. Kanjeng Sinuhun Raja menanyakan beberapa hal mengenai para utusan itu, Sebetan memberikan penjelasan tentang mereka. Oleh penjelasan itu Kanjeng Sinuhun Raja Teringat pada tiga Pangeran Jenggala Manik. “Jadi demikian pikirnya, Panji datang kemari dengan tiga orang Sentana dalemnya.”
Selanjutnya dengan sedih ia teringat kepada suaminya, Panji. Bahwa ia memelihara sekian banyak istri, pun adalah demi suaminya, sekiranya suaminya itu masih hidup. Puteri Pragunan dan yang lain-lain melihat, bahwa Kanjeng Sinuhun Raja, setelah membaca surat tadi, seolah-olah terpikir sesuatu. Untuk menyembunyikan kesedihannya, ia menyayangkan keberanian orang Urawan, yang berani-beranian hendak menyerang Bali. Tapi para puteri mengetahui rahasia itu. Bagian Raja menyuruh panggil patih Jaya-asmara oleh seorang emban, bersama Agung dan Cau. Tiba di keraton ketiga patih itu diperintahkan menyusun balasan surat. Kemudian surat balasan itu diberikan kepada para utusan, yang selain itu menerima hadiah-hadiah yang lain. Para utusan dikirim kembali.
Agung dan Cau pulang ke keraton. Kanjeng Sinuhun raja memaparkan rencana perangnya. Para Patih keluar memberikan petunjuk-petunjuk kepada Bupati Mancanegara. Jaya-asmara kembali ke temoat kediamannya. Ia mempunyai dua orang istri, yang seorang putrid dari Mataun, yang seorang lagi dari Manila. Tapi mereka belum pernah bercampur dengan sang patih. Karena itu mereka bersedih hati.
Jaya-kusuma sedagn asyik menembang di Pesanggrahan dengan istrinya, sambil menunggu kembalinya para utusan. Para Bupati Kertasana dan lain-lain sudah hadir semua. Tidak lama kemudian datang para utusan, yang mengatakan bahwa surat sudah diterima. Balasannya diserahkan kepada Panji dan dibacakan oleh Sureng-rana. Isinya mengatakan bahwa raja Bali bersedia memulai pertempuran pada hari Senin depan. Jaya Kusuma menanyakan beberapa hal tentang raja Bali dan para pembesarnya. Oleh penjelasan yang diberikan ia teringat adiknya perempuan Onengan.


Serat Selanjutnya : Panji di Pabejan


Diketik ulang oleh sasadaramk.blogspot.com untuk membagi peradaban agar lestari…. Dari buku Kitab Jawa Kuno